Mohon tunggu...
Siti Makarti
Siti Makarti Mohon Tunggu... -

Asli Wonosobo, alumni FE UNAIR, mantan wanita karir. Dan sekarang ibu RT penggiat UMKM

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Antara Barang "Kreditan" dan "Biar Jelek Milik Pribadi"

16 Juli 2011   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:38 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biar jelek milik pribadi, stiker dengan tulisan semacam itu dulu banyak tertempel di Angkot jaman saya SMA (tahun '90-an). Dengan dihiasi karikatur yang norak dan sablonan yang "mlobor" disana-sini, stiker itu menjadi fokus perhatian para penumpang saat bengong di angkot.  Kalimat sederhana yang terdengar ndeso, sehingga sering dianggap hanya slogan belaka. Tapi setelah tahun-tahun berlalu, seiring dengan realita kehidupan jaman sekarang yang jauh melenceng dari slogan itu, saya jadi tertarik untuk membahasnya.

Hedonisme yang membelenggu masyarakat modern sekarang ini, sangat bertolak belakang dengan slogan itu. Iklan di TV dan radio, baliho di sepanjang jalan, dan iklan-iklan lainnya yang menyergap kita dari bangun tidur sampai mau tidur lagi telah mengkondisikan semangat konsumerisme, dan lambat laun telah menciptakan masyarakat hedonis yang memuja ke-benda-an dan keduniawian.

Makanya tidak salah juga, kalau masyarakat sekarang memiliki berjuta keinginan. Dari keinginan yang realistis, yang mudah didapat/dibeli. Sampai dengan keinginan yang tidak realistis, yang diluar jangkauan kemampuan financialnya. Dan parahnya, keinginan ini malah justru difasilitasi. Berbagai kemudahan kredit seperti jamur di musim hujan. Dari kredit barang bernilai ratusan juta, sampai dengan kredit panci bernilai puluhan ribu bisa dengan mudah kita dapatkan dengan jangkauan layanan dari kota besar sampai dengan pelosok desa.

Dan ..... slogan di stiker itu semakin menjauh dari kehidupan kita. Slogannya bukan lagi "Biar jelek milik pribadi" tapi "Biar kredit yang penting keren" hehehe

Sebernarnya sah-sah saja, membeli sesuatu dengan cara kredit. Tapi perlu adanya pendewasaan sikap dalam memilih barang yang perlu dikredit. Sebaiknya kredit hanya diperuntukkan untuk pengadaan barang-barang sangat dibutuhkan / barang primer. Yang apabila barang itu tidak ada akan sangat  mempengaruhi roda kehidupan seseorang. Sehingga parameter tiap-tiap orang berbeda-beda untuk menentukan klasifikasi primer, sekunder atau bahkan tersier.

Hidup damai adalah hidup yang tidak terlalu ngoyo, tidak pula terlalu banyak beban. Sudah terlalu banyak permasalahan dalam hidup ini, sehingga tidak perlu lagi ditambahi dengan masalah-masalah yang seharusnya tidak ada tapi menjadi ada karena kesalahan kita dalam mengambil keputusan. Hidup sederhana itu indah :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun