Malam ini, saat mencoba mengurai judul di atas, ada rasa yang entahlah menyusup diantara rasa rindu. Ada sesuatu yang terasa hilang gaungnya tertelan waktu. Gerakan mulia yang dicetuskan oleh (mantan) Mendikbud RI, Anies Baswedan seolah menjadi pertanda. Mungkin tak cukup sehari itu saja orang tua mengantarkan anaknya menuju sekolah.
Jalan menuju gapaian cita-cita anak-anak kita itu tak selalu ramai. Terkadang sepi, bahkan teramat lengang, sehingga anak kita pun menjadi gamang. Maka orang tualah yang akan siap membimbing tangan-tangan penuh harapan itu. Berbagi tanggung jawab mulai dari hal yang remeh. Hingga tanggung jawab untuk menuntaskan keinginan serta cita-cita yang ingin anak raih.
Ketika ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah adalah lebay, maka saya katakan, "Tidak!"
Ajakan baik, tentu dikandung maksud baik juga. Ajakan baik, tentu memiliki nilai-nilai luhur yang mungkin ada beberapa orang tua telah abai. Berpikir bahwa berangkat sekolah adalah sesuatu yang biasa. Tanpa diantar ke sekolah pun anak-anak dengan gagah berani menerobos kabut pagi, jalan berlubang dan berbatu, jembatan gantung, bahkan mengarungi sungai atau lebatnya hutan. Bukan itu teman. Tapi lebih ke sesuatu yang bersifat kesan mendalam, bahwa orang tua begitu peduli terhadap perjalanan menuju tempat mengais ilmu.
Sang anak akan mencatat bahwa bapak dan atau ibunya bangga dengan 'perjuangannya'. Bersekolah adalah sesuatu yang sangat penting, hingga orang tua harus menyisihkan waktu spesial untuk anaknya.
Mengantar ke Gerbang Pesantren
Di pesantren, kurikulum pelajaran berlaku 24 jam. Diawali jam 03.00 (pagi) saat bersiap untuk ibadah/shalat malam, hingga pukul 22.00 (malam) saat para santri beranjak ke peraduan. Maka tak heran, jika para santri ini menjalani liburan di rumah, hal pertama yang dilakukan adalah tidur panjang. Yups, tidur panjang adalah sesuatu yang bernilai 'mahal'.
Para santri dididik bukan untuk menjadi tukang tidur. Menyia-nyiakan waktu dengan berleha-leha atau mempermainkan waktu dengan mubazir. Sebagaimana juga di pesantren anak-anak kami di sebuah desa dekat dengan Candi Boko, Prambanan, Sleman. Ketika waktu pagi hingga siang dipenuhi dengan pelajaran umum dan keagamaan, sore dan malamnya pun diteruskan dengan pelajaran khusus keagamaan. Maka tak heran, saat pelajaran berlangsung, ada sebagian santri yang tertidur.
Lalu marahkah ustaz/ustazah saat santrinya tertidur? Tentu saja tidak. Bahkan terkadang menjadi bahan candaan. Karena bisa dipastikan, malamnya mereka hanya gunakan waktu tidur tak lebih dari tiga jam.
Maklumlah, selain bersekolah dengan pelajaran umum dan keagamaan, para santri juga dituntut memiliki kemampuan lebih dalam kegiatan ekstra kurikuler dan organisasi kesantrian. Lewat seruang aktivitas ekstra dan organisasi inilah kemampuan kepemimpinan serta kreativitas mereka akan terasah.