Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan memasuki usia ke-84 tahun. Dan, selama ini pula Bahasa Indonesia semakin memperlihatkan eksistensinya. Saya merasakan betapa Bahasa Indonesia sangat berpengaruh dalam pergaulan saya selama ini. Dimulai dari kegemaran saya blogging, saya melihat traffic source saya berasal dari seluruh Indonesia bahkan tidak jarang dari beberapa Negara asing. Betapa dahsyatnya Bahasa Indonesia. Saya yang seorang peranakan Jawa mampu membagi ilmu dari Sabang hingga Merauke, juga Pulau Nias hingga Pulau Rote. Bahkan sampai Negara tetangga di lima benua.
Kedahsyatan kedua yang saya rasakan adalah pada saat saya menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Kota Hujan. Bogor, yang notabene menggunakan Bahasa Sunda untuk kesehariannya, mampu menampung saya empat tahun lebih di sana. Juga, dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang sangat memuaskan. Pun, mendapatkan teman-teman yang luar biasa. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika tidak ada Bahasa Indonesia. Tentu, saya akan sangat merasa kesulitan untuk bertahan di Kota Sejuta Angkot itu. Tanpa Bahasa Indonesia, saya harus belajar bahasa daerah jika ingin berkunjung ke luar kota. Padahal, di Indonesia terdapat sekitar 700-an bahasa daerah. Bisakah Anda membayangkan jika tidak ada Bahasa Indonesia?
Masih ada lagi, saat itu saya mendapatkan kesempatan ke Thailand. Saat saya berkunjung ke pasar Chatuchak, saya bertemu dengan orang Thailand yang dulu pernah tinggal di Bali, sekitar 10 tahun yang lalu. Beliau masih sangat lancar berbahasa Indonesia bahkan lebih senang berkomunikasi dengan kami dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memang tidak lekang dimakan usia bukan? Pun tidak hilang karena territorial.
Kekaguman saya tidak berhenti sampai di situ. Keragaman bahasa dan budaya yang disatukan oleh Bahasa Indonesia tercermin di Kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Saat itu, saya ditugaskan untuk Kuliah Kerja Praktek (KKP) di sana selama tujuh minggu. Betapa indahnya Karimunjawa, bukan hanya karena alamnya yang masih sangat terjaga. Namun, juga keberagaman suku di sana. Saya merasa saya sedang keliling Indonesia jika memasuki perkampungan-perkampungan di sana. Kita akan menemukan suku Jawa, Bugis, Madura, Bajo, Mandar, Makassar, Buton, dan suku-suku lainnya. Jikalau bukan karena Bahasa Indonesia, tentunya saya tidak akan bisa berkomunikasi dengan baik yang tentunya berpengaruh pada laporan akhir kami. Dengan Bahasa Indonesia pula, persatuan dan kesatuan antar suku di Karimunjawa tetap terjalin.
Tidak sampai di sini kekaguman dan kedahsyatan yang saya rasakan. Masih di Karimunjawa, saya bertemu dengan Non-Governmental Organization (NGO) pecinta lingkungan yang terdiri dari warga Jerman, Spanyol, Perancis, dan Finlandia. Mereka membuat saya semakin mencintai Bahasa Indonesia. Iya, mereka sangat antusias belajar Bahasa Indonesia. Bahkan, warga Jerman tersebut lebih suka kami ajak berkomunikasi Bahasa Indonesia. Beliau sudah di Indonesia hampir 2 tahun. Kalau bukan karena beliau harus kuliah di Jerman, beliau lebih menginginkan tinggal di sini. Bagaimana sobat? Banggakah kalian dengan Bahasa Indonesia?
Sekali lagi saya terkagum-kagum oleh pesona Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, 16 November 2011 tepat pada saat ulang tahun Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) ke-66 tahun. Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman, menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berpeluang untuk menjadi bahasa internasional. Tren orang asing menggunakan Bahasa Indonesia ditambah dengan banyaknya bangsa Indonesia yang tinggal di luar negeri, membuat Bahasa Indonesia memang semakin mendunia. Belum lagi ukiran prestasi bangsa Indonesia di kancah internasional yang semakin harum namanya, memberikan nilai plus bagi bangsa dunia untuk melirik Indonesia. Bahkan, saat ini terdapat 150 Pusat Bahasa dan Kebudayaan Indonesia di 48 negara di seluruh dunia. Menakjubkan bukan?
Jika mereka, orang asing saja bangga berbahasa Indonesia. Seharusnya kita lebih memberikan apresiasi bahasa ibu kita, agar Ibu Pertiwi tak lagi bersusah hati. Belajar bahasa asing memang tidak salah, tetapi jangan sampai kita seperti kacang lupa kulitnya. Tetap jaga, cintai, dan gunakan Bahasa Indonesia. Gunakan bahasa asing sesuai porsinya. Semoga kita bisa menjadi bangsa yang bisa menghargai kekayaan bangsa sendiri, salah satunya Bahasa Indonesia. Kalau bukan kita? Siapa lagi! :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H