Kebimbangan dan Kegamangan AS
Dalam pidato di Uni Negara Presidensial (Presidential State of the Union) tahun ini, Barack Obama memperingatkan jika AS tidak bisa memimpin tatanan internasional, maka Tiongkok akan mengambil alih posisi ini. Munculnya AIIB merupakan pukulan yang tepat mengenai titik lemah orang Amerika. Maka dari anggapan demikian terhadap Tiongkok, reaksi AS dalam geopolitik mulai melakukan inisiatif untuk menahan/membendung Tiongkok.
Namun dengan sekutu AS seperti Inggris, Jerman, Prancis dan Italia “beralih sisi” , AS dipaksa untuk menyesuaikan sikapnya. Tapi semua orang bisa mengatakan bahwa AS merasa “tidak senang”. Lalu timbul pertanyaan : Mengapa AS bisa begitu ingin membendung AIIB ?
Haruskah AS bergabung dengan AIIB ? Berbagai pendapat yang berbeda muncul di AS. Pada 26 Maret 2015, di “Forum Boao for Asia” (BFA) di Hainan, Tiongkok. Leo Melame yang dipandang sebagai “Bapak Industri Berjangka Panjang Keuangan” (Father of Financial Futures Industry) mengatakan : total ekonomi Asia menyumbangkan setidaknya 1/3 dari ekonomi global, sesuatu yang mirip AIIB akan sangat diperlukan untuk menyediakan layanan, dan AS tidak bijaksana jika tidak bergabung dengan AIIB.
Jen Psaki, Spokesperson for US Departement of State/Juru bicara Dpeartemen Luar Negeri AS, mengatakan .... tapi tampaknya AS tidak setuju, kami belum membuat keputusan untuk bergabung, Kami percaya ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan investasi infrastruktur di seluruh dunia. Kami percaya lembaga multileateral baru harus menggabungkan standar tinggi masyarakat internasional kolektif yang telah dibangun di Bank Dunia dan Bank Pembangunan Daerah.
Awalnya, AS secara terbuka menyatakan bahwa karena Bank Dunia dan ADB sudah hadir di Asia, tidak dibutuhkan lagi AIIB harus ada. Saat ini, AS telah mengubah topik pembicaraanya lagi, dengan mengatakan keberadaan AIIB diperlukan, tetapi harus memasukkan “Standar yang tinggi”, “standar yang tinggi” ini telah terus menerus ditekankan oleh AS.
Josh Earnes, Press Secratary of White House, AS, mengatakan : “kami percaya setiap lembaga multilateral baru harus menggabungkan standar tinggi dengan komunitas interernasional yang telah dibangun secara kolektif di Bank Dunia, dan bank-bank pembangunan regional lainnya.”
Jen Psaki : “ Kami percaya, setiap lembaga multilateral baru harus menggabungkan standar tinggi.”
Damon Russel, Asisten Menlu AS untuk Asia Timur dan Pasifik, mengatakan : “Dibutuhkan, untuk titik awal , bagi bank pembangunan multilateral lainnya yang telah melakukan tata kelola selama beberapa dekade terakhir.”
Dimulai dari Oktober 2013, setelah Tiongkok mengumumkan pembentukan AIIB, AS menyatakan perasaan perlawanannya dan menentang sekutunya untuk bergabung. AS bersikap demikian karena kuatir AIIB akan menerapkan kriteria pinjaman yang lalai dalam bidang pemerintahan yang besih dan standar lingkungan.
Xiang Songzuo memberi komentar : “Saya pikir AS terlalu kuatir. Saya percaya standar yang ditetapkan oleh organisasi multilateral AIIB sesuai dengan konvensi internasional. Saat ini Tiongkok sangat menekankan perlindungan lingkungan, jadi jangan Anda pikir bahwa Tiongkok akan mendukung proyek-proyek yang merugikan lingkungan. Apakah Anda pikir Tiongkok mendukung proyek-proyek yang melibatkan terorisme atau pelanggar HAM bearat ? Anda pikir Tiongkok akan melakukannya? Dengan mengatakan hal ini, maksudnya agar beralasan untuk terus mengamati AIIB, dan jika standar AIIB sudah cocok, maka mereka bisa berpartisipasi di masa depan. Saya pikir dalam hal ini AS menempatkan diri tidak baik yang mencerminkan sikap hegemonik. AS tidak ingin negara lain untuk menyainginya, sehingga jika tidak menantang setidaknya melemahkan. AS tidak ingin orang lain untuk melemahkan aturan dan wewenang yang telah ditetapkan, jika dilakukan akan membuatnya marah.
