Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Tonggak Rumah Tangga Tumbang

17 Mei 2014   15:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:26 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Tonggak Rumah Tangga Tumbang

Oleh : Majawati Oen

Di usia menjelang 40 tahun, sebagian orang biasanya sudah membina rumah tangga dan kariernya juga mapan. Anak-anak sudah mulai besar, pekerjaan lancar dan menikmati kebahagiaan. Boleh dikata sudah saatnya memetik buah dari kerja keras. Biaya-biaya memang banyak, antara lain seperti : tanggungan kredit rumah, biaya pendidikan anak-anak dan investasi. Semua itu tak masalah, karena biaya besar itu bisa ditanggung. Masa seperti ini bisa disebut sebagai masa jaya-jayanya sebuah rumah tangga, karena perjalanan karier sedang berada di puncaknya. Segala kebutuhan dan keinginan bisa terpenuhi. Masa bahagia bersama anak-anak sebelum mereka pergi meninggalkan rumah untuk kuliah.

Siapakah tonggak rumah tangga?

Tonggak rumah tangga adalah orang yang menanggung keluarga. Ayah yang menafkahi keluarganya, begitu juga ibu yang mendampingi ayah dan mengurus segala keperluan rumah dan anak-anak. Pada sebagian keluarga ibu juga berperan dalam menafkahi keluarga. Atas peran keduanya yang sangat penting, maka kedua orang ini diharapkan selalu ada dalam keluarga demi kelangsungan hidup berkeluarga yang bahagia dan tanpa kekurangan.

Ketika salah satu dari mereka tiada, maka tonggak rumah tangga tumbang. Jalannya kehidupan berumah tangga akan timpang. Salah satu pasangan akan terseok-seok menjalani sendiri, anak-anak juga akan mengalami perubahan dalam perjalanan kehidupannya. Masalah terpenting, bagaimana mengendalikan masa depan keluarga yang oleng ini agar kembali bisa berjalan normal kembali meskipun hanya dikendalikan oleh satu orang tua.

Penyebab Tonggak Keluarga Tumbang

Tonggak keluarga bisa tumbang dalam sebuah keluarga karena berbagai sebab, seperti : meninggal dunia, perceraian, kebangkrutan, sakit berkepanjangan dan meninggalkan keluarga karena berbagai sebab. Sebagian besar keluarga tak mempersiapkan bahwa bencana itu bisa terjadi dalam keluarga mereka. Padahal bencana itu bisa melibas dalam sekejap dan merubah kebahagiaan menjadi kemalangan yang panjang. Oleh sebab itu sangat berguna bila dipersiapkan dan disikapi dengan realistis di saat keluarga sedang di masa jayanya.

Ilustrasi tentang Tonggak Keluarga yang Tumbang

Pak Joko adalah seorang pengusaha di bidang teknik. Dia mengendalikan perusahaannya sendirian, istrinya seorang ibu rumah tangga yang hanya mengurusi rumah dan anak-anak saja karena merasa bukan bidangnya. Saat ini mereka hidup mapan, dengan anak-anak yang sudah memasuki usia belasan tahun. Suatu ketika Pak Joko mengalami kecelakaan, yang berakibat meninggal dunia secara mendadak. Salah satu tonggak keluarga tumbang, di saat peran ayah masih sangat dibutuhkan. Istri yang tidak pernah ikut terlibat dalam bisnis suaminya, tidak tahu seluk beluk pekerjaan suaminya meskipun aset yang ditinggalkan sangat berharga. Anak-anak belum saatnya mengambil alih pekerjaan ayah. Di saat inilah problema itu muncul diluar perkiraan. Sang istri menangis di samping mendiang suaminya. Tangisan itu bukan hanya untuk suaminya yang sudah terbujur kaku, tetapi sekaligus menangisi dirinya sendiri karena tanggung jawabnya menanggung kelangsungan keluarganya menjadi di pundaknya. Bukan hal mudah mengambil alih semua itu.

Langkah preventif yang bisa dilakukan

Tonggak keluarga bisa tumbang karena berbagai sebab, bukan tabu mempersiapkan langkah preventif agar kelangsungan hidup berkeluarga tidak menjadi kacau karenanya. Langkah tersebut antara lain :


  1. Suami dan istri bekerja, sehingga tonggak keluarga ditanggung berdua. Seorang istri yang bekerja akan lebih siap ditinggal suaminya dan tegar melanjutkan kehidupannya dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja. Kegelisahan akan muncul pada istri yang tidak bekerja, karena di usianya yang sudah tidak muda lagi akan kesulitan untuk mulai suatu pekerjaan baru.
  2. Istri tidak bekerja, tetapi terlibat dalam bisnis suaminya. Istri yang ikut mengendalikan perusahaan akan lebih siap menjadi nakhoda pengganti agar roda bisnis tetap berjalan. Keterlibatan itu memberi jaminan padanya untuk bisa tetap berpenghasilan dan dapat menafkahi keluarganya.
  3. Baik suami maupun istri memiliki asuransi yang cukup untuk kelangsungan hidup keluarga. Klaim asuransi akan sangat berguna bagi kelangsungan hidup keluarga, paling tidak sampai jangka waktu yang cukup panjang.Uang cash adalah hal yang sangat penting dan dibutuhkan di saat musibah datang mendadak.

  4. Baik suami, maupun istri dekat dengan anak-anak dan terbiasa berbagi dalam mendampingi anak-anak dalam belajar dan tugas-tugasnya. Ketika salah satu dari mereka tidak ada anak-anak tidak merasakan kehilangan yang berlebihan.
  5. Memiliki perjanjian pranikah atau kepemilikan aset yang jelas pembagiannya. Tak jarang setelah pasangan meninggal atau bercerai harta menjadi rebutan diantara keduanya, bahkan antar keluarga.
  6. Ketika anak sudah siap untuk terjun dalam dunia kerja, bisa mulai dilibatkan dalam bisnis keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuannya atau mulai mencoba bekerja pada pihak lain. Hal ini untuk memberinya pengalaman dan bekal yang sangat bermanfaat baginya.
  7. Investasi kesehatan berupa : menjalani check-up kesehatan secara rutin, mengatur pola makan dan olah raga teratur. Dengan melakukan check-up, penyakit dapat dideteksi lebih awal sehingga lebih mudah disembuhkan. Pola makan dan olah raga teratur adalah upaya menjaga kesehatan jangka panjang.
  8. Sikap positif dan realistis bahwa bencana bisa datang kapan saja dan kesadaran untuk mempersiapkannya.

Jangan hanya menjadi saksi rumah tangga roboh!

Kebahagiaan rumah tangga bisa sewaktu-waktu berakhir, tetapi itu bukanlah akhir segalanya. Manusia adalah makhluk Tuhan yang dikarunia akal budi. Kehilangan tonggak rumah tangga memang membuat seluruh anggota keluarga sedih. Tetapi terus-menerus tenggelam dalam kesedihan adalah salah besar. Sama dengan dengan sengaja membiarkan rumah tangga roboh. Masih ada anak-anak yang harus diperjuangkan masa depannya. Segera bangkit dan mengatur langkah! Dengan usaha preventif, maka seseorang merasa bahwa dirinya masih punya modal untuk mewujudkan langkah-langkah itu. Bisa dibayangkan, bila seorang tonggak keluarga meninggalkan keluarganya dengan tanggungan kredit rumah, kendaraan, hutang kerja, biaya pendidikan anak-anak dan pasangan yang tidak dipersiapkan untuk melanjutkan kehidupan. Kesedihan yang ditanggung menjadi bertumpuk-tumpuk. Oleh sebab itu selagi kita sehat dan kondisi pekerjaan mapan, keuangan lancar, tidak ada salahnya menjadi bahan pertimbangan untuk dipersiapkan. Mempersiapkan diri demi kelangsungan hidup keluarga adalah bentuk tanggung jawab yang sangat berguna di saat bencana tiba-tiba datang. Persiapan bukan hanya harta, tetapi juga skill dan spirit. Tanpa persiapan yang baik, bisa membuat seseorang terpuruk dan hanya sanggup menjadi saksi rumah tangganya roboh karena tonggak rumah tangga tumbang.



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun