Filateli, Hobi yang Mulai Ditinggalkan
Oleh : Majawati Oen
[caption id="attachment_332655" align="aligncenter" width="640" caption="Album perangko (dok pri)"][/caption]
Prangko adalah biaya pengiriman surat melalui kantor pos. Pada saat saya kecil sampai remaja, prangko adalah barang yang biasa kami beli untuk mengirim surat. Sudah biasa dilihat, dipegang dan dipergunakan untuk berkirim surat. Bentuknya yang berbeda-beda dan gambarnya yang mempunyai serial (urutan) membuat orang suka mengumpulkannya sebagai koleksi. Bukan hanya anak-anak, orang dewasapun suka. Ada yang beli baru di kantor pos lalu dikoleksi, ada juga yang menunggu dapat surat atau kartu pos. Untuk melengkapi koleksi, kita juga bisa saling bertukar dengan teman. Filateli menjadi hobi yang menyenangkan dan cukup trend saat itu. Ada kebanggaan kalau punya stamp album dan menunjukkan kelengkapan koleksi yang kita miliki.
[caption id="attachment_332656" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu koleksi yang saya sukai (dok pri)"]
Hobi filateli juga mendorong saya untuk berteman pena. Dengan berteman pena dengan orang di luar kota, saya bisa mendapat prangko dari suratnya. Senang sekali rasanya kalau dapat surat dan ingin segera membalasnya. Saya punya beberapa teman pena di beberapa kota di Jawa, kami rutin saling berbalas surat sampai bertahun-tahun. Meskipun tidak pernah ketemu. Saling bercerita dan berbagi pengalaman, lucu juga kalau surat-surat itu dibaca sekarang. Gara-gara ingin prangko dari luar negeri, saya dan teman-teman sampai punya teman pena dari Malaysia, tujuannya supaya dapat prangko asli dari sana.
[caption id="attachment_332657" align="aligncenter" width="300" caption="Seri Presiden Soeharto (dok pri)"]
Di zaman sekarang yang serba digital, anak-anak jarang bahkan ada yang tidak pernah tahu apa itu prangko, bentuknya seperti apa dan bagaimana menggunakannya. Padahal untuk anak SD istilah filateli itu ada di buku pelajarannya sekolah. Hobi mengkoleksi prangko seolah sudah jadi hobi usang dan sulit dibayangkan oleh mereka. Ya, tidak salah anak-anak ini. Coba lihat surat-surat yang datang ke rumah, seperti tagihan kartu kredit, tagihan asuransi atau yang lain-lain, rata-rata sudah pakai prangko berlangganan, sehingga bentuk nyata prangko semakin jarang dilihat anak-anak di jaman sekarang. Sebagian orang juga sudah minta tagihan ini dan itu dikirim via email saja. Makin jaranglah orang menerima surat dalam bentuk nyata.
[caption id="attachment_332659" align="aligncenter" width="300" caption="Seri Presiden Soekarno, hanya sedikit yang saya punyai (dok pri)"]
Hubungan antar manusia saat ini juga lebih intensif daripada dulu, sejak adanya media sosial seperti Facebook, Twitter, BBM, Instragram dan lain-lain. Mereka bisa saling terhubung setiap saat. Beda dengan jaman dulu yang harus menunggu waktu kiriman surat. Paling cepat sehari atau dua hari, belum menulis suratnya juga perlu waktu. Akibat hal ini pula, gaya seseorang dalam berbahasa juga jadi berubah. Orang jaman sekarang lebih suka berbahasa pendek-pendek daripada mengarang dalam bentuk surat. Kelemahan metode komunikasi saat ini, membuat orang terkuras waktunya dan tergoda untuk menjawab komunikasi pendek-pendek yang bisa datang sewaktu-waktu. Apalagi di saat yang sama bisa langsung berkomunikasi dengan banyak orang dan akan semakin bertambah temannya.
[caption id="attachment_332660" align="aligncenter" width="300" caption="Perangko kuno dengan harga sen (dok pri)"]
Kembali ke prangko, suatu hari karena sedang membahas tentang filateli saat saya mengajar. Saya merasakan murid-murid saya tidak paham dengan yang namanya perangko dan meterai. Mereka lebih melihat bahwa bentuknya hampir sama. Lalu saya keluarkan album perangko saya dulu. Mereka terpesona!
“Wah, bagus ya!”
“Aku mau.....!”
“Aku suka yang ini!”
“Ini... yang ini darimana asalnya?”
[caption id="attachment_332664" align="aligncenter" width="300" caption="Seri Lambang Daerah, sebenarnya ada 27 provinsi (dok pri)"]
Begitulah celoteh anak-anak ini, prangko seolah menjadi benda asing yang menarik bagi mereka. Kebetulan saya punya koleksi prangko baik yang dari Indonesia maupun dari luar negeri. Meskipun tidak banyak, tetapi bisa jadi barang peraga. Prangko dari Indonesia pun sebagian juga saya dapat warisan dari koleksi Om saya serta saling bertukar dengan teman-teman. Prangko dari luar negeri saya dapatkan dari teman-teman pena, yaitu Malaysia dan Hongkong. Ada juga yang dapat dari minta ke orang lain karena melihat amplop suratnya berprangko tapi tidak dikoleksi. Sebagian juga beli. Murid-murid saya ini tidak tahu kalau dulu, saya harus berburu untuk mendapatkannya, setelah dapat harus mengguntingnya dari amplopnya. Menyediakan waktu di hari minggu untuk melepaskan prangko itu dari amplopnya dengan merendam di air lalu mengeringkannya dan menyusunnya di album prangko. Sebuah proses panjang yang belum tentu anak sekarang betah.
[caption id="attachment_332667" align="aligncenter" width="300" caption="Seri alat musik daerah (dok pri)"]
Saat ini perkembangan dunia teknologi membuat orang menjadi lebih mudah terhubung dan saling berkirim kabar dengan media internet. Prangko sudah sangat jarang sekali digunakan. Itulah kenyataan yang harus kita terima. Tetapi kenangan mengenai cara-cara berhubungan dari masa ke masa dapat kita ketahui dari prangko yang pernah merajai di jaman dulu.
Ada beberapa manfaat dari adanya prangko dan hobi mengoleksinya, yaitu :
- Memberi banyak pengetahuan melalui serial prangko.
- Merangsang untuk berkirim surat atau kartu pos.
- Melatih kesabaran dalam proses mengumpulkan sampai menyusun di album.
- Membangun pertemanan, karena koleksi akan lengkap dengan saling bertukar dengan orang lain.
- Menggunakan prangko sebagai sarana berhubungan dengan orang lain melalui surat dapat melatih kemampuan menulis.
- Menghasilkan uang, karena koleksi prangko ada nilai jualnya.
Walaupun prangko sudah jadi alat komunikasi dan hobi yang mulai ditinggalkan, tetapi kehadirannya sebenarnya masih punya arti dalam sejarah surat-menyurat. Sampai sekarang masih banyak orang yang menggunakan prangko dengan saling bertukar kartu pos. Anak-anak jaman sekarang perlu mengenalinya, meskipun saat ini mereka sudah tidak menggunakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H