Bank Dunia, IMF, WTO yang dipimpin AS bak seperti “kereta perang berkuda tiga” untuk ekonomi global. Kereta Tiga kuda ini menjadi tanggung jawab AS untuk dikendalikan kemana mereka harus pergi.
Presiden Bank Dunia selalu harus orang Amerika, dan Direktur IMF selalu milik orang Eropa. Presiden ADB selalu orang Jepang. Dalam organisasi Bank Dunia dan IMF keputusan penting memerlukan 85% suara untuk dinyatakan lulus, dimana kekuatan akun AS dihitung lebih dari 15%. Meskipun akun output Tiongkok 16% dari total dunia, tapi total hak suara Tiongkok hanya dinilai 3.8% di Bank Dunia.
Di ADB, Tiongkok merupakan negara investor terbesar ketiga di Bank ini, dengan total investasi 6.46%, tetapi hak suara hanya 5,47%, kurang dari setengah yang dimiliki AS dan Jepang.
Douglas H Paal, Vice presiden for studies at the Carnegie Endowment for International Peace, juga sebagai staf perencanaan kebijakan di Departemen Luar Negeri AS dan analis senior untuk CIA, di Kedubes Singapura dan Beijing, mengatakan: Kelemahan dari sistim saat ini adalah meskipun kita meliliki G20, hak suara di IMF tidak obyektif mencerminkan peningkatan kekuatan ekonomi dari beberapa negara.
Saat AS memimpin sistim Bretton Woods, AS adalah negara adidaya satu-satunya di dunia. Tentu saja negara-negara lain bergabung, tapi itu tidak diperbarui dengan munculnya Rusia, India, Tiongkok dan negara berkembang dinamis lainnya. Dengan berjalannya waktu, keberhasilan ekonomi negara-negara ini harus dicerminkan dalam hak suara di lembaga diminta untuk berkontribusi.
Meskipun pembentukan AIIB tidak berarti sebagai pengganti, tapi menyebabkan resistensi yang ekstrim dari AS. “The Australian Financial Review” memberitakan bahwa Menlu AS John Kerry pernah secara pribadi menghubungi PM Australia Tony Abbott, yang mengatakan kepadanya untuk “menjauh dari AIIB”. Banyak pejabat AS, termasuk Menkeu AS Jacob Lew telah mencoba untuk meyakinkan sekutu AS dibanyak kesempatan berbeda untuk berpikir dua kali sebelum bergabung dengan AIIB.
Douglas H Pall lebih lanjut mengatakan : Saya pikir mereka (AS) salah menmpatkan diri, yang menguatirkan Tiongkok akan menciptakan sebuah institusi yang akan menyebabkan atau mengelilingi sekitar Bank Dunia dan ADB (Bank Pembangunan Asia), bahkan untuk pimpinan Bank Dunia dan ADB yang selama ini dipimpin Jepang. Mereka mengatakan, ini hanya untuk mempermudah dimana kita (AS) bisa bermitra dengan Tiongkok, yang-mana kedua bank tersebut belum berinvestasi di bidang infrastruktur.
Asia sedang membutuhkan infrastruktur yang masif. Bersama-sama (negara-negara Asia) dapat memicu proyek. ADBdan Bank Dunia pernah melakukan R&D dan kajian pengalaman kemampuan yang akan menguntungkan ADB. Dan AIIB akan dapat mengumpulkan uang/dana untuk memulai programnya.
Menurut proyeksi dari ADB dalam lima tahun ke depan tuntutan investasi di bidang infrastruktur tahunan untuk kawasan Asia akan mencapai US$ 730 miliar. Sebagai contoh India saja, saat ini memiliki proyeksi 92.000 km jalan raya nasional diantaranya 1.000 km jalan tol, sedang Tiongkok proyeksi total rute jalan raya 60.300 km.
Pemerintah India pernah menyatakan dalam lima tahun ke depan, kesenjangan finansial di sektor infrastruktur akan mencapai trilliunan USD. Namun menurut Takehiko Nakao Presiden ADB, berdasarkan kemampuan keuangan mereka saat ini, ADB hanya bisa menyediakan US$ 13 miliar setiap tahun. Bahkan jika Bank Dunia dan AIIB digabung bersama tetap tidak mencukupi untuk mengisi kesenjangan ini. Jelas tidak ada yang bisa mengkonsumsi pasar yang luas sendirian.
( Bersambung ................ )
Sumber dan Referensi : Media TV dan Tulisan Dalam & Luar Negeri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H