Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Liburan Berujung Bencana

5 Januari 2015   00:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:49 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat Murid Saya Penumpang AirAsia QZ8501

Oleh : Majawati Oen

Akhir tahun memang menjadi salah satu moment untuk liburan keluarga karena bersamaan dengan hari Natal, Tahun Baru dan liburan akhir semester, dimana semua anggota keluarga libur sekolah dan libur bekerja. Liburan panjang menjadi pilihan para keluarga untuk bisa menghabiskan waktu bersama. Beberapa keluarga bahkan sudah merencanakan jauh hari sebelumnya. Tawaran booking lebih awal untuk mendapatkan harga yang murah, menjadi daya tarik bagi peminat liburan untuk segera membeli keperluan akomodasi liburannya. Fasilitas yang ada saat ini serta daya tarik destinasi wisata memang menjadi sasaran untuk berlibur bersama keluarga. Rencana liburan biasanya sudah diikuti dengan rencana-rencana indah yang ingin dilakukan di tempat tujuan wisata. Tentunya tidak terlintas kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi dengan kepergian secara bersama-sama itu.

Padahal setiap kali kepergian, baik darat, laut maupun udara pasti ada resiko kecelakaan. Kepergian bersama satu keluarga salah satu resikonya adalah kecelakaan bersama. Pada kecelakaan pesawat terbang dan kapal laut di masa liburan ternyata menjadi salah satu penyebab korban beberapa keluarga secara bersamaan. Oleh sebab itu kecelakaan yang menimpa pesawat Air Asia QZ8501 mengisahkan cerita pilu, hampir sebagian besar penumpangnya adalah sekeluarga. Betapa sedih keluarga dan kerabat yang ditinggalkan sekaligus oleh beberapa orang pada saat bersamaan.

Empat murid saya menjadi korban Air Asia QZ8501

Hari Minggu pagi saya dan keluarga saat itu sedang berlibur di Bali, mendengar kabar dari anak saya bahwa ada pesawat Air Asia yang lost contact. Salah satu adik kelasnya menuliskan status sedang boarding pada pukul 06.20 WIB, berencana ke Singapore bersama keluarganya. “Siapa?” tanya saya. “Toro!” jawab anak saya. Dia lalu menceritakan tentang Toro yang dia kenal ramah. Dari ceritanya, saya jadi teringat dengan anak tersebut, “Kevin Biantoro!” saya berusaha menegaskan nama lengkap anak tersebut karena sama dengan murid saya beberapa tahun yang lalu, semasa dia masih SD. “Ya betul!” jawab anak saya. Sejak itu kami jadi terus mengikuti berita di TV sambil ingin tahu kabar selanjutnya. Jangan-jangan ia ikut dalam pesawat itu. Kevin Biantoro semalam masih berkomunikasi dengan beberapa temannya dan merasa sulit tidur, padahal dini hari dia bersama ayah dan ibunya akan dijemput mobil travel ke Surabaya untuk rencana liburan ke Singapore. Jalur penerbangan Surabaya- Singapore biasanya banyak ditumpangi oleh warga Malang di saat liburan.

[caption id="attachment_363103" align="aligncenter" width="494" caption="Foto Kevin Biantoro (sumber : http://cdn.malangtimes.com/assets/media/images/2014/12/kevin.jpg)"][/caption]

Kabar berikutnya, ternyata data nama-nama penumpang Air Asia sudah bisa diunggah. Betapa kagetnya kami semua, karena nama Kevin Biantoro termasuk dalam data penumpang bersama orang tuanya, Djarot Biantoro dan Ernawati. Bukan itu saja, ada lagi nama penumpang sekeluarga yang menjadi murid saya juga. Marilyn Widjaja, Alfred Widjaja, William Widjaja bersama kedua orang tuanya Eko Widjaja dan Susandhini Liman. Ketiga anak itu menjadi murid saya saat mereka masih belajar membaca dan menulis di masa TK. Terbayang wajah ketiganya saat mereka masih menjadi murid-murid saya. Seolah tak percaya bahwa orang-orang yang saya kenal dan pernah bergaul akrab dengan mereka selama beberapa tahun, ikut menjadi penumpang. Bukan hanya itu ternyata ada juga beberapa keluarga dari Malang yang juga kami kenal juga termasuk menjadi penumpang. Rasa sedih tentu saja menyelimuti hati saya seketika itu. Beberapa saat pikiran saya menerawang ke masa lalu, saat anak-anak itu menjadi murid saya.

[caption id="attachment_363104" align="aligncenter" width="498" caption="Alfred Widjaja, Susandhini Liman, Eko Widjaja, Marilyn Widjaja dan William Widjaja (Sumber foto : http://cdn.malangtimes.com/assets/media/images/2014/12/foto-kel.-wijaya.jpg) : "]

1420364560903120105
1420364560903120105
[/caption]

Kevin Biantoro adalah murid saya di program Super Brain. Kevin Biantoro adalah anak yang ramah dan pandai. Dia suka sekali menyapa teman-temannya dan bersikap spontan. Kemampuannya menangkap pelajaran cepat dan hasil belajarnya bagus. Dari keterangan anak saya yang satu sekolah di SMA Kosayu Malang, ternyata Kevin Biantoro adalah murid yang suka berteman dengan siapa saja. Berita ini membuat teman-temannya kaget dan menaruh harapan atas keselamatannya. Bahkan doa novena digelar oleh teman-temannya sekelas.

Marilyn, Alfred dan William adalah tiga bersaudara yang menjadi murid saya untuk belajar membaca, menulis dan berhitung. Ketiga bersaudara ini pandai semuanya. BilaMarilyn dan Alfred cenderung pendiam, berbeda dengan William yang lebih suka berceloteh. Ini juga diakui oleh ibunya, Susandhini Liman bahwa anak bungsunya memang berbeda dengan kedua kakaknya. Kami tinggal dalam satu komplek perumahan, sehingga sering juga kami saling bertemu saat di sport club. Mereka adalah keluarga yang tertib dalam membimbing putra-putrinya dalam belajar. Dari berita di media, saya ketahui bahwa saudara, sopir dan pegawainya juga menyatakan bahwa mereka sekeluarga adalah keluarga yang baik dan menjadi panutan.

Satu hal yang masih selalu saya ingat, adalah ketika Bu Susandhini hamil anak ketiga, William Widjaja dimana kebetulan kami ketemu. Saat itu Marilyn dan Alfred sudah tidak les lagi, karena sudah masuk SD. Saya menyapanya dan bertanya,”Hamil lagi, ya?” Lalu dijawabnya,”Iya, nanti saya leskan juga ke Bu Maya!” Kata-kata itu terngiang di telinga saya lagi. Bagi saya itu adalah sebuah kepercayaan mau menitipkan anaknya untuk belajar di tempat saya meskipun masih belum lahir.

Bijak Menyikapi Bencana

Apa yang terjadi pada QZ8501 masih sedang dicari sebabnya. Tetapi dengan ditemukannya beberapa korban yang menunjukkan kepastian sebagai penumpang pesawat tersebut, sampai tulisan ini saya buat beritanya sudah terevakuasi 34 korban dalam kondisi meninggal di laut. Maka pihak keluarga sudah bisa menduga-duga bagaimana dengan nasib penumpang yang lain. Meskipun harapan itu selalu ada sampai pencarian selesai. Rasa sedih tak terkira memang tak bisa disangkal akan sangat mendera pihak keluarga yang ditinggalkan. Bahkan banyak pihak yang juga ikut prihatin atas kejadian ini. Namun jalan kematian setiap orang memang tak bisa direncanakan. Jangankan melalui bepergian naik pesawat, bahkan saya pernah menyaksikan sendiri seorang dokter yang menghadiri pesta pernikahan dan diminta untuk menyumbangkan suaranya di acara itu. Di saat menyanyi di panggung dengan suara lantang dan gerakan yang lincah, tiba-tiba ambruk dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Para tamu pun tercengang dengan kejadian drastis itu. Tetapi itulah kenyataan hidup, jalan kematian kita tak bisa diramalkan. Jalan kematian juga tidak membedakan berlaku pada siapapun tanpa pandang bulu. Jalan kematian punya misteri sendiri yang tak pernah kita ketahui.

Kita tak bisa memilih jalan kematian kita masing-masing. Apalagi meninggal akibat bencana apapun bentuknya, meskipun peristiwa itu seakan menghujam kita yang masih hidup ini. Jalan kematian setiap orang pada dasarnya adalah rahasia. Setiap orang akhirnya akan mati dengan caranya sendiri-sendiri, bahkan termasuk kematian disebabkan oleh bunuh diri. Sebagai keluarga yang ditinggalkan akan timbul reaksi yang berbeda-beda. Tetapi yang terpenting jangan sampai menimbulkan trauma mendalam, sehingga salah menyikapi kehidupan selanjutnya.

Kejadian tragis seperti kecelakaan pesawat biasanya bisa memicu trauma, orang menjadi anti naik pesawat salah satunya. Bukan hanya keluarga yang mengalami langsung, tetapi juga pihak-pihak lain akibat kejadian ini. Namun setiap kejadian harus disikapi secara bijak dan tidak asal pukul rata. Ada banyak pembelajaran dari kejadian bencana, terutama agar kesalahan serupa tidak terjadi kembali. Bukankah pada saat yang sama juga ada banyak keluarga yang sedang melakukan liburan bersama dan tidak semua orang mengalami bencana. Lepas dari penyebabnya apa, sebuah musibah memang bisa menimpa siapa saja. Tetapi musibah tidak tepat bila membuat kita menjadi takut secara berlebihan.

Mengatasi Kesedihan dan Menyusun Rencana Baru

Kehilangan keluarga karena kematian memang meninggalkan kesedihan mendalam. Bagi keluarga yang meninggal total sekeluarga meninggalkan rasa sedih pada kerabat dekat. Sementara bagi keluarga inti yang ditinggalkan, seperti sebagai anak, suami atau istri, beban psikologis itu menjadi lebih berat. Bukan hanya sedih kehilangan anggota keluarga, tetapi juga akan kekhawatiran kelangsungan hidup selanjutnya. Terutama bagi anak yang kehilangan orang tua yang masih mempunyai ketergantungan hidup. Istri atau suami yang kehilangan pasangan hidupnya. Orang tua yang kehilangan anaknya. Apalagi apabila ke depannya sudah ada rencana-rencana yang besar, seperti rencana pernikahan. Sangat tepat sekali bahwa ada pendampingan dari para ahli dan rohaniwan dalam menghadapi masalah ini. Perlu cara yang benar dan tepat dalam menyikapi situasi yang membuat orang shock untuk bangkit kembali.

Setelah mengatasi kesedihan, yang tak kalah penting adalah segera menyusun rencana baru atas situasi selanjutnya. Suatu musibah membuat orang-orang pergi secara mendadak meninggalkan peran dan tanggung jawabnya. Dimana itu menjadi tanggungan pihak yang masih hidup. Rencana-rencana yang sedang berjalan otomatis berubah setelah kejadian ini terjadi. Keluarga yang terdekat biasanya terlibat dalam melanjutkan tanggung jawab untuk menyusun rencana baru keluarga.

Masalah yang muncul setelah musibah

Kehilangan anggota keluarga memang menimbulkan kesedihan mendalam. Permasalahan yang timbul bukan saja sedih yang harus diatasi. Beberapa keluarga yang meninggal dunia satu keluarga tentunya meninggalkan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya, baik dalam kehidupan keluarga maupun pekerjaan. Meninggalkan harta bendanya tanpa ada pewaris sesuai garis keturunan. Sementara harta benda dan klaim asuransi yang mereka terima biasanya berjumlah sangat besar. Dalam hal ini dibutuhkan kebesaran hati dari para pihak keluarga dalam menyikapinya secara arif.

Ada banyak pembicaraan menyikapi kejadian ini, sebagian merasa tak pantas bicara ganti rugi, warisan dan klaim asuransi yang jumlahnya besar. Tetapi itulah yang nantinya dihadapi oleh keluarga dan kerabat yang ditinggalkan. Salah menyikapi justru menimbulkan masalah baru yang berkepanjangan. Tak jarang hal ini justru meninggalkan masalah bagi para kerabat yang merasa berhak atas harta yang ditinggalkan.

Tidak Mengulangi Kesalahan yang Sama

Sambil menunggu hasil investigasi, terurai berita dari berbagai sumber yang menyampaikan prediksi penyebab kecelakaan. Terutama dengan inspeksi Menhub, Ignatius Jonan atas kasus ini hingga dibekukannya sementara rute Surabaya – Singapore kepada maskapai Air Asia. Bila salah satu kemungkinan kecelakaan ini terjadi karena kelalaian atau pelanggaran yang sengaja terjadi, maka sudah seharusnya pemerintah merombak mental para pelaksana di lapangan agar keselamatan penumpang harus diutamakan. Masalahnya yang terjadi di lapangan, baik transportasi darat, laut dan udara, yang berteknologi tinggi maupun tradisional masih  terjadi  menyepelekan hal ini. Bukan saja penyedia transportasi, tetapi penggunanya pun juga tak peduli dengan keselamatannya sendiri. Bila sudah terjadi petaka barulah semua pihak beramai-ramai turun tangan, lalu mulai mengendur lagi setelah tidak dilakukan pengontrolan. Semoga hal-hal seperti ini tidak lagi-lagi terjadi, terutama disebabkan oleh pelanggaran yang memang sengaja dilakukan.

Turut berduka cita untuk keluarga yang ditinggalkan dan semoga diberi ketabahan. Bagi korban meninggal dunia semoga mendapat tempat yang layak di sisiNya dan korban-korban yang lain dapat segera ditemukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun