Pada tulisan yang lalu telah memposting artikel tentang pembunuhan Qassem Suleimani, maka pasca pembunuhan ini, trompet perang telah ditiup, gendrang perang telah ditabuh antara AS dan Iran.
Menurut berita perintah pembunuhan ini diperintahkan langsung oleh Trump, ketika Trump sedang mendiskusikan rencana pertempuran di Gedung Putih saat itu, dan baru saja ada berita lain dari Iran yang membuat semua negara gelisah.
Sekitar pukul 02:30 dini hari pada tanggal 6 Januari, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa Iran akan sepenuhnya mencabut "pembatasan" pada pengayaan uranium.
Ini berarti bahwa Iran secara sepihak akan sepenuhnya melepaskan kewajibannya atas perjanjian nuklir Iran! Ini berarti bahwa Iran akan secara terbuka dan sepihak menyatakan dirinya sebagai negara yang memiliki senjata nuklir. Jika Iran hingga memiliki senjata nuklir, jika AS menyerang Iran secara seneaknya, maka akan menjadi bencana.
Sebenar Perjanjian nuklir Iran tidak terbentuk dengan mudah. Pada 14 Juli 2015, Iran dan enam negara membahas masalah nuklir Iran, termasuk AS, Tiongkok, Rusia, Inggris, Jerman, dan Perancis, setelah negosiasi panjang, mka disepakati membatasi pengembangan nuklir Iran dan mencabut sanksi terhadap Iran. Masalah ini disetujui dan ditanda-tangani semua pihak yang terlibat.
Namun, perjanjian bersejarah yang dicapai selama masa Obama telah dikritik oleh Trump sebagai "perjanjian sepihak yang mengerikan yang seharusnya tidak ditandatangani."
Pada 8 Mei 2018, Presiden AS Trump mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari perjanjian ini. Dan memulai kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran yang sebelumnya telah disepakati untuk dibebaskan dari sanksi berdasar persetujuan dari diskusi dan perjanjian.
Pada hari yang sama setahun kemudian, Presiden Iran Rouhani mengumumkan bahwa Iran telah menangguhkan penerapan beberapa ketentuan perjanjian dan tidak lagi memproses air berat untuk uranium yang diperkaya ke dunia luar.
Namun, Iran tidak sepenuhnya menarik diri dari perjanjian damai pada waktu itu, dan di bawah mediasi Uni Eropa dan PBB, maka perjanjian ini sepenuhnya pecah, banyak pihak berupaya untuk menjaga keseimbangan yang rapuh ini.
Namun dengan pembunuhan atas Suleimani orang nomor dua Iran ini telah merusak keseimbangan rapuh yang coba dipertahankan oleh semua pihak dari penandatangan perjanjian tersebut.
Menurut laporan media saat ini, para pejabat Iran berencana untuk membahas langkah mereka selanjutnya dari perjanjian nuklir, yang akan lebih besar dari yang direncanakan semula.