Di penghujung tahun 2015 ini negara kita diributkan dengan persoalan kemacetan yang mengular hampir di berbagai kota di Pulau Jawa dan sebagian Sumatra, terutama di ibukota Jakarta. Dan seperti biasa media mulai menggiring opini mencari pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dengan mendatangkan para narasumber untuk saling melontar komentar memojokkan pihak-pihak yang dianggap paling bertanggung jawab. Sampai Dirjen Perhubungan Darat, sebelum ada yang menunjuk dirinya bersalah sudah mendahului mengaku bersalah dan menyatakan berhenti. Sikap ini pun masih dipolemikkan. Dan yang terakhir saya baca dari running text pagi tadi, DPR akan memangggil Menhub.
Mohon maaf media, Anda sangat lihay kalau jadi kompor dalam setiap masalah yang terjadi di negeri ini. Coba turun ke jalan, apa yang akan dilakukan para pihak yang sudah diundang stasiun TV untuk berkomentar itu? Saya yakin mereka pun juga akan pusing. Kemacetan di negeri ini sudah menjadi masalah bersama, semua pihak punya andil untuk bersalah. Jadi tak guna untuk saling tunjuk dijadikan kambing hitam. Kita semua “kambing hitam” itu.
Indonesia adalah negara sedang berkembang dimana kesejahteraan rakyatnya mulai meningkat. Kalangan menengahnya sudah mulai masuk tahap sejahtera. Liburan sudah menjadi kebutuhan. Sehingga moment akhir tahun menjadi kesempatan berlibur keluarga. Jangankan akhir tahun, akhir pekan saja iya kok....! Namanya kemacetan bukan cuma di masa liburan, sudah rutin. Sehingga masa akhir tahun ini membeludak ya memang itu lumrah terjadi. Ada yang bilang, mestinya diantisipasi, mau diantisipasi bagaimana lagi?
Dengan cara tidak mengizinkan truk barang berjalan? Buktinya kemarin libur Idul Fitri juga tetap macet. Problemnya aliran kendaraan itu sudah diluar batas kuota jalan. Kendaraan di jalanan itu sudah sangat luar biasa banyaknya tidak seimbang dengan ruas jalan yang ada. Bahkan sudah dibangun jalan tol juga masih tidak nampung kok! Coba lihat di kampung-kampung dan gang-gang kecil di kanan-kirinya sekarang banyak mobil parkir, tiap rumah bisa punya 3-4 sepeda motor. Kendaraan-kendaraan ini sudah mampu dibeli oleh mereka dan menjadi transportasi yang mudah dan murah bagi mereka dalam bermobilisasi. Kalau mampu bayar, ya dibeli dong! Meskipun dengan cara kredit. Kalau punya kendaraan mau dipakai jalan-jalan juga haknya yang punya kan? Ini tidak bisa diprediksi bukan!
Kendaraan umum kurang. Tidak juga! Buktinya tiket kereta api sudah ludes jauh hari, malah menambah gerbong. Tiket pesawat juga demikian, bus-bus juga ramai penumpangnya, jasa travel juga demikian. Logikanya kalau transportasi masal banyak diburu orang, berarti kan transportasi pribadi banyak yang tidak keluar? Kalau semua sudah dikerahkan, artinya apa? Jumlah penduduk di perkotaan sudah sangat padat. Orang-orang di kota ingin menghabiskan liburan dengan pulang ke daerahnya masing-masing, untuk bersilahturahmi dengan keluarga.
Ini membuktikan bahwa urbanisasi sudah sangat membludak. Para penduduk daerah sebagian besar berpindah ke kota karena lebih mudah mendapat pekerjaan. Sebagian lagi ingin berlibur, bukankah pariwisata saat ini lagi ramai-ramainya digalakkan. Ya jangan disalahkan kalau masyarakat ingin menghabiskan waktu liburannya dengan mengunjungi objek wisata. Memang diiming-iming untuk datang ke sana kok!
Kalau sudah begini, mau menyalahkan siapa? Tidak adil kalau yang jadi kambing hitam adalah kementerian perhubungan, kepolisian yang mengurusi lalu lintas dan juga jasa marga. Ya kita semua yang terlibat ikut salah. Pembenahan untuk kemacetan di Indonesia harus melibatkan banyak pihak dan harus ada sinergi dalam pengambilan kebijakan. Selama kendaraan digelontorkan terus, dengan harga murah dan kemudahan dalam memperolehnya. Jangan harap Indonesia akan mentas dari kemacetan. Yang terjadi akan makin krisis energi bahan bakar, meningkatnya polusi udara, jalanan cepat rusak dan korban nyawa manusia.
Dana desa sudah digelontorkan, inilah kebijakan pemerintahan Jokowi yang bisa menjadi harapan awal bagi negara kita untuk meratakan hunian penduduk, agar tidak terlalu terkonsentrasi di perkotaan. Desa harus membangun infrastruktur yang bagus dan menarik investor untuk mengembangkan sektor industri di pedesaan. Akan lebih baik lagi kalau industri yang bisa mendukung potensi desa setempat dan ramah lingkungan. Sudah saatnya sektor pertanian dan perkebunan kembali digalakkan dan kita berjaya kembali sebagai negara agraris. Dengan cara ini akan menarik pekerja untuk terjun ke desa-desa.
Kembali ke judul di atas, Liburan Cerdas Sudah Saatnya Digagas. Siapa yang tak suka liburan? Belum liburan saja, rencananya sudah dirancang bukan? Anak-anak sudah menagih orang tuanya untuk diajak berlibur. Saat ini, liburan sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup. Siapapun butuh liburan, siapapun sudah mengalokasikan dana untuk berlibur sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Berbeda dengan dulu, yang berlibur adalah pihak-pihak yang punya duit lebih. Lalu bila bertemu dengan kemacetan panjang seperti kemarin, bukankah rencana liburan jadi bencana?
Bagaimana tidak? Capek di jalan, emosi teraduk-aduk. Bisa-bisa ketinggalan pesawat, ketinggalan acara dan sebagainya. Lantas, apa solusinya? Kalau seperti sekarang, yah hanya protes sana-sini, hujat sana-sini, tunjuk kambing hitam, ngomel di sosmed. Itu hanya tumpahan rasa kesal yang tidak mengatasi masalah.
Liburan cerdas dapat menjadi solusi untuk dapat menikmati liburan agar kita mendapat manfaatnya. Sudah terbukti perjalanan di saat libur Idul Fitri, Akhir Tahun sangat menguras energi, sudah saatnya berpikir diluar biasanya. Bagi umat Islam, Idul Fitri adalah saatnya berkumpul dengan keluarga besar, tapi memaksakan diri pulang kampung saat Idul Fitri di tengah hiruk pikuk kepadatan lalu lintas sudah terbukti banyak memakan korban jiwa, tidak adanya kenyamanan selama perjalanan. Oleh sebab itu ambillah waktu sebelum atau sesudahnya. Pada saatnya Idul Fitri tiba kita bisa memberi ucapan melalui alat komunikasi. Bukankah berkahnya bukan ditentukan oleh waktunya, tetapi niat dan ketulusannya. Seperti para pekerja yang tetap harus bertugas di saat liburan, mereka akan mengambil cuti di hari yang lain.