Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Anak Dijadikan Orang Dewasa Kecil!

24 Mei 2014   16:22 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kompasiana / kompas.com

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi Kompasiana / kompas.com"][/caption]

Jangan Anak Dijadikan Orang Dewasa Kecil!

Oleh : Majawati Oen

Beberapa hari yang lalu saya ketemu dengan anak yang lagak bicaranya seperti pria  sudah dewasa. Bukan sekali ini saja, itulah yang menggelitik saya untuk menulis artikel ini. Bagaimana tidak terbengong, anak yang umurnya tidak lebih dari 10 tahun menanyai saya, nanti akan nyoblos presiden siapa? Masih ditambahi bumbu-bumbu kecondongannya pada salah satu capres seolah-olah dia kenal dengan capres itu dan tahu keunggulannya. Lebih dari itu, bahkan dia juga kenal dan bergaul akrab dengan orang-orang top di sekitarnya yang saat ini sedang terlibat politik. Gaya hidupnya juga berbeda dengan anak-anak kebanyakan, karena dia punya jadwal jam sekian harus ikut orang tuanya ke luar kota dan besok pagi buru-buru balik untuk sekolah. Kalau pembicaraan ini saya lanjutnya, dia akan cerita kegiatannya yang penuh dengan kesibukan yang tidak layak untuk anak seusianya. Pantas juga wajahnya jadi tampak kusut, agak mengantuk kelelahan.

Dari cerita seorang teman, ternyata juga ada anak lain yang sikapnya juga tak kalah heboh. Anak ini usianya masih 5 tahun. Si anak suka menikmati kehidupan glamour, kalau week end menginap di hotel berbintang. Dia juga yang menentukan makan di restoran mana. Maunya kalau pergi naik mobil apa, dialah yang menentukan. Terbiasa memerintah orang-orang yang menjadi bawahan orang tuanya. Suka spontan menolak dan berkomentar negatif pada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya, tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Apa iya anak segitu bisa bayar semua itu, punya wewenang terhadap orang lain pula? Kalau keadaan ini dilihat orang lain, bukankah sikapnya itu kurang pantas.

Sikap kedua anak tadi sepertinya kita anggap berbeda dengan teman-teman seusianya, tetapi orang tuanya malah bangga karena menganggap anaknya mengerti lebih banyak hal dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Anak, Bukan Orang Dewasa Kecil!

Hal yang terbaik bagi seorang anak adalah dia tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Bisa saja dia mempunyai kelebihan dan kekurangan, tetapi tumbuh dan kembangnya wajar dan tidak menimbulkan gejolak yang akan merugikan anak itu sendiri saat ini atau di kemudian hari. Anak-anak dengan perilaku yang aneh seringkali mengalami masalah sosial dalam berhubungan dengan tugas-tugas belajarnya di sekolah, dalam pergaulan dengan teman-temannya dan menampilkan sikap yang cenderung tidak disukai dan menjadi bahan ejekan teman-temannya.

Biarlah anak melewati masa-masa perkembangannya dengan pola kehidupan yang layak sesuai dengan usianya. Alat permainan dan alat belajar yang wajar dan mendidik. Kalau orang tua mempunyai dana yang berlebihan, jangan diartikan si anak perlu diberi mainan yang lebih bergengsi tetapi itu belum layak untuknya. Saat ini sangat sering ditemui anak-anak balita sudah akrab dengan gadget, mainan-mainan berteknologi canggih yang juga jadi mainan bapak-ibunya. Mereka memang bisa, senang dan dapat menikmatinya. Sudah tepatkah untuk anak-anak itu?

Penyebab Anak Menjadi Orang Dewasa Kecil

Anak bersikap seperti di atas bukan tanpa sebab. Ada stimulus yang menggiring anak-anak itu menjadi anak-anak yang bergaya dewasa, antara lain :

  1. Tidak ada batasan yang jelas dari orang tua, mengenai sebuah situasi. Anak boleh memakai semua barang-barang yang ada di rumah, terutama teknologi yang terhubung dengan hal-hal yang bisa untuk main seperti game. Dari yang mulanya coba-coba, sampai kecanduan jadinya. Bukan hanya main game, tapi juga bermedsos, dan penggunaan yang lain.
  2. Anak sering diminta pertimbangannya oleh orang tua dalam menentukan pembelian barang atau pemilihan-pemilihan yang sebenarnya masih belum menjadi wewenangnya.
  3. Anak sering ikut serta dalam urusan-urusan orang tuanya yang lebih banyak membahas pekerjaan atau pembicaraan-pembicaraan untuk orang dewasa. Dia ikut mendengarkan dan bahkan boleh ikut terlibat aktif.
  4. Gaya Hidup yang serba canggih membuat orang tua lebih suka mengikuti arus perkembangan zaman tanpa kontrol dan pendampingan. Tidak menyadari bahwa arus itu bisa berdampak negatif bagi perkembangan anaknya.
  5. Permainan tradisional makin tergusur dan tidak dikenali anak, digantikan dengan teknologi yang seolah bisa menunjukkan gengsi dan gaya bermain modern. Padahal dalam permainan tradisional anak akan lebih sering bersosialisasi secara sehat dengan teman sebayanya.

Secara umum, gaya hiduplah yang membuat anak-anak zaman sekarang hanyut ikut arus modernisasi yang berpengaruh dalam perilaku mereka juga.

Ciri-ciri Anak Menjadi Orang Dewasa Kecil

Mudah mengenali anak menjadi orang dewasa kecil, ada gaya khas yang ditunjukkannya seperti :

  1. Cara berbicara dan topik pembicaraannya dewasa sekali.
  2. Antusias mendengarkan pembicaraan orang dewasa, bahkan ikut terlibat. Suka mendekati orang dewasa yang sedang bekerja dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan hasrat keingintahuannya.
  3. Suka menunjukkan gengsi yang tinggi dan tahu hal-hal yang terkesan eksklusif, seperti barang-barang yang sedang trend, tempat -tempat eksklusif dan beberapa kebiasaan orang dewasa.
  4. Terbiasa membawa alat-alat komunikasi canggih, seperti ipad dan tablet dan mempertontonkan kebolehannya dalam mempergunakan alat-alat itu.
  5. Lebih tertarik dan mengutamakan keikutsertaannya dalam kegiatan berkumpul dengan orang dewasa daripada menyelesaikan tugas belajarnya.
  6. Lebih tertarik dan trampil mengerjakan tugas-tugas yang biasa dilakukan oleh orang dewasa daripada tugasnya sendiri.
  7. Suka menggiring orang tuanya untuk menuruti keinginannya dan marah kalau keinginannya tidak dituruti.
  8. Suka meremehkan teman-teman sebayanya dan tidak nyaman untuk bermain-main dengan mereka.

Harus diakui perkembangan zaman membawa dampak pada gaya hidup manusia. Pola asuh dan pendampingan pada anak-anak mengalami pergeseran. Sebagai manusia, kita harus tetap unggul karena memiliki akal budi. Oleh sebab itu jangan sampai kecanggihan teknologi membuat manusia dikuasai dan terkena dampak buruknya secara bertahap dan tak disadari.

Hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan humanis, tidak bisa digantikan dengan teknologi. Teknologi hadir untuk memberi kemudahan dan bukan menggantikan peran-peran hubungan antar manusia. Kemajuan zaman memang melahirkan barang-barang baru yang membuat orang menjadi konsumtif, sehingga orang makin bekerja keras agar keinginan memiliki ini dan itu dapat terpenuhi. Suami-istri bekerja, pengasuhan anak dilimpahkan pada pihak lain atau digantikan oleh alat-alat canggih yang dijadikan mainannya dianggap sudah cara yang lumrah. Di saat sibuk, anak diajak ke kantor. Pulang sekolah nunggu di kantor sampai jam pulang kantor. Di sana dia bergaul dengan teman-teman orang tuanya. Jangan salahkan kalau dia jadi orang dewasa kecil, karena lingkungan membentuknya begitu. Sangat penting, orang tua segera sadar adanya perubahan pada anaknya dan dilakukan langkah antisipasi sebelum terlanjur menjadi perilaku buruk bagi si anak.

Masa kanak-kanak tidak bisa kembali lagi, alangkah bijaknya sebagai orang tua kita mau peduli. Menciptakan lingkungan sosial yang sesuai dengan usia anak dengan memberikan mainan dan alat belajar yang sesuai umurnya serta melibatkannya bergaul dengan teman sebayanya. Perilaku buruk anak akibat lingkungan sosial yang salah dapat memberi cap buruk pada anak, kesulitan bergaul karena berperilaku tidak wajar dan cara memandang suatu permasalahan dari kacamata yang salah. Memberi kemewahan yang tak sesuai umurnya berdampak buruk bagi masa depannya, karena anak merasa semua keinginannya gampang terpenuhi tanpa tahu caranya. Kalau masih kecil saja sudah bersikap materialis, bagaimana nanti besarnya?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun