Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bisakah Rusia dan AS Berbaikan?

8 Januari 2018   19:15 Diperbarui: 8 Januari 2018   19:23 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ilustrasi dari CCTV China

Kita sebagai warga biasa yang cinta ketenangan pasti mendambakan dunia damai, tentram dan sejahtera, dengan tanpa adanya peperangan di dunia. Kita juga menyadari dan telah melihat peperangan telah membawa kesengsaraan bagi umat manusia sepanjang sejarah manusia.

Demikian juga konflik kekuatan utama dunia juga akan berdampak pada situasi dunia yang dikahwatirkan akan menjurus ke suatu peperangan.  Pada 15 Desember 2017, penulis pernah memposting tentang: (Pasang Surut Perseteruan AS-Rusia Berdampak pada Situasi Dunia ).

Pada 9 Desember 2017, Jeff Daniel dari Think-tank Rand, AS melaporkan:

  • Militer AS "perlu berupaya lebih baik" untuk mengalahkan lawan.
  • Kemampuan Rusia dan Tiongkok telah maju sedemikian rupa sehingga dalam situasi tertentu mereka bisa memiliki keunggulan militer atas pasukan A.S.
  • AS diminta untuk berinvestasi berkelanjutan lagi untuk memajukan kamampuan dan keunggulan militer tertentu.
  • Rand mengatakan AS  menghadapi ancaman nuklir dan rudal dari Korea Utara yang Washington dan sekutunya di Asia "tidak memiliki jawaban yang memuaskan."
  • Rand menyimpulkan saat ini NATO tidak dapat mempertahankan negara-negara Baltikmelawan serangan Rusia.

Demikian pula, Rand mengatakan bahwa Tiongkok sekarang memiliki senjata dan kemampuan yang akan membuat sulit bagi A.S. untuk menang dalam pertempuran untuk mempertahankan Taiwan melawan Beijing yang berpotensi merebut kembali republik pulau yang memisahkan diri.

Rand memberi analisis bahwa Beijing memiliki rudal balistik anti-kapal dengan jarak tempuh hingga 2.500 mil yang dikenal sebagai rudal "pembunuh kapal induk", yang berpotensi mengancam kapal induk A.S. yang digunakan untuk melindungi Taiwan.

Tiongkok dan Rusia telah menjalin kerjasama militer untuk mempertahankan ancaman serangan AS. (baca: Sepak Terjang AS untuk Menjual Arsenal Pertahanan Udara & Melihat Perkembangan Alutsista PLA untuk menangkal Musuh dan pertahanan Negara ).

Upaya Tiongkok Untuk Mempertahankan Taiwan

Untuk memperingatkan Taiwan untuk tidak memisahkan diri dari RRT, pada awal Januari ini PLA mengadakan latihan militer besar-besaran di seluruh negeri seperti pada siaran video berikut ini.

Presiden Tiongkok Xi Jinping dihadapan 7.000 pasukan tersebut mengatakan pada saat negara tersebut memulai babak baru pelatihan di provinsi Hebei, di luar Beijing. Xi menekankan pentingnya latihan tempur dan memenangkan perang.

Perseteruan AS-Rusia

Pada 7 Juli 2017, Jack Maidment dari "The Telegraph" Inggris melaporkan kini perkembangan hubungan AS-Rusia menjadi "paling berhabaya" sejak Perang Dingin berakhir, kata mantan duta besar Inggris Sir tony Brenton, mantan Dubes Inggris untuk Moskow antara tahun 2004 s/d 2008.

Melihat kembali pada 2017, Suriah menarik banyak perhatian sebagai ajang kontes Timur Tengah antara AS dan Rusia.

Dan pada akhir tahun 2017, terjadi kembali peristiwa tegang di Ukraina timur yang menjadi berita utama media global. Masalah Ukraina ini,  Rusia menganggap AS telah menginjak "garis merah" Rusia. Jadi, seperti apa "garis merah" ini? Setelah melewati garis merah ini, kontes macam apa yang akan terjadi antara AS dan Rusia? Dan variabel apa yang akan terjadi dengan situasi Ukraina? Hal ini yang telah menjadi pertanyaan dan perhatian dunia luar.

Pada 28 Desember 2017, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heater Nauert mengatakan bahwa mereka menyambut pertukaran tahanan antara pemerintah Ukraina dan militan di bagian timur Ukraina pada tanggal 27 Desember 2017.

Pada hari itu, kedua belah pihak Rusia dan Ukraina melakukan pertukaran tahanan terbesar sejak konflik dimulai---pemerintah Ukraina menukar 238 orang untuk mendapatkan 74 orang.

Tindakan ini tampaknya oleh AS dianggap satu sinyal perdamaian ke dunia luar, namun beberapa hari sebelumnya, perilaku AS sepenuhnya bertentangan dengan perdamaian dan gencatan senjata.

Pada 22 Desember 2017, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa AS telah memutuskan untuk menyediakan Ukraina dengan peralatan militer senilai 47 juta USD, termasuk 210 rudal anti-tank, dan 35 peluncur rudal untuk memperkuat kemampuan pertahanannya.

Ini bukan pertama kalinya AS memberikan bantuan ke Ukraina, tapi kali ini tidak seperti sebelumnya, ini kali Rusia sangat keras menentangnya.

Pada 23 Desember 2017, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan bahwa keputusan AS untuk secara langsung menjual senjata destruktif ke Ukraina adalah tindakan yang "melewati garis merah," dan bahwa Rusia tidak akan acuh tak acuh terhadap ini.

Ini adalah reaksi terkeras Rusia terhadap tindakan AS dalam masalah ini sejak pecahnya perang sipil di Ukraina timur.

Jadi, mengapa Rusia menjadi sangat tidak senang dan keras bereaksi atas kesepakatan senjata ini oleh AS? Apa keampuan senjata-senjata ini yang AS sebut "defensif" dan Rusia menyebut "destruktif"?

Sumber: army-technology.com + ASDNews
Sumber: army-technology.com + ASDNews
Menurut ahli dan pengamat militer senjata yang dijual kali ini adalah rudal Javelin meskipun rudal ini disebut "senjata defensif anti-tank", namun senjata ini dapat digunakan untuk menyerang bunker, karena rudal ini dapat menyerang dari atas dan menembak dengan jitu, dapat juga menyerang helikopter yang terbang rendah. Dapat juga menyerang penembak jitu atau sniper yang bersembunyi di parit.

Dapat dikatakan tidak ada senjata murni defensif. Itu tergantung pada apa tujuan pihak yang menggunakan senjata ini. Dan rudal inilah yang digunakan oleh kelompok ekstremis Suriah untuk menyerang konsulat Rusia di Damaskus, jadi meskipun diberi nama senjata defensif, namun senjata ini benar-benar senjata yang sangat mematikan.

Apa yang dunia luar tidak mengerti adalah bahwa pada saat pemerintahan Barack Obama, ketika situasi di Ukraina timur menjadi krisis, AS membatasi diri mengajukan jatah untuk menyediakan peralatan pada pasukan yang terisolasi, untuk kendaraan, alat pengintai, perlengkapan senjata lainnya serta instrumen non senjata lainnya. Jadi, pertimbangan macam apa yang telah dipilih AS untuk memberikan senjata mematikan ke Ukraina pada saat ini?

Pengamat dan analis memperkirkan kali ini terutama berkaitan dengan "National Defense Authorization Act for 2018" (Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional  untuk tahun 2018), tindakan ini menyediakan dukungan kepada negara-negara seperti Ukraina. Sebenarnya, selama pemerintahan Barack Obama, mereka selalu mempertimbangkan untuk menyediakan sistem senjata, termasuk rudal Javelin (anti-tank) ke Ukraina, namun usulan ini banyak ditentang oleh banyak anggota NATO Eropa, sehingga tidak pernah menjual senjata yang mematikan tersebut ke kawasan ini.

Jadi ini berarti kebijakan Trump pada dasarnya sudah ditetapkan. Apa pun 210 sistem anti-tank ini tidak dapat mengubah ketertinggalan militer Ukraina di kawasan ini. Namun lebih mencerminkan kebijakan AS atas Ukraina telah berubah, dan mungkin mendorong sekutu AS untuk meningkatkan penjualan alutsista militer mereka kepada Ukraina termasuk senjata yang mematikan sekalipun. Misalnya, Inggris, Polandia, Hungaria dan negara-negara lainnya, untuk meningkatkan dukungannya kepada Ukraina mengikuti jejak AS.

Salah satu aspek mengapa keadaan perang antara pasukan militer Ukraina dan milisi di wilayah timur Ukraina saat ini menjadi seperti mengalami jalan buntu karena mengalami deadlock antara mereka. Jadi, jika senjata mematikan yang disediakan oleh AS digunakan oleh militer Ukraina, variabel macam apa yang akan membawa situasi perang di Ukraina timur? Pertanyaan ini mengoda para pengamat luar untuk mengetahui lebih lanjut.

Menurut pengamat, pasukan militan di Ukraina timur kira-kira setara kuatnya dengan seluruh militer Ukraina, sekitar 12.000 sampai 180.000 orang. Dan senjata yang mereka gunakan bahkan lebih maju dan mematikan daripada militer Ukraina.

Pasukan militan di bagian timur Ukraina memiliki lebih dari 1.100 tank, kendaraan lapis baja, dan artileri self-propelled. Untuk waktu yang lama, pasukan lapis baja ini telah menimbulkan ancaman bagi militer Ukraina. Pengimporan "sistem Javelin" ini harus dapat meningkatkan kekuatan yang dimiliki militer Ukraina dalam pertarungan mereka dengan militan di Ukraina timur, dan mungkin akan membawa perubahan substansial pada garis pertempuran dalam situasi perang di kawasan ini.

Jadi peran AS dalam isu Ukaina ini bukanlah menjadi mediator, melainkan sebagai pengipas bara api perang.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa AS memainkan peran penting dalam kudeta di Ukraina beberapa tahun yang lalu, dan sekarang sekali lagi mencoba untuk mendorong negara ini menuju babak baru dalam konflik berdarah. Dia percaya bahwa seruan Rusia dan harapan agar AS menangani masalah Ukraina dengan benar akan sia-sia, karena "kebijakan anti-Rusia mereka (AS) telah menutup mata mereka."

Dengan situasi yang demikian, tindakan pembalasan seperti apa yang akan dilakukan Rusia dalam situasi seperti ini?

Analis melihat Rusia akan melawan di dua medan perang---satu akan diplomatis, dalam hal ini akan mengeluarkan serangkaian pernyataan yang sangat menentangnya atau membuat pernyataan semacam ini. Hal demikian yang selalu dilakukan Rusia.

Yang kedua adalah mengirim lebih banyak "bayangan", lebih banyak tentara ke Ukraina timur, dan bahkan menyediakan sejumlah besar tank, kendaraan lapis baja, peralatan, senjata api, dan amunisi. Jadi di medan perang ini, Rusia justru akan meningkatkan dukungannya terhadap militan di bagian timur Ukraina.

Hal diatas ini akan tak terelakkan. Pangamat masih ingat pada tahun 2014, ketika gerilyawan lokal menyerang kantor polisi, gerakan taktis yang mereka lakukan bukanlah gerakan taktis yang dapat dilakukan oleh warga sipil biasa. Mereka menggunakan metode dan senjata yang digunakan tentara, dan formasi tempur bolak-balik. Mereka sepenuhnya menunjukkan kinerja tentara profesional resmi.

Sekarang banyak orang bisa menebak, termasuk Ukraina, yang terus-menerus menuduh Putin benar-benar mengirim sejumlah besar bala bantuan. Jadi pertentangan ini menjadi meningkat yang kemungkinan perselisihan akan semakin meningkat.

Kesepakatan senjata oleh AS ini berhasil mengalihkan perhatian dunia dari Suriah kembali ke Ukraina. Pada kenyataannya, sementara ketika apa yang telah terjadi di Suriah, sebenarnya konflik di Ukraina timur tidak pernah berhenti untuk satu hari sekalipun.

Krisis Ukraina nampaknya merupakan perjuangan antara pasukan militan yang didukung Rusia dan pemerintah Kiev, namun sebenarnya, ini adalah pertarungan antara ekspansi NATO ke timur dan oposisi Rusia terhadap hal itu.

Itu adalah pertarungan "de-Russifikasi" (de-Russification) Barat dan perluasan "Russifikasi" Rusia. Karena itulah, krisis ini diyakini tidak akan terselesaikan dalam waktu pendek.

"Persiapan Untuk Perang Dunia III?"  

Pada 24  Desember 2017, "Daily Express" yang berbasis di Inggris menerbitkan sebuah artikel dengan judul ini, telah menjadi perhatian banyak orang. Hari itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg secara proaktif mengatakan kepada media bahwa kapal selam Rusia semakin aktif di Laut Mediterania dan perairan Lautan Atlantik, dan aktifnya sama seperti pada masa Perang Dingin.

Ini merupakan untuk pertama kalinya mengungkapkan pendapatnya tentang kapal selam Rusia ke media dalam beberapa tahun terakhir.

"Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ)" dalam sebuah wawancara mengatakan, Jens Stoltenberg mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah menginvestasikan sejumlah besar sumber daya untuk membangun angkatan lautnya, terutama armada kapal selamnya, dan antara tahun 2014 hingga sekarang, telah menempatkan 13 kapal selam baru untuk beroperasi.

Tampaknya itu benar. Dimulai sejak krisis Ukraina pada tahun 2014, kapal selam Rusia telah sangat aktif di Laut Baltik, Laut Hitam, dan Laut Mediterania, dan kapal selam penyerang nuklirnya pernah diposisikan diam-diam di dekat Skotlandia. Disana ada sebuah basis kapal selam rudal balistik Inggris di Faslane Bay, Skotlandia barat.

Kapal selam penyerang Rusia datang ke kawasan ini dan memata-matai pangkalan ini. Kapan pun sebuah kapal selam rudal balistik keluar, maka akan diikuti oleh kapal selam nuklir. Dan kapal selam konvensional Rusia juga telah dikirim ke perairan sekitar Swedia. Swedia bukan anggota NATO, tapi mereka adalah mitra keamanan NATO.

Selama NATO belum mendeplotasi pasukan anti-kapal selamnya ke Swedia. Swedia terpaksa meminta NATO untuk menggunakan pesawat patroli anti-kapal selam untuk membantu mencari kapal selam Rusia yang telah memasuki perairannya.

Selama pada puncak Perang Dingin, Rusia mempertahankan cabang angkatan lautnya di Laut Mediterania. Cabang kekuatan bawah laut ini terdiri dari kira-kira 12 sampai 18 kapal selam bertenaga nuklir, baik kapal selam konvensional maupun kapal selam bertenaga nuklir.

Saat ini, kapal selam Rusia sudah mulai mengembalikan pelayarannya ke perairan Eropa. Mereka belum merestorasi pelayaran kapal selamnya secara global seperti sebelumnya. Dengan berangsur pulihnya kekuatan angkatan laut Rusia, pengamat dan analis percaya bahwa pelayaran kapal selam Rusia di kawasan ini akan diperkuat.

The "Washington Post" mengungkapkan bahwa NATO saat ini sangat gelisah oleh aktivitas kapal selam Rusia.  Saat ini, terdapat celah dalam angkatan laut NATO, hal ini terutama karena setelah Perang Dingin berakhir, NATO mengurangi kekuatan angkatan lautnya, terutama kemampuan anti-kapal selamnya.

Karena itulah, NATO berencana untuk membangun kembali cabang komando yang ditutup setelah Perang Dingin dan membentuk komando logistik Eropa yang baru dan Komando Atlantik.

Pada kenyataannya, sekaligus membangun dua komando. Salah satunya adalah Komando Atlantik, yang sebenarnya merupakan komando anti-kapal selam. komando ini memiliki kapasitas tempur yang sangat spesifik yaitu khusus ditujukan untuk kapal selam Rusia.

Komando lainnya tampaknya merupakan komando logistik yang akan dibangun di Spanyol. Pada kenyataannya, Eropa terbagi menjadi beberapa kawasan. Salah satunya adalah "Eropa lama," yang merupakan Eropa Barat---negara-negara ini bisa menjadi basis pendukung tempur penting bagi ekspansi masa depan NATO ke arah timur, jadi ini adalah komando logistik.

Dengan dibentuknya komando-komando ini, sebenarnya menunjukkan NATO sudah siap untuk perang, NATO sudah menseting mati untuk memandang Rusia dan militer Rusia sebagai musuh utamanya. Ini menggambarkan perubahan dalam rencana tempur NATO, dan menunjukkan arahan barunya dalam mempersiapkan perang.

Sejak krisis Ukraina pada tahun 2014, NATO dan militer Rusia mengalami kebuntuan di Eropa Tengah dan Timur terus memburuk. Dan AS sebagai pemimpin sejati dan inti NATO, selalu mendukung keputusan NATO dengan tindakan nyata.

Menurut kenyataan, Kantor Berita Rusia TASS mengumumkan pada awal November 2017, bahwa Kongres AS telah sepakat untuk mengalokasikan sekitar 4,6 miliar USD untuk "melawan Rusia di Eropa." Alokasi ini akan digunakan untuk menerapkan "rencana untuk menekan Rusia" di Eropa .

Rencana ini termasuk menyediakan Ukraina dana 350 juta USD untuk dukungan militer, dan menginvestasikan 100 juta USD untuk memperkuat kemampuan defensif negara-negara Baltik.

Dari sini kita bisa melihat AS ingin mengubah situasi superior dan inferior dari kebuntuan di kawasan ini?

NATO memiliki keunggulan militer secara keseluruhan atas Rusia, namun di Eropa Timur dan di kawasan dengan Ukraina sebagai porosnya, Rusia telah membentuk sebuah keunggulan militer yang kuat---proporsi pasukan di wilayah ini adalah 400.00 banding 100.000. Rusia memiliki 400.000, dan pasukan lapis baja utamanya ditempatkan di kawasan ini, sehingga negara-negara Baltik yang berada di "garis depan" NATO-Polandia, Hungaria, Republik Ceko, Slowakia, Rumania dan Bulgaria merasakan mendapat tekanan yang luar biasa.

Selama Perang Dingin dulu, Rusia tidak memiliki keunggulan besar di kawasan ini. Keunggulan Rusia terutama mengandalkan kekuatan nuklir untuk menjaga keseimbangan, tapi saat ini, di Eropa Timur, pengamat percaya bahwa Rusia memiliki keunggulan dalam kekuatan konvensional.

Keunggulan ini tidak bisa diubah hanya dengan menjual beberapa sistem senjata ke kawasan ini saja.

Dapat dikatakan, "masing-masing telah mengasah belati" ini telah menjadi keadaan normal antara NATO dan Rusia di kawasan ini. Pertanyaannya apakah suasana normal dan menegangkan ini akan menghasilkan perlombaan senjata baru?

Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan: "Rusia akan menjamin keamanannya sendiri, dan tidak akan mengorbankan ekonominya untuk ikut serta dalam perlombaan senjata."

Pada Konferensi Pers Utama Rusia ke-13 yang diselenggarakan pada tanggal 14 Desember tahun lalu, Vladimir Putin dengan jelas menyatakan bahwa Rusia tidak akan ambil bagian dalam perlombaan senjata apapun.

Memang ada banyak kondisi yang dibutuhkan untuk membentuk perlombaan senjata yang sesungguhnya. Misalnya, kedua belah pihak harus mengikuti kontes satu lawan satu. Ketika sampai pada perlombaan senjata selama Perang Dingin, aspek yang lebih besar dapat dikatakan antara senjata nuklir---jika Anda memiliki 20.000 hulu ledak nuklir, maka saya harus memiliki lebih dari itu. Jika Anda memiliki Mig-21, saya harus punya F-16. Jika Anda memiliki tank T-72, maka saya harus memiliki tank tempur utama M1A1.

Tapi kondisi itu sudah tidak ada sekarang. Salah satu alasannya adalah tidak cukup uang, maksudnya tidak ada yang punya uang untuk melibatkan diri dalam perlombaan senjata sekarang.

Yang kedua, banyak pengamat yang merasa itu tidak lagi perlu. Karena sekarang, kemungkinan konflik frontal antara kekuatan utama semakin berkembang dan berlanjutan. Lagi pula, jika negara berkekuatan nuklir benar-benar menjadi konflik, itu tidak bisa menjadi konflik militer sederhana.

Strategi Rusia Dalam Menghadapi Tekanan AS dan NATO

Saat ini, strategi Rusia melawan NATO adalah dengan penangkalan asimetris tingkat rendah. NATO memiliki kapal permukaan yang lebih kuat, maka Rusia akan melakukan ancaman dengan menggunakan kapal selam di bawah air.

Jika NATO memiliki kekuatan udara yang lebih kuat, maka Rusia akan menggunakan rudal balistik, rudal balistik "Iskander" untuk menimbulkan ancaman. Begitu ada pihak yang mengatakan bahwa pihaknya mengembangkan sautu senjata baru, maka pihak lain akan segera mengembangkan sebuah sistem untuk menekan atau menangkal senjata itu.

Rusia memilih cara ini untuk perlombaan dan persaingan senjata. Namun dapat dikatakan mereka berlomba untuk menjadi lebih dari pihak lawannya.

Setelah Uni Soviet bubar, ekonomi nasional Rusia dan kekuatan militer mendapat pukulan besar. Dengan ancaman dari ekspansi NATO ke timur, militer Rusia memikirkan "respons asimetris" secara bertahap didirikan.

Pemikiran militer semacam ini menekankan penggunaan keuntungan asimetris lokal untuk melawan dan mengatasi lawan yang lebih kuat, pada umumnya cara ini digunakan bila pihaknya lebih lemah.

Rusia dalam situasi ini pada umumnya lebih lemah, dan menggunakan keunggulan lokalnya di Suriah untuk meraih kesuksesan yang tidak dapat diprediksi oleh Barat.

Rusia tidak hanya mencapai semua tujuan utama yang ada di Suriah, namun juga pada dasarnya memperbaiki situasi yang dihadapi oleh Bashar al-Assad yang tadinya sudah tanpa harapan lagi.

Pada 11 Desember 2107, Putin mengunjungi Suriah untuk pertama kalinya, dan memerintahkan agar militer Rusia mundur dari Suriah. Media asing mengatakan bahwa berita ini sangat tiba-tiba seperti ketika Rusia tiba-tiba mengirim pasukan ke Suriah beberapa tahun yang lalu.

Namun pada kenyataannya, langkah Rusia ini didukung atas pemikiran dan pertimbangan yang sangat mendalam. Sesunguhnya yang ditarik Rusia keluar dari Suriah adalah kekuatan militer Rusia di Suriah yang telah mengambil bagian dalam memerangi angkatan bersenjata ekstremis, namun dua basis permanen, Pangkalan Angkatan Laut Tartus dan Pangkalan Udara Khmeimim masih beroperasi secara normal.

Pengamat dan analis berpandangan, bahwa itu bukanlah masalah penarikan pasukan, ini sebenarnya adalah penyesuaian kekuatan. Di masa lalu, kontraterorisme membutuhkan tentara, senjata, dan beberapa cabang militer. Sekarang tidak membutuhkannya lagi. Tapi sekarang, pihaknya telah memindahkan pasukan dan senjata lain berdasarkan kebutuhan negara ke medan perang dan kawasan. Kita mungkin mengatakan itu menarik pasukan, tapi sebanarnya adalah "memindahkan pasukan" akan lebih tepat.

Sumber: Ilustrasi dari CCTV China
Sumber: Ilustrasi dari CCTV China
Rusia saat ini memiliki empat armada, Armada Utara, Armada Pasifik, Armada Laut Hitam, dan Armada Baltik. Distribusi kekuatan angkatan laut Rusia terutama kuat di utara dan timur, dan lemah di selatan dan barat.

Dan tekanan strategis dan militer yang dihadapi Rusia setelah Perang Dingin difokuskan di barat, dengan adanya perluasan NATO ke timur.

Namun, di barat daya, Rusia hanya memiliki pangkalan di Laut Hitam untuk menghadapi angkatan laut NATO. Jika anggota NATO Turki menghalangi selat Bosphorus, maka angkatan laut Rusia akan kehilangan jalurnya ke barat dan ke selatan.

Ekspansi pelabuhan di Tartus dan pembentukan pasukan konvensional akan memperbaiki ketidak-seimbangan struktural jangka panjang angkatan laut Rusia dan terutama memperkuat dan membebaskan mobilitas angkatan laut dan kapasitas penyerangannya ke arah barat daya.

Dengan perluasan dan peningkatan pelabuhan Tartus, Rusia dapat memperluas Armada Laut Mediterania yang relatif besar, dan akan menjadi penghalang terhadap NATO di Eropa Tenggara dan Balkan dengan berkoordinasi dengan Armada Laut Hitam dari jauh, dan membentuk tekanan militer di Eropa selatan dan sampai dekat Eropa Barat Daya.

Ke arah selatan, bisa melewati Terusan Suez dan Laut Merah untuk dengan mudah memasuki Samudra Hindia di selatan, dan bahkan Samudera Pasifik bagian selatan. Di sebelah barat dapat memasuki Samudra Atlantik yang luas melalui Selat Gibratal, dan bergabung dengan Armada Utara untuk menangkal kekuatan sayap barat dari Eropa barat.

Strategi penyerangan semacam ini akan secara efektif membentuk penjepit di sekitar NATO yang  terus berkembang ke timur dan selatan, memaksa Barat untuk membuat konsesi, terutama ketika menyangkut masalah Ukraina.

Pada saat paling awal, karena Ukraina telah menjadi medan perang bagi permainan kedua pihak karena intrik. Rusia mengalami sanksi dari Barat karena krisis Ukraina, dan Barat memotong semua hubungannya dengan alasan hal itu. Pada saat itulah Rusia baru kemudian memilih untuk memobilisasi pasukan ke Suriah.

Mobilisasi pasukan ke Suriah untuk melindungi kepentingan strategisnya di kawasan ini, namun lebih untuk menghilangkan tekanan politik, ekonomi, dan keamanan yang dilakukan Barat karena krisis Ukraina. Itu adalah pilihan yang dibuat untuk meringankan situasi tegang di kawasan ini dan mengubah situasi yang merugikan di kawasan ini.

Pada kenyataannya, perhatian dunia diarahkan ke Suriah, namun krisis Ukraina masih tetap ada. Dan kebakaran perang di Ukraina timur tidak pernah padam sehari pun.

Dalam dua setengah bulan terakhir, dalam garis pertempuran, dan garis gencatan senjata antara milisi dan militer di Ukraina timur, artileri terus berlanjut. Kedua belah pihak saling mengutuk satu sama lain. Pada tahun lalu, dibandingkan dengan jumlah korban pada tahun 2015 dan 2016, jumlah korban jiwa telah mencapai setengah dari jumlah korban pada tahun 2015. Dan setelah lebih dari setengah tahun istirahat, konflik kedua sisi telah "menarik napas" lagi, dan sekarang mencabut senjata mereka lagi.

Mereka kedua belah pihak percaya bahwa masing-masing memiliki kekuatan untuk mengalahkan musuh mereka, jadi terjadilah baku tembak konstan dan tembakan artileri. Pengamat pikir setelah melewati musim dingin yang keras, dan saat musim semi tiba, jika tidak ada mekanisme pengawasan yang efektif, maka kawasan ini mungkin akan mengalami konflik berskala besar.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan pada awal Desember tahun lalu dalam pertemuan para menteri luar negeri OSCE mengatakan: "Kami telah jelas sejak awal, kita harus menyelesaikan masalah Ukraina. Ini telah menjadi hambatan terbesar bagi kita untuk menormalisasi hubungan dengan Rusia."

Namun  kenyataannya, walaupun  tanpa ada masalah Ukraina, tidak akan mudah untuk menormalisasi hubungan AS-Rusia. Sudah sejak lama ini terjadi, tapi apa yang telah menyebabkan kedua negara selalu berselisih? Ke arah mana hubungan masa depan mereka?

Pada 18 Desember 2017, Presiden AS Donald Trump merilis laporan "Strategi Keamanan Nasional" pertama setelah dia menjabat presiden. Laporan strategi keamanan nasional AS menyebutkan Rusia sebanyak 25 kali, yang sebagian besar merupakan kutukan terhadap Rusia, antara lain : "Rusia menantang kekuatan Amerika." ; "Rusia sedang mengembangkan senjata canggih." ; "Rusia mengganggu urusan politik dalam negeri di negara-negara di seluruh dunia." ;  "Rusia mulai menegaskan kembali pengaruhnya secara global." ; "Rusia mengintimidasi tetangganya."

Strategi Keamanan Nasional AS ini menggambarkan Rusia sebagai "orang jahat" di panggung dunia, dan ambisi Rusia sebagai salah satu ancaman terbesar yang dihadapi AS.

Namun "Financial Times" yang berbasis di Inggris mengatakan secara terus terang bahwa strategi barunya AS tidak sesuai dengan kata-kata hangat yang dilakukan Trump untuk Putin saat menyebutkannya.

Persahabatan pribadi Trump dan Putin telah lama tidak menjadi berita untuk beberapa waktu, seperti saling puji satu sama lain selama kampanye kepresidenan Trump lalu.

Pada bulan November 2017, keduanya bahkan bertemu dalam sebuah forum APEC di Vietnam, dan mengeluarkan sebuah pernyataan bersama.

Pengamat dan peneliti AS melihat hubungan Rusia-AS terdapat dua lapis. Satu lapisan adalah lapisan kepresidenan, lapisan personal. Pada kenyataannya, mereka berpikir bahwa Trump benar-benar berharap bisa memperbaiki hubungan pribadinya dengan Putin.

Karena bagi Trump, secara individu, terlepas dari apakah menyangkut keuntungan komersial, atau hubungan kekuatan utama, dia berharap dapat memperbaiki hubungannya dengan Rusia. Kita dapat melihat bahwa selama kampanyenya, dan setelah memasuki Gedung Putih, dia pergi menemui ahli strategi terkenal AS Dr. Henry Kissinger, dan Dr. Henry Kissinger berulang kali menyarankan agar dia meringankan hubungan dengan Rusia, karena jika secara bersamaan waktu menantang Tiongkok dan Rusia hanya mempercepat keluruhan AS.

Dan Putin memuji Trump juga. Beberapa hari sebelum AS menerbitkan laporan "Strategi Keamanan Nasional", Putin secara terbuka mengatakan bahwa dia berharap dapat menormalisasi hubungan dengan AS.

Putin mengatakan: "Saya berharap dia ingin memperbaiki hubungan dengan Rusia. Ini demi kepentingan kedua bangsa kita. Saya harap hubungan AS-Rusia bisa dinormalisasi, jadi kita bisa mengembangkan dan mengatasi krisis bersama."

Namun, hubungan AS-Rusia tidak hanya dipengaruhi oleh presiden mereka. Sentimen anti-Rusia berakar kuat pada jiwa rakyat Amerika. Sentimen semacam ini telah mencapai ketinggian baru yang memusingkan.

"The Boston Globe' yang berbasis di AS, melaporkan, "tapi di dunia politik AS, 'ancaman Rusia' masih banyak digunakan untuk spekulasi."

James Corney, Mantan Direktur FBI mengatakan: "Tentu saja (Rusia), menurut saya, ancaman terbesar dari bangsa manapun di bumi, mengingat niat dan kemampuan mereka."

Sama dengan opini publik di Rusia juga dipenuhi permusuhan terhadap AS. "Putin adalah satu-satunya yang bisa mengalahkan musuh Rusia." Ramzan Kadyrov Presiden Republik Chechnya.  "Musuh Rusia" yang dimaksud Kadyrov adalah AS. Mengenai hubungan Rusia-AS saat ini.

Komentar PM Rusia Dmitry Medvedev sangat mencengangkan, dengan mengatakan:  "Dan konflik struktural antara AS dan Rusia dapat dipastikan akan terus ada permusuhan antara mereka untuk waktu yang lama."

"Konflik struktural" antara Rusia dan AS terutama terfokus di Eropa. Rusia ingin memperluas pengaruhnya di Eropa, jadi untuk menghindari negara-negara Eropa menjadi takut terhadap Rusia, AS harus memberikan keamanan dan perlindungan kepada mereka. Ini adalah konflik struktural yang berlawanan.

Konflik struktural kedua adalah bahwa Rusia berharap dapat membangun empat ruang terpadu dengan Eropa: ruang politik dan keamanan terpadu, ruang ekonomi terpadu, ruang hukum terpadu, dan ruang pendidikan, budaya, dan teknologi terpadu.

Tetapi jika keempat ruang ini didirikan, ini berarti bahwa hubungan Rusia dengan negara-negara Eropa telah membaik secara fundamental, dan AS tidak ingin melihat itu terjadi.

Rusia dapat memperbaiki hubungannya dengan Uni Eropa, namun Rusia tidak dapat memperbaiki hubungannya dengan NATO.

"Tahun baru ini tidak dimiliki Washington." Ini adalah penafsiran dari "Kommersant" yang berbasis di Rusia pada bulan Desember tahun lalu dari laporan prediksi kebijakan luar negeri Rusia 2018 yang dikeluarkan oleh Rusia berjudul "Kebijakan Luar Negeri Rusia: Menuju 2018." Penulis laporan tersebut percaya bahwa tidak perlu berharap untuk memperbaiki hubungan antara Rusia dan Barat.

Dalam sebuah siaran dokumenter pada bulan Juni 2017, ketika ditanya apakah ada harapan agar hubungan Rusia-AS membaik, Putin mengatakan ini: "Selalu ada harapan, sampai mereka bersiap membawa kita ke kuburan."

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun