Mohon tunggu...
Nurfi Majidi
Nurfi Majidi Mohon Tunggu... Bankir - 25 tahun menjalani aktivitas di sebuah bank BUMN. Saat ini ingin lebih fokus melakukan perjalanan ke dalam agar menemukan makna hidup yg sejati

Bermimpi , berpikir dan bertindak sederhana

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Macet Jakarta? Ayo jadi Roker!

31 Juli 2015   19:13 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:27 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita soal kemacetan di Jakarta tidak akan pernah habis. Jakarta adalah kemacetan dan kemacetan adalah Jakarta. Siapapun Gubernur dan Presidennya, Jakarta sampai sekarang masih asyik dengan kemacetannya. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya yang sudah kenyang dengan kemacetan, mestinya maqomnya bukan lagi mengeluh soal macet, tapi bagaimana mensiasati macet. Bagi masyarakat bawah sangat tidak produktif mengeluh soal macet, karena persoalan kemacetan Jakarta tidak akan selesai hanya dengan keluhan. Dan urusan mensiasati macet, warga Jabodetabek adalah ahlinya.

Setelah 5 tahun ditugaskan ke daerah dengan waktu tempuh perjalanan rumah dinas-kantor hanya 15 menit, kini aku ketemu lagi dengan sohib lama yang bernama kemacetan. Langsung bertugas di salah satu Jantung kemacetan Jakarta di Kawasan Segi Tiga Emas Kuningan. Saat menerima SK Mutasi, yang terbayang adalah kemacetan. Dan alhamdulillah, konsentrasi saya bukan mengeluh tentang kemacetan, tapi bagaimana mensiasati kemacetan.
Seru juga menembus merangkai transportasi jalur Cibubur – Kuningan. Hari pertama bawa mobil sendiri berangkat pukul 5.30 pagi, melalui jalur Tol Jagorawi dilanjutkan Tol Dalam Kota keluar gerbang Kuningan. Simpul kemacetannya ada di Gerbang Tol Cililitan, pertigaan Tol Jagowari - Tol Dalam Kota serta pintu keluar Tol Kuningan. Hasilnya sampai kantor jam 8.30 atau kurang lebih 3 jam perjalanan. Lumayan capek.
Hari kedua, diganti moda transportasi pake Jalur Busway. Mulai masuk dari Halte Pasar Rebo Kampung Rambutan. Ternyata harus ganti jalur 2 kali lagi. Sampai Halte Universitas Kristen Indonesia ganti ke Jalur UKI – Grogol turun di Kuningan Timur. Masih lagi ditambah jalur Ragunan – Monas turun di Halte Departemen Kesehatan. Waktu tempuhnya dari rumah jam 5.30 pagi sampai kantor jam 08.15. Masih lumayan pegel-pegel.
Alhamdulillah dapat info baru yaitu dengan cara bawa mobil dari rumah ke Ragunan, kemudian parkir mobil di Kebun Raya Ragunan dan naik busway di pool Ragunan. Lumayan, asal sabar dapat tempat duduk. Wuss .. busway melaju dan 1 jam kemudian sampai ke Kawasan Kuningan pas depan kantor. Lebih cepat lagi hasilnya. Sampai kantor jam 08.00.

Strategi naik busway ini berjalan 5 hari. Berangkat pukul 5.30 dan pulang sampai rumah jam 22.00, tubuhku berontak dan akhirnya ngambek meriang. Sudah lama aku tidak menjadi atlit lempar lembing alias berdiri sekitar satu jam bergelantungan memegang tali/gagang pegangan dan berdesak-desakan di dalam Busway . Kalau dari pool Ragunan bisa dapat tempat duduk. Kalau pulang dari Kuningan ke Ragunan jangan berharap dapat tempat duduk. Bisa masuk ke dalam busway saja sudah bersyukur, karena Busway yang datang sudah penuh sesak dan yang ngantri masuk pun bejibun.

    Antrian Busway

Akhirnya aku coba moda lain yaitu naik kereta. Memang cibubur dilalui rel kereta ? ya tentu tidak ! Aku harus memilih statsiun kereta yang terdekat dari rumah. Setelah dilakukan perhitungan dengan cermat, terpilih stasiun Lenteng Agung Jakarta Selatan. Berangkat dari rumah pukul 5.30. Setelah mengantar anak sekolah di Cijantung, lanjut ke Lenteng Agung sampai jam 6.30. Karena belum paham situasi kereta Commuter Line, maka yang pertama kali kulakukan adalah bengong di tempat. Kuperhatikan satu persatu penumpang yang datang dan masuk ke dalam rangkaian kereta. Semula aku menunggu kereta yang kosong atau tidak berdesak-desakan. Sampai 5 kereta yang lewat, tak satu pun yang longgar, semuanya seperti cendol. Berhimpitan, berdesakan, bergantungan. Mirip lagunya Ahmad Albar, Gong 2000. Kalau mau dapat kereta yang longgar ya berangkat kantor jam 10 ke atas alias telat ngantornya.

Para Roker di pintu kereta (metro.news.viva.co.id)


Kuperhatikan lagi cara masuk ditengah sesaknya penumpang kereta. Ternyata caranya adalah kita menghadap keluar kereta, tangan pegangan bagian atas pintu kereta, kemudian bokong didorong ke dalam dengan kuat-kuat. Tidak perlu sungkan, penumpang di dalam tidak akan marah kok. Mereka juga begitu saat naik, sangat mafhum. Paling-paling kalau terlalu memaksakan diri, akan terpental sendiri karena kejepit pintu kereta yang menutup secara otomatis.

Lalu bagaimana suasana di dalam kereta. Jangan khawatir, walaupun jadi cendol, badan kita tidak terlalu berkeringat, karena PT KAI Commuter Line menyediakan cukup angin yg disemburkan dari AC maupun kipas. Kita hanya disuruh sabar tidak kebagian tepat duduk dan harus berdiri. Nggak lama kok. Kalau aku dari Stasiun Lenteng Agung ke Stasiun Cikini hanya perlu 20-25 menit saja. Ditambah naik Metromini dari stasiun ke kantor, alhasil sampai ke kantor jam 07.15. Lumayan, masih fresh.

Roker di dalam kereta (megapolitan.kompas.com)

Beberapa tips yang aku pake agar tetap nyaman berkereta adalah 1. Tidak membawa barang bawaan yang banyak, apalagi dimasukkan ke dalam tas ransel karena ini akan mengganggu hubungan kita dengan penumpang lain. Tas ransel kita akan mendesak dan mendorong penumpang lain tanpa kita sadari. 2. Tidak memakai sepatu kantor, cukup pake sepatu olah raga atau sandal slop saja, karena pasti akan keinjak-injak penumpang lain. Sepatu kantor ya ditinggal di kantor saja. 3. Pake jaket yang ada saku dalamnya untuk menyimpan dompet dan HP. Kondisi berdesakan merupakan situasi paling mengundang pencopet untuk beraksi. Aku sendiri pernah jadi korban copet kehilangan HP kesayangan. Sering kita lengah saat rombongan penumpang masuk atau keluar kereta.
Commuter line tidak hanya gemari warga kelas bawah, para eksekutif pun kadang naik angkutan murah meriah ini. Untuk sampai ke kantor lebih awal, berangkatnya naik kereta. Supirnya disuruh menyusul ke kantor naik mobil.
Tiga bulan sudah aku jadi Roker (Rombongan Kereta). Sepertinya moda ini akan terus aku jalani karena yang paling murah (Rp. 2.000 seklai jalan) dan paling cepat mengantarku ke kantor. Jadi belajar dari macetnya Jakarta, yakin saja deh, pasti akan ketemu strategi menembusnya dengan waktu yang paling singkat dan biaya yang murah. Dan aku sangat yakin bahwa warga Jakarta dan sekitarnya punya strategi dan cerita masing-masing untuk menembus macetnya Jakarta. Salam Roker !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun