Mohon tunggu...
Conan Edogawa
Conan Edogawa Mohon Tunggu... -

* Pemerhati Poleksosbud\r\n* Artis rumahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Kenyataan dalam Cermin

21 Desember 2014   16:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:48 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Epilog

Kubuka mataku perlahan-lahan. Pikiranku masih kosong. Di mana aku ini? Kulihat ke luar jendela di sebelah kiriku. Tampak gedung-gedung tinggi menjulang. Kulihat sekelilingku. Tampaknya aku berada di sebuah kamar di rumah sakit. Aku gerakkan tanganku. Terasa lemah. Ternyata, tanganku dipasang infus. Beberapa bagian tubuhku dibaluti perban. Apakah aku mengalami kecelakaan? Kenapa aku tidak ingat? Parahkah kejadiannya?

Aku coba meraih tombol bel suster. Tapi, tubuhku masih lemah untuk mencari tombol itu. Untunglah, tidak beberapa lama, aku mendengar suara langkah masuk ke kamarku.

"Good morning, Sir. I see you have woken up now". Wow, dokter di sini bule, pikirku. Dia menyapaku. Pasti rumah sakit internasional ini. Mudah-mudahan biaya perawatanku tidak mahal. Asuransi mudah-mudahan mau menanggung juga kalau ini melebihi kelasku.

"Yes. I feel okay. Though, I cannot remember much what happened". Aku coba merespons dengan kemampuan bahasa Inggrisku secukupnya. "How did I get here? Did I have an accident? Where am I now? Where's my family?"

"Yes, you had an accident. Considering the catastrophe, you are lucky to be alive. Based on your ID card, we were able to find contact info of your next of kin. We have contacted your family. We are expecting your wife to come visit you today. You just need to relax now. Take some rest. No need to worry of the accident. Because of the trauma, we are expecting you having some memory loss. Amnesia. Do not worry, though. It will be for a while. It all will come back to you."

Paling tidak, keluarga sudah dihubungi. Istriku pun sudah dihubungi. Terbayang, wajah khawatirnya menghapus senyum yang selalu menghiasi bibirnya. Rambut hitam tergerai panjang, selalu terkibar apabila sedang berjalan. Istriku. Yah, dialah yang aku butuhkan saat ini. Aku tidak sabar untuk menemuinya. Ingin aku dia menemaniku di saat seperti ini.

"Nurse, could you come over here, please." Si dokter bule memanggil suster. Seorang suster nampak masuk ke ruangan. Wow, sampai suster di rumah sakit ini juga bule. Benar-benar rumah sakit internasional ini. Dokter bule, suster bule, kamar rumah sakit yang nampaknya mewah, bisa melihat gedung-gedung tinggi menjulang di luar. Bersih. Rapi. Hebat. Di bagian mana di Jakarta ada rumah sakit seperti ini ya?

Dokter nampaknya memberikan instruksi ke si suster karena pasien ini sudah sadar dan perlu ditambahkan dosis untuk beberapa obat dan vitamin untuk menambah kekuatanku. Okelah. Asalkan, sehabis ini aku tidak jatuh sakit jantung karena melihat tagihannya. Hahaha.. Aku tertawa dalam hati membayangkan. Paling tidak, selera humorku belum hilang walaupun ada kecelakaan ini. Entah, kecelakaan apa yang terjadi. Aku tidak ingat.

Apa yang Terjadi?

Nampaknya aku tertidur. Aku mendengar suara-suara. Suara perempuan. Ah, itu pasti istriku.

"John. John. Are you okay? John." Wah, ada pasien bule juga mungkin ya. Aku jadinya mengacuhkan suara tersebut.

"John. I see you have opened your eyes. It's me, Jane. I'm here John." Bersamaan dengan suara itu, aku merasakan sebuah tangan menyentuh dadaku. Aku menoleh ke arah pemilik tangan itu.

"Oh, John. Thank God you're okay." Dia menangis, lalu memelukku yang berbaring di tempat tidur ini. Ha, apakah dia yang memanggilku barusan? Apakah dia pikir aku ini John? Apakah ini yang dimaksud si dokter bule itu istriku? Apa yang terjadi? Mungkin si dokter bule salah cari informasi kontak. Apa iya muka melayu seperti aku ini bernama John?

"Uhm, excuse me, Ma'am. I think you got the wrong person. My name is not John." Aku masih tengah kebingungan ada wanita bule yang tidak kukenal, memanggilku John. Memang aku tidak ingat apa-apa. Tapi, masakan sampai istri sendiri tidak kenal, terus tiba-tiba jadi bule. Itu pasti aneh.

Si wanita bule bernama Jane ini nampak bingung. Sama bingungnya dengan aku.

"It's okay, Mrs. Smith. We have expected this. The accident causes him loss of memory. Please stand by him to regain all his memory". Ternyata, si dokter bule ada di situ juga. Dia menerangkan bahwa amnesiaku mungkin menghilangkan memoriku.

"I understand, doc. But, is it possible that amnesia could lose one's memory so much that he could not remember his own wife?" Lagi-lagi aku terkejut. Jane ini nampaknya yakin sekali bahwa aku suaminya. Apa iya aku menikah dengan wanita bule? Tunggu dulu. Aku yakin betul siapa yang aku nikahi. Aku ingat betul wajah Felly. Aku ingat betul wanita Indonesia yang aku nikahi. Wajahnya Indonesia, rambutnya hitam. Tidak Ini bukan istriku. Aku tidak ingat apa-apapun tentang dia. Aku tidak kenal dia. Aku tidak kenal Jane ini.

"Yes. There are cases this kind of thing would happen. You would need to spend some time together now. Help him regain his memory. If he recovers fast, he could be home soon."

Beberapa saat lamanya, Jane dan si dokter bule tampak berdiskusi mengenai masalah amnesia ini. Tapi, aku yakin aku tidak amnesia. Kalau ini acara prank show, acara ngerjain orang, nampaknya udah berjalan terlalu jauh. Sudah tidak lucu lagi.

Tapi, semua orang ini nampak tidak berada dalam satu acara TV. Aku coba ingat-ingat apa yang terjadi sebelum ada di rumah sakit ini. Kecelakaan apa yang terjadi? Di mana kejadiannya? Mungkin aku bisa menyeledikinya sendiri. Dimulai dari menyelidiki tentang kecelakaan yang aku alami. Aku perlu detilnya.

Akhirnya, si dokter bule itu pergi. Tinggallah di kamar ini aku dan Jane.

"Oh, John. I'm so glad you're okay. I read the news about the accident. It was terrible. Oh, thank God you're alive and okay."

Nampaknya, aku tidak punya pilihan untuk terus meyakinkan Jane bahwa aku bukan John. Aku  sebaiknya mengikuti alur saja. Mungkin ada info yang bisa aku ambil dari dia.

"Actually, I don't remember what happened about the accident. What did I run into?" Aku bertanya mengenai kecelakaan yang aku alami.

"Well, I've told you million times to buy a new car. But, you still liked to drive that old bucket. I read on the news that when you started the engine, the gas throttle seemed to be stuck causing the engine to rev the RPM so high constantly." Oh, jadi itu ya. Ternyata aku punya mobil butut. Terus, ketika menyalakan mobil, gasnya nyangkut, dan RPM-nya ketinggian terus dan tidak mau turun. Mengerikan juga.

"So, what happened next?" Tanyaku, penasaran apa yang terjadi selanjutnya.

"Well, witnesses said, you opened the hood, with the engine still on, to see what causing the gas stuck. I'd say that was not a smart move." Wah, memang kayaknya bahaya ya. Bukannya mematikan mesin, malah sok melihat mesin untuk lihat apa yang bikin gas nyangkut. Betul juga si Jane ini.

"Then, there's the catastrophe. The engine blew up. Luckily, you survived. There was a bystander, though. He didn't make it. But, it was an accident. So, I suppose you are not in trouble for that." Waduh, kasihan juga kalau ada korban atas kecerobohanku ya. Dan dia jadinya tewas karena itu. Aku mendadak merasa sedih.

Tapi tunggu. Aku ingat, aku baru saja membeli sebuah mobil baru. Mobil Suzuki keluaran tahun ini. Tadi Jane bilang mobil butut. Tidak, ini pasti salah orang dan salah mobil.

"Jane, what was the make of the car that I drove?"

"That old bucket? That American lousy car? No. You are not buying another one of those" Suzuki bukan buatan Amerika. Jelas ini bukan mobilku. Aku yang sekarang bukanlah yang orang-orang ini pikirkan. Aku harus cari tahu mengencai kecelakaan itu lebih lanjut.

"That bystander. He must have family. People who are close to him, care for him. Surely, they will worry about him. What's his name? Where did he live? Could you please find out about him. We must let them know of what happened to him. I feel terrible."

"You don't have to worry about that for now. The authority has clear case on this. It was an accident. It will be taken care of. You need to relax now, honey." Nampaknya, aku tidak bisa berdiskusi lagi lebih lanjut. Mungkin, sebaiknya aku cari tahu sendiri saja mengenai kecelakaan tersebut.

Kenyataan atau 'Kenyataan'?

Malam sudah tiba. Jane sudah pulang. Aku harus menyelinap keluar rumah sakit ini. Aku harus tahu akan kebenaran mengenai kecelakaan itu.

Wah, ternyata, memang banyak orang-orang bule di rumah sakit ini. Mulai dari dokter, suster, pasien sampai pengunjungpun banyak yang bule. Tunggu, jangan-jangan, aku memang bukan di Jakarta lagi. Kapan aku pergi ke luar negeri? Mungkin juga sih. Pekerjaanku mengharuskan aku travel. Apakah ini salah satu tempat aku kunjungi?

Begitu keluar area rumah sakit, aku mencoba mencari cafe Internet. Ya, mungkin di Internet berita seperti itu ada. Berita mengenai mobil meledak yang menyebabkan seorang tewas dan seorang lagi masuk rumah sakit seharusnya cukup menarik perhatian publik dan media.

Masuklah aku ke sebuah cafe Internet yang ada. Aku mengambil sebuah meja yang kosong dan mulai mencoba googling, merambah situs-situs berita yang mungkin mengacu pada kecelakaan mobil yang meledak. Mobil yang katanya milikku.

Akhirnya, kutemukan sebuah artikel. Di situ disebutkan mobil milik John Smith. Itulah mobilku. Paling tidak, itulah mobil yang mereka pikir milikku. Aku mencoba mencari nama korban lain yang menyebabkan tewasnya orang tersebut. Aku lewati detil mengenai kecelakaan, mencari nama si korban yang kebetulan sedang lewat ketika mobilku meledak.

Ah, ini dia. Tunggu dulu. Namanya adalah Buji. Tercekat aku. Buji Lekmana. Itulah namaku. Aku penasaran. Ingin memastikan dengan foto yang terpampang di artikel itu. Aku tambah tercekat. Itu adalah fotoku. Itu adalah namaku.

Bagaimana mungkin orang dengan namaku dan fotoku disebut tewas dalam kecelakaan mobil meledak itu? Aku ada di sini! Aku hidup! Aku Buji Lekmana masih hidup.

Apa yang terjadi? Kaca. Aku perlu kaca. Aku ingin tahu, bagaimana rupaku yang orang-orang lihat selama ini.

Aku mencari toilet dalam cafe Internet ini. Kubuka pintu, dan kulihat refleksi wajahku di kaca. Ternyata, aku adalah seorang bule! Aku, yang disangka orang-orang John Smith, adalah si bule. Aku adalah si pemilik mobil yang meledak dan menyebabkan tewasnya orang bernama Buji Lekmana.

Tapi, bagaimana bisa aku memiliki ingatan seorang Indonesia? Aku berpikir dengan bahasa Indonesia. Aku bisa berbahasa Indonesia. Ingatanku atas Felly, istriku, kuat sekali. Bagaimana menjelaskan ini semua?

Apakah ada hal semacam roh yang tertukar? Ketika ledakan itu terjadi, roh aku, Buji Lekmana dan John Smith sebenarnya sudah direnggut. Namun, yang bisa kembali sebenarnya adalah Buji, namun kembali kepada tubuh John Smith? Jadi, aku sebenarnya adalah Buji Lekmana dalam tubuh Johnn Smith?

Apa iya hal tersebut bisa terjadi? Apakah hal ini masuk akal dan bisa terjadi di dunia ini?

Tidak. Aku tidak mungkin gila. Aku akan buktikan aku tidak gila.

Aku Tidak Gila

Esoknya, Jane mengunjungi aku lagi. Aku harus bicarakan ini dengan dia. Paling tidak, dia harus tahu mengenai kenyataan yang terjadi, dan membuktikan bahwa yang akan aku ceritakan bukanlah bualan karanganku semata. Mungkin jadinya akan pahit. Tapi, itu lebih baik daripada aku menjalani hidup palsu dengan orang yang tidak aku kenal.

"Jane, I have something very important to talk to you. I need you to listen carefully."

"What is it, honey? You sound so serious. You're worrying me." Aku memang perlu terdengar serius karena apa yang akan aku sampaikan akan terdengar seperti lelucon. Keseriusan menjadi modalku untuk menyampaikan kenyataan yang sudah aku dapat.

"Jane, I am not the person who you think I am. I am not John."

Jane nampak terkejut. Aku sudah duga. Hal seperti ini pastinya memang mengejutkan. Dia terdiam. Lalu, perlahan-lahan, raut mukanya berubah. Air mata nampak menetes. Lalu, bahunya berguncang, dan akhirnya dia menangis.

"John, how can you say that? I know I am not the perfect wife. But, you can't use the accident as an excuse to divorce me. I know I can't give you kids. But, I love you. I will always want to be with you."

Aku terkejut luar biasa. Ternyata, orang bernama John ini, orang yang perannya aku jalankan, punya istri yang sangat sensitif. Tapi, aku harus sampaikan kebenaran. Walaupun pahit. Mengenai apa jadinya, lihat saja nanti.

"Jane, please don't cry. Things are not what they appear to be now. I am sure John loved you. If he's here now, I'm sure he'd tell you how much he loves you and will want to be together forever now. But, we need to deal with the truth about what I am about to say before it goes any further. This isn't about divorcing you.". Aku mencoba membujuknya. Aku perlu dia untuk berpikir jernih. Paling tidak, untuk mendengarkan dulu apa yang ingin aku sampaikan.

"Jane, the victim of the car explosion. I found out about him. His name is Buji Lekmana. He's an Indonesian. He had family. I think... Now this is the part where I need you to take it seriously.. I think our souls were swapped. Buji's soul returned to this body. I am actually Buji. I know this because I think as an Indonesian, I can speak Indonesian. It's because I am an Indonesian. I am Buji. While, John's soul.. well.. I think he went to better place now."

Jane tertegun mendengar apa yang aku katakan barusan. Aku menunggu responsenya. Aku tahu apa yang aku sampaikan pasti terdengar gila di telingan orang waras manapun. Mana ada kejadian roh tertukar di dunia ini? Tapi, tunggu, kalaupun ada, siapa yang percaya?

"John, you are crazy. Insanity. I can't believe you tell me this kind of story. Do you really hate me that much?" Aku sudah duga response seperti ini.

"I know it sounds crazy. I think I was crazy when I found out the detail of the accident. But, I can prove it to you." Memang, untuk membuktikan ketidakgilaan, diperlukan sebuah bukti.

"No! No. This is insane."

"Jane, please. I am not crazy. I can speak Indonesian. If you live long enough with John, you would know that he had never had interest in Indonesia, right? Please, let me prove it to you."

"Okay, speak Indonesian."

"Baiklah, Jane. Inilah aku Buji Lekmana, seorang Indonesia. Roh aku nampaknya sudah tertukar oleh suamimu bernama John Smith." Aku berbicara dalam bahasa Indonesia.

"What did you just say? You are just speaking gibberish. Don't fool around with me, John. You know as well I don't speak Indonesian."

"I knew you wouldn't understand. Please contact someone at the Indonesian embassy. Have them run a profiling of a person named Buji Lekmana. Let's do it here, I can verify his personal info, his contact address, where he worked, his mother's maiden name. Everything. I need you to believe in this, Jane."

Singkat cerita, orang kedutaan Indonesia di kota ini datang ke ruma sakit atas permintaan Jane. Setelah data-data personalku, Buji Lekmana diverifikasi, dan aku sedikit berbincang-bincang dengan orang kedutaan itu, jelaslah bahwa aku tahu banyak tentang Buji Lekmana. Orang kedutaan itu nampak terlihat terkesan dengan bahasa Indonesiaku yang lancar. Padahal, pada kenyatannya aku memang orang Indonesia, yang kini terjebak dalam tubuh seorang bule bernama John.

Setelah orang kedutaan itu pulang, tinggalah kami berdua.

"Well, Jane, I know it confuses you as much as it confuses me." Aku melihat raut mukanya yang tampak bingung. Bingung melihat bagaimana suaminya yang belum pernah sekalipun berbicara bahasa Indonesia, tiba-tiba di depan matanya berbicara lancar dengan seorang asli Indonesia dari kedutaan.

"The personal information of Buji Lekmana has been verified. John had never heard that person in his entire life. He had never known anything about him. And yet, in your own witness, the person from Indonesian embassy has verified what I have conveyed to him as Buji's personal information. I need you to believe in me. I need you to believe that I am not John. We cannot go on living false life. I have a wife that cares for me and she is waiting in my home country."

Jane nampak terdiam, merenungi apa yang sudah terjadi. Aku sendiri juga merenung. Paling tidak, untuk saat ini, kebenaran sudah disampaikan dan sudah dibuktikan.

"It's very hard for me to grasp all of this. Are you telling me I should accept the death of my husband while, as the matter of fact, he is lying there in bed, talking to me?" Di mata dia, memang suaminya masih hidup, selamat dari kecelakaan. Sungguh sulit menerima kenyataan bahwa sebenarnya suaminya sudah meninggal. Paling tidak, secara fisik, suaminya masih ada.

"Well, it's very confusing me as well. The way I see it, we both have two options, whatever we take as decision will have impact on the other. If you accept me as John, though I am still Buji, I will live a false life, leaving my lovely wife in my home country. It will break her heart. Though, it already has, because she already knew that I died of a car explosion. But, at least, I will still keep you happy, though I am not a person you think I am. Alternatively, I can go to my home country convincing my wife that I am actually Buji, the husband that she thinks is the victim of the car explosion and died. Leaving you here in grief. But, at least, I will not live a false life." Begitulah, menurutku, saat ini ada 2 pilihan untuk langkah selanjutnya. Sama-sama ada baik dan buruknya. Aku bisa saja jalani pilihanku. Tapi, apapun pilihanku, nampaknya bisa berpengaruh pada Jane. Jadi, aku ikutkan dia dalam pengambilan keputusan ini. Bagaimanapun juga, apa yang dia lihat, dan yang dia rasakan adalah orang yang tampak sebagai suaminya, John.

"I will need some time to think about this. I am going home for now. Let's see in the morning when our minds are clear."

"Okay, I'll see you in the morning".

Dan, pulanglah Jane, meninggalkanku dengan bermacam pikiran yang berkecamuk. Apakah aku sebaiknya tinggal, dan membuatnya bahagia, walaupun bukan sebagai Buji? Atau, apakah sebaiknya aku pulang, walaupun Felly sudah tidak mengenali rupa fisikku? Tapi, paling tidak, apabila aku berhasil meyakinkannya, aku akan menjalani hidup yang bahagia lagi walaupun dengan fisik bukan Buji?

Entahlah, semua hanya pertanyaan yang tak bisa terjawab. Tidak ada yang bisa membantu.

Akupun tertidur, berharap, apabila aku bangun ternyata semua ini hanyalah mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun