Perlu Waspada dengan Telemarketing Gadungan
Oleh : Majawati Oen
Dua hari ini suami saya dapat telpon dari telemarketing bank dan asuransi. Yang pertama karena bolak-balik tidak diterima. Telemarketing ini nelpon ke nomor HP saya. Saya sempat heran, kok cari suami saya melalui HP saya. Jelas-jelas dia tidak pernah mencantumkan nomor HP saya pada data perbankannya. Lalu saya sodorkan ke dia. Nada bicaranya sudah jelas gaya telemarketing, tapi karena menyebutkan nama bank ternama saya tidak tanya macam-macam, bisa jadi bukan urusan penawaran produk, tetapi urusan pekerjaan. Dari gaya bicara saat mereka telpon, bisa saya rasakan suami saya kesal dan tak lama kemudian ditutup. Lalu dia mengomel, “Aneh, masak pengkinian data kok melalui telpon. Lha wong aku sudah kirim dan dapat balasan sms. Ngapain pengkinian data lagi. Ditanya balik suruh sebutkan data yang aku punya, nggak bisa jawab. Hanya mengandalkan bahwa pembicaraan ini direkam. Halah, direkam atau tidak, kita juga nggak tahu!” Memang yang saya tahu pengkinian data tidak melalui telpon, bisa jadi ini modus kejahatan.
Yang kedua hari ini, suami saya mendapat telpon dari telemarketing perusahaan asuransi ternama juga yang meminta sebagai donatur dengan sumbangan Rp 5000,00 saja. Cukup sekali bayar dan dapat jaminan asuransi puluhan juta. Lalu diminta menyebutkan nomor kartu kredit. Suami saya mencoba untuk meminta orang tersebut kirim email saja, supaya ada bukti. Lagi-lagi dia mengatakan bahwa pembicaraan ini direkam. Penelepon berusaha menggiring agar kita menyebutkan data.
Nomor telpon yang digunakan nomor PSTN domisili Jakarta atau nomor HP. Mereka rata-rata juga menyebutkan nama bank atau asuransi ternama di Indonesia sebagai penyandangnya. Benar atau tidak, sungguh tidak ada salahnya kita tidak dengan mudahnya memberikan data-data penting kepada orang yang mengaku-ngaku dari instansi bank atau asuransi dengan sembarangan. Repot sedikit dengan mendatangi kantor bank atau melalui situs resminya akan lebih aman dan dapat dipertangungjawabkan. Data yang kita miliki ternyata sering bocor ke mana-mana dan itu memungkinkan dipergunakan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab. Tak selamanya pegawai bank dan asuransi bekerja di tempat itu terus. Ketika mereka keluar dari sana bisa saja mereka tahu dan membawa data kita. Tentunya tidak semua, tetapi dengan bocornya data-data kita jatuh pada orang lain yang tak pernah berhubungan dengan kita sudah seharusnya menjadi waspada. Apalagi mulai 1 Januari 2015 penggunaan PIN kartu kredit mulai diberlakukan. Jangan sampai kita menjadi korban kejahatan atas kelalaian kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H