[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi /Kompasiana (shutterstock)"][/caption]
Benarkah Anak Kecil Itu Jujur?
Oleh : Majawati Oen
Malam itu, setelah kami semua selesai mengajar, saya dan para guru berbincang-bincang di kelas saya, salah satu guru saya bercerita, “Bu, murid saya Si Lia (bukan nama sebenarnya) tadi menyontek. Ditulis di tangannya kecil-kecil.” Saya tersenyum mendengar ceritanya. Baru kali ini peristiwa itu terjadi di kelasnya yang muridnya rata-rata kelas 1 SD. Dari gayanya bercerita, si guru tidak percaya bahwa muridnya yang masih kelas 1 SD sudah berani dan lihay mencontek. Rupanya dia gusar, sehingga anak tersebut langsung ditegur dan dinasihati dihadapan 4 temannya yang lain di kelas yang dia ajar. “Dia tadi hampir nangis, gara-gara saya tegur?” terusnya bercerita. “Bukan karena teguranmu, tapi karena malu sama teman-teman yang lain dia ketahuan mencontek,” kilah saya. “Saya nasihati tadi masih berani membantah lho, Bu! Katanya begini, teman-temanku itu lho juga begini di sekolah!” jelas guru saya menirukan bantahan muridnya.
Sepenggal kasus yang terjadi di bimbel saya hari ini bukan kasus pertama yang terjadi pada anak kecil. Mencontek dan berbohong sudah biasa dilakukan oleh anak-anak itu dengan gaya yang seolah-olah lugu. Modusnya juga beragam, seperti membuang kertas di lantai yang sudah ada daftar perkalian, karena dia kesulitan menghafal perkalian. Uang kembalian les, tidak diserahkan ke orang tua tetapi untuk beli mainan. Lupa bawa buku, padahal sengaja ditinggal karena tidak mau belajar pelajaran itu. Kami sendiri juga sering tak menyangka anak-anak yang masih usia 6-8 tahun mencoba-coba tidak jujur. Biasanya saya akan mengajaknya berbicara sendiri kalau cara menyonteknya hanya saya yang tahu, tetapi bila ketahuan anak-anak yang lain maka bahan contekannya saya minta. Anak tersebut saya ajak bicara berdua dengan lebih banyak bertanya untuk mengorek motifnya sampai dia melakukan itu, baru kemudian diarahkan pada pilihan-pilihan agar dia bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Sekedar dimarahi bukanlah solusi, karena hanya akan membuat anak berhenti melakukan aksinya sejenak saja. Di kesempatan yang lain dia akan mencobanya lagi.
Mengapa anak kecil tidak jujur?
Pengaruh lingkungan membuat anak mempelajari cara-cara berbuat tidak jujur. Cara itu ingin dicobanya karena dianggap memudahkannya mencapai tujuan. Dari mana anak-anak belajar cara-cara tidak jujur? Dari lingkungan terdekat, di rumah yang pernah dilakukan oleh orang tua, saudara, pengasuh, teman di sekolah, film di TV dan lingkungan sekitarnya. Mereka punya naluri bisa merasakan orang ini jujur atau tidak, dan ketika pengalaman ketidakjujuran pernah dialaminya, anak ingin mencobanya dengan hal-hal yang berhubungan dirinya pada kesempatan yang tepat. Ketika aksi itu dilakukan dan tidak ada orang yang tahu, maka hal itu akan dilakukannya lagi. Dan lagi, dan lagi kemudian menjadi kebiasaan dan ketagihan.
Anak kecil sebenarnya tidak benar-benar bermaksud tidak jujur, tetapi pengaruh lingkungan membuatnya ingin mencoba pengalaman itu dan ketika cara itu berhasil memperdaya orang lain atau kondisi yang mendukungnya melancarkan aksi tidak jujurnya, maka ada perasaan menguatkannya.
Film yang ada di televisi seringkali juga menayangkan trik-trik berbohong yang bisa saja salah diterima oleh penonton kecil. Mereka menelan mentah-mentah tontonan itu dan mengaplikasikannya dalam tingkah lakunya. Lebih parahnya lagi, bukan hanya dicontoh caranya berbohong, tetapi penonton juga melihat mimik wajah agar dapat meyakinkan orang yang dibohonginya. Itulah yang ditirunya.
Perbedaan sanksi berperilaku tidak jujur di zaman dahulu dan sekarang
Pada zaman dahulu sebelum ada komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak, orang tua dan guru sangat berperan mendidik anak-anak untuk berbuat jujur. Kejujuran itu mutlak, akan ada sanksi yang tegas kalau sampai anak tidak jujur. Hukumannya bisa fisik dan teguran yang diterima sangat keras karena berbuat tidak jujur juga mengandung unsur bikin malu orang tua karena dianggap kurang bisa mendidik anaknya. Anak takut untuk berbuat tidak jujur.
Pola pengasuhan di zaman sekarang yang sudah lebih humanis membuat anak-anak lebih berani berbohong dibandingkan dengan zaman dulu. Jika orang tua atau guru sampai melakukan tindakan yang keras bisa-bisa kena sanksi dari Komnas HAM dan KPA. Sementara perkembangan teknologi membuat anak mengenal cara-cara tidak jujur yang bisa didapatnya dari mana saja. Anak sekarang juga cenderung pandai berargumen, oleh sebab itu pelanggaran terhadap kejujuran menjadi dianggap sebagai pelanggaran yang remeh. Apalagi sanksinya lunak.
Apa manfaat berbuat tidak jujur bagi anak-anak?
Sebagian besar mereka hanya ingin enaknya saja. Cara-cara seperti menyontek atau tidak mengakui perbuatan salahnya dianggap hanya untuk meringankan beban tugasnya saja. Mereka tak begitu tahu manfaatnya, hanya sekedar curi-curi kesempatan saja. Akan tetapi apabila kebiasaan ini tidak segera diluruskan, maka anak tersebut akan makin mahir dengan ketidakjujurannya yang merambah pada hal-hal lain yang lebih luas dan akhirnya dia menemukan manfaat dari ketidakjujurannya yang bisa menguntungkan dirinya. Benar-benar membahayakan, bukan!
Berbuat tidak jujur karena ada peluang
Dari pengalaman saya bergaul dengan anak-anak, terutama anak kecil. Mereka menjadi tidak jujur karena ada peluang. Oleh sebab itu ketika anak merasa berada dalam kontrol yang baik, maka hal-hal buruk itu hanya sempat dikenal dan dicoba, tetapi tidak sempat berkembang menjadi kebiasaan pada diri anak. Kontrol pada anak-anak sampai dengan usia SD masih sangat dibutuhkan meskipun tampaknya mereka sudah bisa mandiri dalam banyak hal. Orang tua, guru, pengasuh harus memahami anak dari tanda-tanda bahasa tubuh, mimik wajah, cara bicara dan kebiasaan yang berubah untuk mendeteksi adanya ketidakjujuran yang dilakukan anak. Yang sangat perlu diwaspadai, anak sekarang rata-rata mahir dan berani berargumen pada saat ketahuan melakukan ketidakjujuran. Bisa meyakinkan orang lain dengan bahasa tubuh dan mimik wajahnya, tanpa mengenalnya dengan baik kita bisa terkecoh. Anak-anak masih perlu dikawal dalam menanamkan sikap jujur di dalam dirinya agar menjadi sikap yang diyakininya dan dijalankan dengan penuh kesadaran.
Ciri-ciri anak kecil yang tidak jujur
- Sikap duduk atau berdirinya gelisah, seperti ada yang tidak ingin dilihat orang lain / disembunyikan.
- Mimik wajah tampah grogi, biasanya tampak pada salah satu indra. Misalnya tatapan mata berubah, gaya bicara tersendat-sendat, tangannya digerak-gerakkan ke sana ke mari seperti sedang nervous.
- Berani membantah dengan nada marah-marah atau bahkan menangis untuk mengalihkan perhatian
- Apabila pertanyaan kita menyudutkannya akan tampak rasa ketakutan
Dan masih banyak tanda-tanda lain yang menyesuaikan dengan kasusnya.
Cara mengatasi anak kecil yang tidak jujur
Di saat anak ketahuan tidak jujur, maka pada saat itu harus dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Jangan ditunda lagi hanya dengan alasan-alasan yang tidak tepat, seperti nanti anaknya malu, sekarang sudah malam, ah, baru sekali kok, mana mungkin anak kecil bohong. Kenapa jangan ditunda? Kalau ditunda, moment efek jeranya juga sudah berkurang.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan ketika mendapati anak tidak jujur :
- Dimulai dengan pendekatan dengan menunjukkan fakta-fakta yang membuktikan bahwa dia melakukan kebohongan.
- Ajukan beberapa pertanyaan untuk mendalami latar belakang dia melakukan kebohongan itu.
- Arahkan anak agar mau jujur mengakui perbuatan bohongnya
- Paparkan beberapa pilihan agar anak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
- Arahkan anak agar bisa memilih langkah yang jujur dan menemukan manfaatnya.
- Mendorong anak untuk berjanji pada dirinya untuk jujur di kemudian hari.
- Ajaklah anak menemukan potensi sikap jujur yang bisa dilakukannya.
- Jauhkan sikap menyalahkan dan menasihati anak secara berlebihan, karena hal itu hanya akan memojokkan anak pada sikap salah yang dilakukannya. Hal ini justru mendorongnya melakukan kebohongan baru.
- Jangan terbawa adu argumen dengan anak, apalagi sampai kalah debat dengan si anak. Efeknya akan makin membingungkan anak tentang makna kejujuran.
Bahaya kebiasaan tidak jujur yang dibiarkan
Tidak ada istilah berbohong untuk kebaikan. Yang ada berbohong itu tidak baik. Berbohong satu kali sama dengan dengan berbohong ratusan kali. Bedanya orang yang sudah sering berbohong, hati nuraninya makin kebal, sehingga kebohongannya tidak lagi dianggapnya sebagai kesalahan. Inilah bahaya dari kebisaan bohong yang dibiarkan. Lebih baik anak kecil itu menangis karena ketahuan berbohong, dipermalukan dihadapan teman-temannya karena dia ketahuan tidak jujur, dihukum guru atau orang tua akibat perbuatan tidak jujurnya, dikucilkan teman-temannya dan banyak lagi pengalaman buruk akibat tidak jujur telah dialami anak di masa kecilnya. Hal itu akan punya kesan mendalam di hatinya dan dia dapat membedakan jujur dan tidak jujur beserta konsekuensinya. Inilah yang akan menjadi kesempatan bagi anak menemukan makna kejujuran yang akan jadi bekalnya seumur hidup.
Salam untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H