Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bagaimana Rusia, Turki, dan Iran Menghadapi Sanksi Amerika?

4 September 2018   08:13 Diperbarui: 4 September 2018   15:21 3855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twitter.com/realDonaldTrump

Sejak Agustus tahun ini, AS secara berturut-turut mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, Turki, dan Rusia dan memperingatkan ketiga negara: jika mereka tidak memenuhi persyaratan yang diajukan AS, mereka akan menghadapi "hukuman" yang lebih keras.

Sudah menjadi menjadi slogan Amerika "Jika kalian tidak nurut, akan menghadapi sanksi AS!"

Ketiga negara ini ada yang sudah menjadi musuh lama AS, ada negara yang telah menjadi sekutu lama AS selama lebih dari 60 tahun, namun hubungan negara ini terdapat konflik struktural jangka panjang yang sulit diselesaikan dengan AS, beberapa telah berubah dari "tidak dapat dipisahkan" menjadi "saling curiga" satu sama lain.

Bagaimana Rusia, Turki, dan Iran akan menanggapi sanksi besar AS yang berulang kali?

Pada 27 Agustus 2018, Departemen Luar Negeri AS merilis pengumuman bahwa sanksi terhadap Rusia karena terjadinya peracunan mantan agen khusus Rusia di Inggris telah diberlakukan hari itu, dan langkah-langkah terkait akan dilaksanakan setidaknya selama satu tahun.

Inilah babak baru sanksi terhadap Rusia mulai berlaku!

Sanksi-sanksi ini termasuk: AS menghentikan semua bantuan ekonomi dan subsidi kesepakatan senjata dari departemen pemerintah AS; melarang ekspor suku cadang senjata dan jasa pertahanan ke Rusia, pinjaman dan jaminan pinjaman ke Rusia, dan ekspor produk-produk keamanan nasional sensitif AS ke Rusia.

Departemen Luar Negeri AS membatalkan lisensi kepada perusahaan-perusahaan yang dioperasikan Rusia untuk mengekspor senjata dan produk militer dan sipil kecuali untuk produk yang berkaitan dengan kerjasama luar angkasa dan peluncuran astronot komersial dan yang diperlukan untuk menjamin keamanan penerbangan sipil.

PM Rusia Dimitry Medvedev menjuluki istilah ini dengan "Perang Ekonomi", dia mengatakan: Jika sanksi termasuk larangan pada layanan perbankan atau layanan mata uang terkait, itu akan setara dengan AS menyatakan "perang ekonomi" terhadap Rusia, dan Rusia akan merespon dengan langkah-langkah ekonomi, politik, dan lainnya. AS harus jelas dalam hal ini.

Dari awal tahun ini hingga akhir Juli, Bank Sentral Rusia memutihkan sekitar 85% dari kepemilikan utangnya dan meningkatkan cadangan emasnya. Langkah-langkah ini akan membantu Rusia secara efektif mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh sanksi keuangan AS.

Deputi Pertama PM Rusia dan Menteri Keuangan Anton Siluanov mengatakan sebelum ini sehubungan dengan ketidakstabilan dolar AS, Rusia mungkin beralih menggunakan mata uangnya sendiri untuk perdagangan minyak.

Vyacheslav Kholodkov, Kepala Pusat Studi Negara CIS mengatakan: "Penolakan untuk menggunakan dolar dalam kesepakatan akan menjadi pukulan bagi ekonomi AS --- ini adalah tanggapan kami terhadap sanksi Amerika."

Selain itu, ketua Komite Federasi Rusia untuk Anggaran dan Pasar Keuangan Sergey Ryakbukhin mengatakan bahwa Moskow dapat membatasi pasokan mesin roket RD-180 kepada AS sebagai pembalasan.

Sumber: Sputnik International
Sumber: Sputnik International

Perlu diketahui, United Launch Alliance bergantung pada RD-180 untuk menyalakan roket Atlas 5 yang sebagian besar digunakan untuk peluncuran pihak pemerintah AS. Northrop Grumman Innovation Systems, sementara itu, menggunakan RD-181 untuk menyalakan roket Antares yang meluncurkan peluncuran kargo Cygnus ke Stasiun Luar Angkasa Internasional untuk NASA. ULA dan Northrop Grumman membeli mesin dari RD Amross, perusahaan patungan Energomash Rusia dan Pratt & Whitney yang berbasis di Florida, AS.

Sudah dalam waktu lama, AS sangat bergantung pada mesin roket buatan Rusia ini, dan dalam 10 tahun mendatang, akan dipaksa untuk menggunakan mesin semacam ini untuk meluncurkan roketnya sendiri. Jika ada kekurangan mesin semacam ini, itu akan menjadi pukulan telak bagi militer AS dan aeronautika sipil, terutama komunikasi satelit militer dan sistem pertahanan rudal.

Pada saat yang sama, metode serupa dari AS dapat dikatakan bermunculan di mana-mana. Siapa pun yang berbisnis dengan Iran tidak akan berbisnis dengan AS!

Sumber: twitter.com/realdonaldtrump
Sumber: twitter.com/realdonaldtrump
Pada 7 Agustus, pemerintah AS memulai kembali sanksi terhadap Iran di sektor non-energi termasuk keuangan, logam, pertambangan dan mobil.

Antisipasi Iran Terhadap Sanksi AS

Dan pada 4 November tahun ini, AS akan memulai lagi sanksi terhadap industri energi Iran, perdagangan minyak, dan perdagangan bank sentral. Sebelum akhir tahun ini, penjualan minyak Iran akan dibikin menjadi nul (0).

Menghadapi sanksi AS yang akan diberlakukan lagi ini, Presiden Iran Hassan Rouhani tidak mau terlihat lemah dan menyerah, dan membuat respons kuat.

Dalam interviewnya Rouhani mengatakan: Saya percaya bahwa jika kita (rakyat iran) dapat bersatu, kita akan dapat dengan cepat membuat Amerika menyesali perbuatan mereka.

Selain itu, dihadapkan dengan tekanan AS untuk memaksa Iran untuk tidak dapat mengekspor setetes minyak sebelum 4 November, Rouhani mengisyaratkan beberapa kali bahwa jika ekspor minyak Iran di-blokade oleh AS, Iran akan memblokade Selat Hormuz dan memotong saluran pipa minyak yang melewati Timur Tengah.

Pada 21 Agustus, di Pameran Industri Pertahanan Nasional yang diadakan di Teheran, Iran merilis dan memamerkan jet tempur "Kowsar" yang dirancang secara otonom dan diproduksi pertama kali di Iran. Presiden Iran Rouhani juga muncul dalam pameran tersebut.

Sumber: www.cnbc.com
Sumber: www.cnbc.com

CNN mengomentari ini dengan mengatakan bahwa dari tampilan jet tempur baru ini, dapat dilihat bahwa menghadapi tekanan ekonomi dan diplomatik AS, Iran sedang mencoba untuk menunjukkan kemandirian untuk kekuatan militernya.

Rouhani juga mengkritisi AS, menggunakan tongkat-tongkat besar untuk menjatuhkan sanksi baru-baru ini, dan menciptakan friksi ekonomi dan perdagangan di mana-mana, bahkan tidak membiarkan sekutu-sekutunya terlepas darinya sekalipun.

Antisipasi Turki Terhadap Sanksi AS

Dalam twitternya Trump berkicau: Saya baru saja mengesahkan penggandaan Tariff pada Baja dan Aluminium sehubungan dengan Turki berakibat mata uang mereka, Lira Turki, meluncur turun dengan cepat terhadap dolar kita yang sangat kuat! Aluminium sekarang akan menjadi 20% dan Baja 50%. Hubungan kita dengan Turki tidak bagus untuk saat ini!

Sumber: twitter.com/realDonaldTrump
Sumber: twitter.com/realDonaldTrump
Setelah melipatgandakan tarif, nilai tukar lira Turki ke USD anjlok lebih dari 18% dalam satu hari, bahkan turun hingga 22%, menyebabkan hampir separuh PDB Turki menguap.

Dalam keadaan demikian Presiden Turki Erdogan berseru: "Kita adalah sekutu NATO, dan kemudian AS menusuk Turki mitra strategis dari belakang seperti ini. Siapa yang bisa menerima hal semacam ini?"

Pada tanggal 14 Agustus, Recep Tayyip Erdogan berpidato menyerukan kepada rakyat Turki untuk membeli lira dan memboikot barang-barang AS. Dia juga secara spesifik menyebutkan nama iPhone yang diproduksi oleh Perusahaan AS dengan nama Apple.

Pada 15 Agustus, Turki mengeluarkan perintah eksekutif untuk menaikkan tarif pada beberapa produk yang diimpor dari AS. Perintah eksekutif menyatakan bahwa produk AS yang dinaikkan tarifnya termasuk mobil, minuman keras, tembakau, produk make-up, beras dan batu bara, di mana tarif minuman keras meningkat 140%, tarif mobil meningkat 120%, tembakau dan tarif produk make-up meningkat 60% , tarif beras meningkat 50%, dan tarif buah-buahan meningkat 20%.

Jumlah total barang yang dikenakan tarif oleh Turki meningkat sekitar 1 miliar USD, yang setara dengan total peningkatan tarif baja dan aluminium AS yang diterapkan terhadap Turki pada bulan Agustus ini.

Sanksi tampaknya menjadi monopoli dalam kebijakan luar negeri pemerintahan Trump, demikian komentar "Washington Post"

Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2017, hampir 1.000 orang dan entitas telah di-black list oleh AS --- tiga kali lipat dari tahun pertama Obama ketika menjabat presiden. Menanggapi serial sanksi dari AS, Rusia, Turki, dan Iran justru tumbuh lebih dekat dan semakin lebih dekat.

Pada 7 Agustus, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan akan mempertahankan kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan Iran di tingkat pemerintahan, dan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak lain dalam kesepakatan nuklir Iran untuk mencari penguatan dan kemajuan dalam solusi untuk kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan Iran.

Menanggapi sanksi AS, Presiden Turki Erdogan mengusulkan bahwa mereka dapat terlibat dalam kerja sama ekonomi dengan melakukan banyak "penggantian" termasuk kerjasama ekonomi dengan Iran.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zariff mengatakan bahwa AS perlu menyingkirkan kecanduannya terhadap sanksi dengan menekan negara-negara lain, dan bahwa Iran akan terus mendukung Turki seperti sebelumnya.

Rusia, Turki, dan Iran semakin dekat bersama dan bersatu,  kini telah membentuk kelompok strategis sementara --- mereka telah membentuk penyeimbang strategis, dan banyak analis yakin penyeimbang ini sangat kuat. Ketiga negara ini semuanya disebut pivot/poros geostrategis di Eurasia.

Dari perspektif geostrategis, kebijakan poros ini terhadap kekuatan global atau kelompok kuat akan memainkan peran baik dalam menerima atau menolak pengaruh bahwa kekuatan global dapat memasuki suatu kawasan dan mengerahkan pengaruhnya. Itulah yang dimaksud dengan pivot/poros geostrategis.

Dan ketiga negara pivot ini menempati posisi geostrategis yang sangat penting. Misalnya, Turki memiliki titik strategis antara Eropa, Asia, dan Afrika. Jadi kelompok strategis semacam ini telah memberikan pukulan kuat terhadap semua aliansi regional yang dimiliki AS.

Dengan kata lain, tidak semudah itu bagi AS untuk membuat ketiga negara ini menjadi runtuh.

Beberapa analis percaya bahwa "blok Rusia, Turki, dan Iran harus dihindari dan dicegah. Jika situasi semacam ini terbentuk, itu akan menjadi mimpi buruk bagi AS. "

Tapi kini dihadapkan dengan sanksi pemerintahan Trump, Rusia, Turki, dan Iran berkembang semakin dekat.

Tapi bisakah koordinasi antara ketiga negara ini membantu mereka membebaskan diri dari pengepungan sanksi AS, dan apakah itu akan menjadi mimpi buruk bagi AS?

Rusia akan mulai mengirimkan sistem rudal anti-pesawat S-400 ke Turki tahun depan! Tanggal pengiriman ini kira-kira satu tahun lebih awal dari tanggal pengiriman awal yang diberikan oleh Rusia sebelumnya!

Berita penting ini muncul saat wawancara yang dilakukan oleh Anadolu Agency Turki dengan Victor Kladov, Direktur untuk Kerja Sama Internasional dan Kebijakan Regional Departemen Rostec Rusia pada 21 Agustus.

Pada 23 Agustus, waktu lokal AS, Departemen Luar Negeri AS membuat tanggapan terhadap pembelian sistem rudal anti-pesawat S-400 untuk Turki, juru bicara Heater Nauert mengatakan bahwa AS menentang mitra atau sekutunya di seluruh dunia membeli sistem S-400, Rusia,  mengatakan bahwa sistem ini "tidak kompatibel" dengan sistem militer NATO. Juga, AS tidak akan mengecualikan sanksi yang akan dikenakan terhadap pembelian sistem ini.

Turki juga membuat respon yang sangat kuat terhadap penentangan AS ini, Presiden Turki Erdogan menunjukkan bahwa Turki memiliki hak untuk membentuk sebuah kekuatan pertahanan nasional yang otonom, dan negara-negara lain tidak punya hak untuk bergosip/berkomentar tentang hal itu.

AS berusaha menghalangi Turki untuk membeli sistem rudal anti-pesawat Rusia S-400. Tapi Turki telah mencapai konsensus baru dengan Rusia, bahwa sistem rudal anti-pesawat S-400 akan dikirimkan tahun depan.

AS mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menjual kepada Turki dengan 100 jet tempur F-35, dan Turki mengatakan itu baik-baik saja, dan bisa saja Turki akan membeli jet tempur generasi kelima Rusia, Su-57. Mereka sudah mencapai konsensus.

Hubungan Turki-NATO

Sekarang, kita dapat mengamati bagaimana hubungan Turki dengan NATO, sebenarnya justru Turki menjadi salah satu tempat NATO meminta sesuatu darinya, bukan Turki yang meminta sesuatu dari NATO. Karena Turki memainkan peran strategis lintas-regional, dan jika ketegangan AS-Turki meningkat lebih lanjut, Turki mungkin memberi tekanan pada AS bersama NATO.

Turki telah mengalihkan pandangannya ke Rusia dalam upaya untuk menggunakan Rusia untuk memberikan tekanan kepada AS dan sekutu NATO, untuk menuntut agar sekutunya memenuhi tuntutan untuk berbagai kepentingan Turki.

Pada 12 Agustus, lima negara Rusia, Iran, Turki, Kazakhstan, Azerbaijan, dan Turkmenistan yang berbatasan dengan Laut Kaspia mengakhiri lebih dari 20 tahun perselisihan dan menandatangani perjanjian bersejarah yang menegaskan posisi Laut Kaspia.

Sumber: nation.com.pk
Sumber: nation.com.pk
"Ini adalah pertemuan khusus, dan merupakan tonggak untuk nasib Laut Kaspia."  Demikian Vladimir Putin berkata.

Analis John Roberts menunjukkan bahwa perjanjian itu melarang negara-negara ekstra-regional untuk memiliki pangkalan militer di Laut Kaspia dan menegaskan kepemimpinan militer Rusia di kawasan ini. Lebih penting lagi, itu mengesampingkan kemungkinan dibangunnya pangkalan militer AS di sepanjang Laut Kaspia.

Aspek lain dari perjanjian ini sama pentingnya bagi Iran. "The Guardian" Inggris mengatakan bahwa penandatanganan perjanjian itu membantu Iran keluar dari blokade ekonomi.

Pengamat melihat, ini adalah hasil utama kerja sama strategis Rusia-Iran. Iran dan Rusia menggunakan posisi legal Laut Kaspia, dokumen hukum ini, untuk membentuk situasi di mana mereka dapat saling mendukung.

Perjanjian Laut Kaspia menguntungkan Rusia dan Iran. Pengamat Rusia percaya bahwa ini terutama memberikan dua aspek: Yang pertama secara ekonomi --- ekonomis, dengan membagi sumber daya dasar laut dan permukaan Laut Kaspia, negara-negara ini telah mencapai konsensus, dan itu menguntungkan pengembangan sumber daya kawasan Laut Kaspia, hal ini sebenarnya adalah kabar baik bagi Rusia, dan itu juga bagi Iran.

Ketika menyangkut keamanan strategis dan manfaat bagi militer, perjanjian Laut Kaspia dengan jelas melarang negara-negara yang tidak berbatasan dengan Laut Kaspia untuk membangun pangkalan militer di sepanjang pantai ini.

Jika Iran dan AS terlibat dalam konflik di Teluk Persia atau Selat Hormuz, maka peraturan paling mendasar dalam perjanjian Laut Kaspia ini telah mencegah AS menggunakan pangkalan militer di sepanjang Laut Kaspia untuk terlibat dalam serangan militer terhadap Iran utara. Jadi paling tidak, wilayah utaranya akan relatif aman.

Balasan Rusia, Turki, Iran Terhadap AS

Rusia, Turki, dan serangan balik Iran tidak terbatas untuk ini saja. Pada 26 Agustus, Iran mengindikasikan bahwa mereka telah memulai kembali lagi perundingan dengan Rusia untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir baru yang mampu memproduksi hingga 3.000 megawatt listrik.

Selain itu, Iran akan segera mendapatkan sejumlah kiriman yang kedua uranium yang telah diperkaya hingga 20% kemurniannya untuk digunakan dalam reaktor.

Pada 7 September yang akan datang ini, para pemimpin dari Turki, Rusia, dan Iran akan mengadakan pertemuan segitiga pada isu Suriah di Iran.

Beberapa media mengatakan bahwa topik utama KTT ini adalah situasi di Provinsi Idlib di Suriah barat laut. Provinsi Idlib adalah wilayah terakhir dari militan anti-pemerintah Sunni di Suriah. Ini akan mengkhawatirkan negara-negara Teluk dan AS, yang mendukung kekuatan-kekuatan oposisi ini.

Selain kerjasama antara Rusia, Turki, dan Iran, penambahan "bantuan asing" lainnya juga telah menjadi monumental untuk terbebaskan dari sanksi.

"Bantuan tepat waktu" adalah istilah yang sempurna untuk menggambarkan bantuan yang dikirim Qatar ke Turki. Pada 15 Agustus, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani berkunjung dan berjanji akan menginvestasikan 15 miliar USD untuk membantu Turki menghadapi krisis mata uangnya. Begitu berita ini tersiarkan, nilai tukar lira terhadap USD segera naik 6%.

Hubungan Turki dengan Qatar berasal ketika Qatar yang mengalami kesulitan yang sama. Ketika Trump memberikan tekanan pada lira Turki, di saat kritis ini, Qatar mengatakan akan berinvestasi 15 miliar USD dan kita dapat melihat --- itu sebagai persaudaraan, Turki membutuhkan investasi, mereka secara aktif mempertimbangkannya.

Selain bantuan luar negeri Timur Tengah, Eropa juga memberikan dukungan untuk Rusia, Turki, dan Iran untuk melawan AS.

Pada 18 Agustus, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kanselir Jerman Angela Merkel mengadakan pertemuan di Berlin. Ini adalah pertemuan kedua antara kedua pemimpin setelah kunjungan Merkel ke Rusia pada bulan Mei tahun ini.

Kedua negara ini sedang bernegosiasi untuk kerjasama energi dan ekonomi serta perdagangan yang dirundingkan antara Rusia- Jerman dan Rusia-Eropa, dan saling bertukar pendapat mengenai topik panas internasional seperti Ukraina dan Suriah.

Mengenai masalah hubungan dengan Rusia, Merkel mengatakan begini kepada media sehari sebelum kedatangan Putin: "Kami perlu meningkatkan hubungan dengan Rusia, dan karena inilah kami mengadakan rapat kerja besok."

Vladislav Belov Borisovich, Wakil Direktur Institut Eropa Akademi Sains Rusia percaya bahwa perilaku Presiden Trump yang tidak dapat diprediksi akan mendorong Rusia dan Jerman untuk memulai kerja sama yang erat dan menemukan langkah bersama untuk menanggapi sanksi dan kebijakan tarif AS.

Pada 23 Agustus, Uni Eropa mengumumkan bahwa mereka menyediakan 18 juta euro untuk bantuan kepada Iran dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosialnya.

Ketika hubungan antara Turki dan AS memburuk, Uni Eropa masih terus maju untuk mendukung Turki. Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Federica Mogherini, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan PM Inggris Theresa May semuanya menyatakan bahwa mereka akan mengadakan pertemuan bilateral dan multilateral dengan Presiden Turki Erdogan, dan mempertimbangkan menyediakan Turki dengan dukungan keuangan darurat.

Ketidakpuasan terbesar Eropa dengan AS karena Trump mencoba menjatuhkan tatanan internasional yang terbentuk setelah PD II. Cara dia mengekspresikan dirinya adalah melalui kepentingan untuk diri sendirinya dan unilateralisme, yang telah sangat merusak kepentingan Eropa. Karenanya Eropa harus memastikan kekuatan efektifnya untuk menahan serangan AS ini.

Bagi Eropa, kelompok kepentingan Rusia, Iran, dan Turki ini adalah harta berharga yang telah digunakannya dengan baik. Tujuannya dalam menggunakannya dengan baik adalah mempertahankan kepentingannya sendiri. Dalam situasi semacam ini, benar-benar telah terbentuk pertarungan keras antara multilateralisme dan unilateralisme.

Baru-baru ini, Rusia, Turki dan Iran berada di bawah tekanan besar dari AS. Pepatah mengatakan, "musuh dari musuhmu adalah teman saya," dan dalam situasi semacam ini, adalah logis bagi negara-negara ini untuk bersatu.

Jadi, sebagai kekuatan uama di kawasan ini, dan kekuatan penting yang dapat memanfaatkan situasi regional, dapatkah Rusia, Turki, dan Iran bersatu dan bekerja sama untuk melemahkan efek sanksi AS dan terbebaskan dari mereka?

Rusia dan Turki telah membalas dengan de-dolarisasi!

Pada 15 Agustus, media Rusia menyatakan bahwa setelah konflik keuangan antara Turki dan AS, Rusia dengan cepat meminta Turki untuk bergabung dengan kelompok anti-dolar (USD) ---  Rusia dan Turki mencapai kesepakatan untuk menggunakan mata uang domestik mereka untuk menyelesaikan kesepakatan dan transaksi.

Sergey Lavrov mengatakan: Penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan bilateral adalah salah satu tugas yang presiden Rusia dan Turki telah tetapkan dalam pengembangan hubungan dengan Iran selama bertahun-tahun. Proses serupa telah terjadi.

Dihadapkan dengan sanksi AS, Erdogan menyatakan sekali lagi bahwa Turki akan menghindari penggunaan USD, dan akan berdagang dengan mata uangnya sendiri.

Presiden Erdogan mengatakan: Kami sedang mempersiapkan untuk menggunakan mata uang nasional kami sendiri dengan mitra dagang terbesar kami, seperti Tiongkok, Rusia, Iran, dan Ukraina. Jika negara-negara Eropa ingin keluar dari penggunaan dolar AS, maka kami siap untuk mengatur sistem tersebut dengan mereka juga.

Baru-baru ini, Iran secara resmi mengumumkan bahwa sebagai tanggapan terhadap sanksi AS lebih lanjut, mereka tidak akan lagi menggunakan USD sebagai mata uang untuk penyelesaian internasionalnya, dan akan menggunakan euro dan RMB (mata uang Tiongkok).

Pada 20 Agustus, USD dihapus dari situs web Iran yang berafiliasi dengan Bank Sentral Iran. Pada saat yang sama, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menerbitkan sebuah artikel di Jerman "Handelsblatt" menyerukan pembentukan sistem pendukung independen dari AS, dan menekankan bahwa Eropa tidak dapat memperbolehkan AS untuk "melampaui kepala mereka, atas biaya mereka." Dia juga menyarankan untuk mengkaji kembali kemitraan antara Eropa dan Amerika Serikat.

Beberapa komentator percaya bahwa semua ini menunjuk pada satu arah yaitu, pada tahun-tahun mendatang, USD akan mengalami serangkaian serangan yang ditujukan untuk melemahkan hegemoninya, dan pasar perdagangan energi akan menjadi salah satu medan perang utama.

Setiap usaha yang berhasil untuk memisahkan perdagangan komoditas dari USD tidak hanya akan memiliki efek mendalam pada sistem ekonomi global seperti yang kita tahu kini, itu juga akan memiliki pengaruh besar pada status global AS.

Di luar medan perang ekonomi, Rusia, Turki, dan Iran juga telah terlibat dalam kontes intens dengan AS dalam situasi di Timur Tengah.

AS & Rusia Saling Mendeplotasikan Alat Perang

Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Konashenkov mengatakan pada 27 Agustus bahwa USS Ross, kapal perusak pembawa rudal AS membawa 28 rudal jelajah "Tomahawk", telah memasuki Laut Mediterania, dan USS The Sullivan, sebuah kapal perusak pembawa rudal membawa 56 rudal jelajah, telah mencapai Teluk Persia beberapa hari sebelumnya.

Ia juga mengatakan bahwa pembom strategis B-1B Angkatan Udara AS telah dikerahkan ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar. Persiapan ini sekali lagi membuktikan bahwa AS berusaha menggunakan menghantam teroris untuk dijadikan alasan sekali lagi mengambil tindakan militer di Suriah.

Militer Rusia juga akan mengirim lebih banyak kapal untuk memperkuat Laut Mediterania dalam operasi yang jelas dimaksudkan untuk menantang manuver militer AS.

Hanya berselang satu hari kemudian, Reuters melaporkan bahwa angkatan laut Rusia telah mengirim satuan tugas maritim yang terdiri atas lebih dari 10 kapal melakukan  manuver di Laut Mediterania.

Selain itu, AL-Rusia telah mendeplotasikan sejumlah besar kekuatan maritim dengan 10 kapal perang dan 2 kapal selam, yang sebagian besar dilengkapi dengan rudal jelajah "Kalibr".

Mengutip pandangan ahli militer, laporan itu menunjukkan bahwa gugus kapal ini mungkin telah dikirim untuk mendukung operasi militer Suriah di Provinsi Idlib.

Militer Rusia juga akan mengirim lebih banyak kapal untuk memperkuat Laut Mediterania dalam operasinya yang jelas dimaksudkan untuk menentang manuver militer AS.

Saling Berprovoksi

Jika hukuman Trump terhadap ketiga negara menyebabkan kesulitan yang lebih besar, mereka pasti akan mengambil tindakan pembalasan. Langkah-langkah ini terutama akan berada di Timur Tengah, dan memanfaatkan kawasan hot spot untuk membuat AS tidak nyaman, dapat memobilisasi Hamas untuk menimbulkan masalah antara Palestina dan Israel, memaksa Israel untuk menggunakan kekuatan militer yang berlebihan terhadap Hamas dan Jalur Gaza. .

Iran juga dapat memobilisasi Hizbullah di Lebanon dan memulai serangan terhadap Israel dengan peluncur roket Katyusha di dua front dari Suriah dan Lebanon, Iran memiliki kemampuan untuk membuat Yaman lebih bergolak, dan memiliki kemampuan untuk memperburuk pemisahan antara Yaman utara dan selatan dengan menggunakan kekuatan militan dan membuat semuanya memanas.

Iran juga memiliki kemampuan untuk mengacaukan Irak. Singkatnya, efeknya adalah membuat AS tidak nyaman. Dan membuat AS tidak nyaman sesuai dengan kepentingan Rusia dan kepentingan Turki --- ini adalah yang membuat hubungan dari penyatuan mereka.

Peneliti Senior Darrel West dari Brooking Institution AS percaya: dengan AS sering menggunakan tongkat besar sanksi, bukanlah suatu kebetulan bahwa negara-negara ini telah bersumpah untuk meningkatkan kerja sama. 

Mereka semua sasaran sanksi AS, sehingga dengan bersatu, mereka dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sanksi, sehingga mereka saling membantu melalui krisis ini. Yang memungkinkan ketiga negara ini dapat menyesuaikan kembali kebijakan regional mereka saat ini, yang akan mempengaruhi keseimbangan kekuatan di Timur Tengah.

Signifikansi terbesar dari mereka bertiga adalah menggabungkan kemampuannya untuk bertahan dan bertahan hidup. Pertama-tama, ketiganya meningkatkan kerja sama mereka di sektor energi dan ekonomi serta perdagangan, dan kerja sama ini tidak hanya akan meningkat, bahkan kerja sama ini akan menjadi lebih matang.

Dihadapkan dengan tekanan dari AS, mereka masih ingin meningkatkan kerja sama mereka. Dan peningkatan ini akan membantu negara-negara ini mengurangi kondisi sulit yang mereka hadapi, dan sampai batas tertentu akan menyebabkan faktor-faktor utama dalam ekonomi mereka mulai mengalir, dan ketika ini terjadi, itu akan memungkinkan ekonomi mereka untuk menahan tekanan ini ke suatu tingkat tertentu.

Kedua, ketika menyangkut koordinasi politik yang saat ini termasuk menangani isu unilateralisme dengan menyerukan multilateralisme konstruktif, yang telah mereka capai, dan konsensus ini tidak hanya di antara ketiga negara ini saja --- konsensus ini dapat dicapai oleh mayoritas negara-negara di seluruh dunia, bahkan dengan Uni Eropa.

Bagaimana dengan sektor keamanan? Ketiga negara memegang panji-panji kontraterorisme dan memerangi terorisme yang tinggi, yang sesuai dengan tren dunia. Ini berarti bahwa mereka memegang landasan moral yang tinggi, dan di bawah panji-panji memerangi terorisme ini, tidak ada yang dapat mencaci-maki mereka karena terlibat dalam kerja sama keamanan.

Juga, kerja sama keamanan ini tidak hanya memperkuat hubungan antara mereka bertiga, itu juga akan menjalin kerjasama baru dengan negara lain.

Berdasarkan situasi saat ini, AS adalah target penyatuan Rusia, Turki dan Iran, tetapi bahkan ketika mereka menekan AS untuk mengakhiri sanksi dan berharap untuk membuka dialog dengan AS atau memiliki suara yang lebih kuat dalam pembicaraan mereka dengan AS, tidak dapat disangkal bahwa sanksi sepihak AS membuat kelompok taktis Rusia, Turki dan Iran tumbuh lebih kuat, dan membuat kelompok ini memainkan peran penting yang semakin meningkat dalam menghalangi agenda kebijakan Timur Tengah AS.

Beberapa ahli percaya bahwa meskipun sanksi AS telah mengakumulasi beberapa tekanan, pada akhirnya, penyelesaian masalah hanya dengan melalui dialog damai baru akan berarti; tekanan maksimum, kebijakan yang tidak memuaskan, pasti tidak akan menyelesaikan masalah ini, tetapi malah akan menyebabkan mereka tumbuh lebih buruk.

Semoga hal ini bisa disadari semua pihak yang terlibat, agar dunia akan menjadi lebih damai dan tidak membawa rakyat jelata dalam kesengsaraan....

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

astronautix.com
spacenews.com
cnbc.com
timesofisrael.com
yenisafak.com
dw.com
themoscowtimes.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun