Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Biarkan Bos Kita Terjungkal!

8 Agustus 2014   15:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:04 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa muda saya dulu, saya sempat bekerja di sebuah perusahaan makanan dan minuman sebagai operational manager yang menangani penjualan di beberapa stand di mall. Segala urusan saya yang menangani, mulai dari produksi, manajemen, kepegawaian, pemasaran dan urusan dengan pengelola mall. Bos saya hanya saya lapori kalau ada yang penting. Beliau memberi konsultasi pada saya dan meminta keuntungan pada waktunya. Bos saya ada 3, sehingga memadukan kehendak 3 orang ini, ya lumayan ribet. Mereka adalah Ayah dan Ibu sebagai Big Boss, Anak lelaki dan Anak perempuannya. Devisi yang saya pegang tergolong kecil dibandingkan dengan devisi yang lain, tetapi devisi ini merupakan penyaluran hobi mereka. Meracik menu yang elegan. Keuntungannya juga lumayan.

Sampailah di tahun 1998, ketika terjadi krisis moneter. Dengan nilai USD melejit terhadap rupiah devisi yang saya pegang jadi megap-megap. Hampir 60% bahan baku kami import, sewa stand di mall juga dengan standar USD. Setahun sebelumnya saya sudah merasakan gejala ini, sekitar tiga bulan berikutnya pada saat saya menyerahkan laporan rugi laba dan neraca sekaligus saya sampaikan kondisi devisi yang saya pegang. Apapun fakta yang terjadi saya lebih suka menyampaikan jujur, apa adanya. Meskipun kenyataan itu terasa pahit dan mengkhawatirkan. Ada resiko beliau marah karena bukan kabar baik yang saya sampaikan. Saya telah diberi tanggung jawab, maka sudah selayaknya saya tidak mengingkarinya. Tidak memutar balikkan fakta hanya untuk menyenangkan beliau atau demi keselamatan saya sendiri. Kalau memang ada masalah, ya dibahas dan dicari jalan keluarnya. Tak etis disembunyi-sembunyikan hanya untuk menutup-nutupi kenyataan atau sekedar menyenangkan hati beliau. Apalagi cari muka, sama sekali tidak ada dalam pikiran saya.

Untuk urusan ini adalah bagian anak laki-laki Si Bos. Beliau sifatnya tidak sabaran. Paling tidak suka kalau orang bicara bertele-tele. To the point saja, atau akan dipotong oleh beliau sebelum masalah utama tersampaikan. Hanya dengan beberapa kalimat saya sampaikan gejala masalah yang timbul kalau krisis saat itu berkepanjangan. Jawaban beliau singkat saja, “Kalau begitu, menurut kamu bagaimana enaknya?” Di saat ada permasalahan dilontarkan, memang sebenarnya penemu masalah itulah yang tahu apa yang harus dilakukan. Saya sodorkan 2 alternatif. Devisi ini dipertahankan, tetapi tidak dapat memberi keuntungan serta ada peluang merugi sehingga butuh suntikan dana segar. Atau ditutup dengan masih ada dana memberi pesangon pada karyawan. Segala peralatan produksi masih berfungsi baik, masih bisa disimpan. Di kesempatan yang lain masih bisa membuka kembali devisi ini. “Okey, nanti kamu saya kabari lagi, setelah kami berunding.” Hanya itu jawaban Bos saya.

Setelah itu saya melewati masa-masa pembahasan dengan mereka bersama dan menghadirkan konsultasi dari pihak konsultan ahli. Akhirnya jatuh pada pilihan menutup usaha ini. Saya pun mengumpulkan semua karyawan di devisi saya dan menjelaskan keadaan perusahaan. Kita semua akan di-PHK dengan pesangon sesuai ketentuan, itu intinya. Para karyawan ini bekerja jauh lebih lama dari saya dan dengan keloyalan yang sangat baik. Saya terpanggil untuk memperjuangkan hak mereka pula. Tidak ada yang protes, mereka memahami kondisi perusahaan. Tiga bulan sebelum PHK, saya memberi kesempatan kalau mereka izin ada panggilan wawancara. Jelas mereka masih butuh kerja.

Saya juga masih harus mengurus penghentian kontrak stand di mall. Sesuai ketentuan uang yang sudah dibayarkan hangus, karena penghentian sepihak. Itupun bisa diterima oleh Bos saya. Ketika saya menghubungi manajemen Mall dan saya jelaskan kondisi kami, mereka juga bisa memahami. Hampir 10 tahun kami kontrak di mall dan selama ini hubungan kami baik. Saya sendiri baru 3 tahun memegang devisi ini. Surat permohonan kami diterima dan masih akan diproses. Beberapa waktu sesudahnya saya ditelpon manajemen Mall bahwa uang sisa kontrak akan dikembalikan dengan pertimbangan sewa kontrak yang panjang serta pembayaran tagihan-tagihan layanan service di mall juga lancar. Wah bersyukur sekali, jumlahnya lumayan lho....! Saya kabarkan hal ini kepada Si Bos. “Wah kok bisa...!” serunya juga tidak percaya. Ya entahlah itulah yang terjadi, diuar dugaan dan di luar perjanjian yang kami tanda-tangani. Gara-gara ini pula, saya jadi kecipratan bonus. Sebelum ini memang sudah ada beberapa kali pertemuan antara manajemen mall dengan para tenant mereka menyadari kesulitan yang terjadi saat itu.

Segala urusan berangsur selesai satu persatu, Bos saya berkeinginan mengadakan makam malam untuk perpisahan dengan karyawan. Saya bahagia sekali mendengarnya, mereka mau makan bersama dengan karyawan di akhir hubungan kerja kami selama ini. Semua Bos saya datang, kami makan malam bersama di sebuah restoran yang mewah dengan suasana santai. Hadir semua karyawan sekitar 30 orang. Di ujung acara Bos saya berbicara kepada kami semua, mengucakan terima kasih atas sumbangsih kerja kami dan masih berharap suatu saat akan bisa membuka devisi ini kembali. Mohon maaf pengambilan keputusan PHK dengan terpaksa harus dilakukan. Semua pihak bisa menerima. Sesudahnya saya pun harus siap-siap jadi pengangguran. Ini memang konsekuensi dari fakta yang ada, yang berani saya ungkapkan secara jujur dan harus saya tanggung konsekuensinya. Tetapi saya yakin, inilah jalan terbaik itu. Inilah yang memerdekakan saya.

Bos telah percaya kepada saya, sehingga memberi tanggung jawab untuk bekerja padanya. Saya mencari makan dari gaji yang diberikannya. Saya mendapat pengalaman bekerja, karena diberi kepercayaan berkarya di ladangnya. Akankah kebaikan itu dibalas dengan membiarkannya terjungkal jatuh dan menderita? Lebih baik kita saling berdebat, mengingatkannya bahwa langkahnya salah. Mencegahnya untuk menjerumuskan diri pada kebijakan yang salah. Rata-rata Bos hanya berpikir global, tidak paham data. Para Bos lebih banyak percaya pada bisikan orang-orang dipercayainya. Hanya bertanya dan jawaban kita dipercaya bahkan untuk memutuskan kebijakan. Apa jadinya bila Bos percaya pada tipu daya palsu dari orang di dekatnya, dibelokkan pada fakta hanya sekedar memberi kesenangan semu. Dibuai dengan omongan manis tapi tidak sesuai fakta hanya untuk menyenangkan hatinya dan mengikuti kemauannya yang salah. Sebagai bos memang banyak yang maunya nyeleneh. Itu sudah biasa! Mereka suka punya keinginan membuat sensasi untuk kemajuan perusahaan atau pencitraannya, tapi SI Bos tak begitu tahu kondisi di lapangan. Para Bos lebih mengedepankan keinginannya yang kadang-kadang fantastis daripada sebuah program yang terinci dan realistis. Tugas para orang-orang terdekat yang dpercayainya untuk memberi nasihat atas kebijakan beliau, meskipun keputusan di tangannya. Ada orang yang handal di balik kesuksesan Si Bos, itu memang benar adanya. Bos suka melempar ide, pegawainya mengolah dan mewujudkannya. Kalau idenya konyol, apa iya akan diiyakan saja? Membantah atau menolak keinginan yang akan berdampak buruk pada perusahaan adalah langkah yang akan diakui dan diacungi jempol oleh Si Bos, meskipun pengakuan itu di belakang hari.

Posisi sebagai karyawan yang dipercaya dan menanggung kelangsungan hidup perusahaan memang tidak mudah. Harus bisa berdiri antara kepentingan Perusahaan, Si Bos dan para pekerja. Sangat salah kalau orang pada posisi ini hanya menjadi seorang “Yes Man”. Pokoknya apa mau Si Bos dituruti. Bos itu akan benar-benar terjungkal dan tak bisa bangun lagi. Bukan hanya bangkrut, tapi juga menanggung malu. Kalau karyawan yang salah langkah, yang tahu Si Bos saja, tapi kalau Si Bos yang salah langkah yang tahu khalayak ramai dan perusahaan menanggung akibat salah kebijakannya. Kalau karyawan salah langkah, masih bisa mundur, tapi kalau Bos salah langkah, tak ada kesempatan mundur. Kerugian, kehancuran dan gengsi yang dipertaruhkan.

Kalau kita sudah berada di posisi penasihat Si Bos, maka sebenarnya harus berpikir bahwa ini perusahaan saya. Rasa memiliki akan mengubah paradigma pemikirannya lebih jauh ke depan dan lebih luas. Apapun akan saya pertaruhkan untuk kebaikan perusahaan. Karyawan pada posisi ini adalah “pembisik” Si Bos. Mereka berada pada posisi strategis yang bisa membuat perusahaan maju atau bangkrut. Akankah di posisi itu membuai Boskita dengan bualan kosong agar nampak baik-baik saja di permukaannya? Pembalasan yang sungguh-sungguh kejam! Bos bukan hanya marah, bukan cuma rugi, gengsinya sudah dijatuhkan. Tak jarang, sampai sakit jiwa.

Sekitar 10 tahun sejak PHK, saya dikejutkan dengan munculnya lagi produk perusahaan saya ke publik. Devisi yang saya pegang dulu mulai berproduksi lagi dengan tampilan yang beda dan perubahan produk yang lebih tidak beragam tapi terfokus pada salah satu produk andalannya. Hubungan saya dengan para Bos juga masih baik. Mereka taklagi memanggil saya, karena memang saya sudah kembali berkiprah di bidang pendidikan lagi. Tetapi beberapa tahun sebelumnya beliau sempat menelepon saya menanyakan tentang foto-foto produk perusahaan, rupanya ada renca besar yang ingin diwujudkannya kembali. Walaupun dulu saat penyerahan segala dokumen sudah lengkap saya serahkan ternyata juga tetap hilang. Ya, Si Bos kan memang tidak terlalu mengurusi hal-hal seperti itu. Benar kan kata saya di atas! Saya masih menyimpan foto produk kami dengan lengkap. Bagi saya, meskipun sudah tidak bekerja lagi di sana, ada jejak saya dari dokumen yang saya simpan sebagai kenangan atas perjalanan karier saya. Dan itu ternyata sangat berguna bagi perusahaan ke depannya.

Peristiwa ini menguatkan saya, keberanian saya mengungkap fakta adalah benar

Meskipun pahit adanya

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun