Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Karakter Teliti pada Anak

14 Oktober 2014   17:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:04 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Majawati Oen

Seringkali saya mendapat keluhan dari Orang Tua murid perihal kurangnya ketelitian anaknya, sehingga berakibat PR dan nilai ulangannya tidak maksimal. Melalui keluhan itu tentunya orang punya harapan agar saya sebagai guru les bisa mengubah kebiasaan anaknya yang tidak teliti ini. Ketelitian adalah bagian dari karakter, sehingga bukanlah hal yang bisa diajarkan. Ketelitian adalah sikap yang terbentuk karena dibiasakan dalam kehidupan anak sehari-hari secara terus menerus dan dalam jangka waktu panjang. Di dalam perjalanannya orang tua harus mengawasi dan memberi teguran serta pengarahan apabila anak mulai keluar jalur. Anak harus senantiasa digiring untuk menjadi teliti. Pembentukan sikap teliti bisa dilakukan oleh orang terdekat yang paling banyak menghabiskan waktu dengan anak. Siapa lagi kalau bukan orang tua, pengasuh dan gurunya di sekolah. Merekalah yang setiap hari bergaul dan mengawasi sikap serta hasil belajar anak.

Sebagai guru les saya hanya bertemu dengan anak sekitar 2 sampai 3 kali seminggu dengan durasi pertemuan sekitar 2 – 3 jam pengaruhnya kurang maksimal dibandingkan dengan orang tua, pengasuh dan guru di sekolah. Tetapi biasanya saya memberikan saran kepada orang tua tentang upaya-upaya yang bisa dilakukan bersama anak, agar anak menjadi teliti. Sayangnya hanya sebagian kecil saja orang tua yang sanggup menerapkannya, sebagian besar hanya berhenti sampai pada keluhan saja dan tidak melakukan upaya apa-apa untuk anaknya. Sebagian lagi hanya mencoba beberapa kali, lalu kembali ke pola lama. Akibatnya anak tetap tidak teliti.

Memang bukan perkara mudah mengubah anak menjadi teliti, meskipun kita mengakui bahwa ketelitian itu penting dan banyak manfaatnya. Pada sebagian keluarga yang sudah amburadul dalam menata kehidupannya memang sudah tidak ada suasana teliti dalam menjalani kehidupannya. Jangankan anaknya, orang tuanya pun tidak kok? Mau minta anaknya teliti bagaimana, sementara teladan yang dia amati sehari-hari sudah serba banyak tidak telitinya. Pada sebagian anak yang orang tuanya teliti, tak jarang anaknya tidak teliti. Pada kasus ini biasanya tidak seberat yang pertama, karena ketika orang tua menyadari lebih mudah anak diarahkan untuk teliti. Pada dasarnya orang tua sendiri kurang suka dengan sikap tidak teliti anaknya dan dia punya cara dan upaya untuk membantu anaknya menjadi teliti.

Guru di sekolah juga punya pengaruh besar. Tuntutan seorang guru akan “didewakan” oleh murid-muridnya. Anak-anak biasanya takut melanggar atau takut bila tidak melaksanakan tugas gurunya. Perintah gurunya akan dituruti, pada guru yang menuntut ketelitian akan dengan sendirinya mengubah anak menjadi teliti. Karena kesalahan akan berbuah pengurangan nilai. Tuntutan untuk teliti dari guru itu besar pengaruhnya. Oleh sebab itu bersyukurlah orang tua, terutama ketika anaknya masih duduk di bangku SD jika mendapatkan guru yang teliti. Tuntutan sang guru akan banyak pengaruhnya pada anak untuk meningkatkan ketelitiannya.

Saya pernah mendapatkan murid yang sangat tidak teliti, sementara dia berada di kelas yang gurunya sangat teliti. Anak ini selalu lupa menambahkan titik pada huruf “ i ” dan “ j “. Hukuman atas ketidaktelitiannya itu dia harus membuat pembetulan tulisan. Sampai 4 kali pembetulan tulisan masih selalu ada huruf yang dia kelupaan titiknya. Akibatnya, anak ini marah. Setiap huruf “ i “ dan huruf “ j “ diberi titik yang sangat besar sekali kira-kira berdiameter 2 milimeter. Seru sekali, tulisannya! Akhirnya saya turun tangan, pada kasus ini hukuman itu sudah tidak efektif lagi, tetapi memunculkan sikap benci pada si guru yang seolah-olah mencari-cari kesalahannya. Saya ajak dia bicara, saya berdiskusi dengan dia tentang tujuan guru menghukumnya karena dia selalu lupa membubuhkan titik pada huruf i dan j. Yang saya bahas bukan kesalahannya dia, tetapi tujuan dibalik hukuman itu. Ada hal-hal besar yang akan runtuh hanya karena kita menyepelekan hal-hal kecil. Itulah yang tidak dia sadari sekarang. Dengan ilustrasi cerita tentang manfaat ketelitian di masa depannya yang berhubungan dengan profesinya kelak membuat anak tersadar bahwa ketidaktelitian itu ada kerugian dan bahayanya. Seumpama saja seorang dokter tidak teliti memeriksa pasiennya, bisa berakibat fatal dalam pengobatan. Seorang pedagang yang tidak teliti menghitung, bisa mengalami kerugian dan sebagainya. Sejak itu dia bisa menerima dan sadar bahwa sikap tidak teliti akan merugikan dirinya sendiri kelak. Setelah anak sadar dan memahami akan pentingnya ketelitian, maka kita perlu menguatkannya. Bahwa untuk menjadi teliti harus dimulai dari sejak sekarang. Bukan ditunda-tunda lagi. Karena menjadi teliti butuh proses dan pembiasaan.

Setiap anak berbeda-beda caranya untuk menjadi teliti, ada yang suka dengan persiapan yang matang, ada yang mengecek kembali, ada yang menghitung ulang, ada yang mencari partner untuk saling mengingatkan. Biarlah anak menemukan sendiri pola untuk mencapai tujuan yaitu terbentuknya sikap teliti dalam dirinya. Terlalu diatur-atur membuat terbentuknya sikap itu tidak alami. Akibatnya bisa jadi dia merasa tidak cocok, lalu kembali ke pola lama. Kenyamanan untuk mencapai sikap teliti sangat penting, terutama agar sikap itu terbentuk untuk jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan serta berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan kebutuhannya.

Beberapa kemungkinan yang dapat membuat orang tersadar untuk mau menjadi teliti adalah :


  1. Pengalaman Buruk. Seringkali orang menjadi menghitung dua kali, mengecek kembali kunci rumahnya, membaca dua kali dan sebagainya dikarenakan pernah mengalami kejadian buruk akibat kecerobohannya. Pengalaman buruk termasuk salah satu titik balik orang untuk berubah menjadi teliti dan menyadari manfaatnya karena tak mau pengalaman buruk itu terulang kembali.
  2. Tuntuan Keadaan. Orang-orang yang bekerja di bidang keuangan atau di mana hasil kerjanya akan berakibat pada kerugian/keuntungan serta diawasi sehingga menuntut kebenaran yang mutlak akan dengan sendirinya menuntut dirinya untuk teliti. Kesalahan yang dilakukannya jelas-jelas berakibat buruk bagi dirinya dan orang lain. Ini juga termasuk tuntutan orang tua kepada anaknya.
  3. Tokoh Panutan. Orang tua, guru, teman bisa menjadi tokoh panutan. Dimana kebiasaan mereka teliti menjadi menginspirasi untuk membuat seseorang untuk teliti. Hasil kerja atau kebiasaan tokoh panutan itu ingin dijadikan pedoman hidupnya juga. Pola in akan membentuk kebiasaan hidup pada dirinya.
  4. Kesadaran Diri. Ada orang-orang yang terlahir ketelitian yang tinggi. Sejak kecil sudah suka pada hal-hal yang detail. Pada anak-anak yang seperti ini memang sudah punya bawaan untuk mengamati sesuatu dengan cara pandangnya yang berbeda. Bahkan orang lain tak lihat dan perhatian, justru itu jadi fokus perhatiannya.

Secara umum, kita perlu tahu bahwa ketelitian itu sangat berguna. Anak-anak tetap dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Kita sebagai orang tua dan pendidik tidak bisa menyamaratakan apalagi membanding-bandingkan mereka. Yang terpenting adalah kita perlu membantu anak-anak ini untuk membentuk sikap teliti dan menanamkan di hatinya bahwa ketelitian akan sangat berguna. Anak-anak masih dalam proses pembentukan sikap, sehingga naik-turun itu biasa terjadi. Mungkin sekarang mereka masih menganggap itu belum penting, masih tersandung-sandung untuk menjadi teliti. Tetapi sebuah nilai-nilai kebaikan yang kita tanamkan di hati mereka itu tetap tumbuh. Biasanya di saat mereka bertemu masalah yang membuktikan bahwa nilai-nilai itu benar, sejak itulah mereka baru terkuatkan untuk menerapkannya dalam kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun