[caption id="attachment_378684" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi angkutan umum di Jakarta. (Kompas.com/Agus Susanto)"][/caption]
Alasan sederhana saya tidak naik angkutan umum ada dua: lama dan mahal.
Untuk ongkos yang saya keluarkan per harinya, apabila naik angkot, dan ini situasi sebelum BBM naik, jelas lebih mahal daripada saya naik motor. Kebetulan, saya commute dari daerah pinggiran kota, dan bekerja di daerah Jakarta ring 1 setiap harinya.
Ilustrasi kalau berangkat dari rumah, saya naik angkot ke daerah terdekat untuk naik Metro Mini, sudah menghabiskan Rp 3,500. Lalu, dari situ, saya naik Metro Mini ke terminal Blok M sebesar Rp 2,000. Terus, dari Blok M saya naik bus Trans Jakarta, keluar duit Rp 3,500. Turun di halte BI, masih naik Kopaja lagi sebesar 2,000. Total pengeluaran Rp 11,000. Itu baru berangkat. Pergi-pulang jadinya Rp 22,000.
Dengan uang sebesar itu, kalau saya naik motor, bisa pergi-pulang dari rumah ke kantor untuk 3 hari lebih. Itu baru itung-itungan pengeluaran uang. Untuk pengeluaran waktu, tentu saja naik motor mempersingkat waktu hingga dua kali lipatnya. Untuk berangkat ke kantor dengan angkutan umum, bisa memakan waktu 3 jam. Sedangkan, naik motor bisa 1 jam 10 menit. Atau, separah-parahnya macet, paling 1 jam 30 menit. Jelas lebih cepat.
Jadi, atas alasan tersebut, lebih murah dan lebih cepat, maka saya lebih prefer naik motor.
Ada alasan lain yang membuat saya tidak suka naik angkutan umum.
Ibu-ibu yang Duduk di Pintu Angkot
Kalau Anda pernah naik angkot, tentu tahu betapa kecilnya ukuran kendaraan ini. Umumnya, di daerah saya, kendaraan ini adalah S*zuki Carry. Dari dulu belum ada yang berubah, walau di daerah lain angkot sudah ada yang menggunakan S*zuki APV atau juga D*ihatsu Granmax yang ukurannya lebih besar.
Pada dasarnya sih, saya tidak mengeluh kalau naik angkot itu panas dan lembap sehingga cenderung membuat keringat. Akan tetapi, sudah lazim kalau naik angkot, ibu-ibu (perempuan usia apa pun umumnya), lebih suka memilih duduk dekat dengan pintu. Entah mereka turun dalam jarak dekat ataupun jauh, mereka duduk di dekat pintu. Ini tentu merepotkan mereka yang akan turun, sementara mereka tidak sedikit pun beranjak dari tempat duduknya. Bayangkan, apabila kita duduk di pojokan angkot yang sempit dan ramai, lalu kita harus turun. Tentu merepotkan semua orang. Belum lagi kita bergerak dalam angkot yang sempit dalam keadaan membungkuk.
Metro Mini Sarang Copet dan Bully-isasi