Kapan Saatnya Anak Perlu Les?
Oleh : Majawati Oen
Kemarin pagi saya membaca artikel yang menjadi HL dari Kompasianer Muthiah Alhasany yang berjudul Anak Masuk Rumah Sakit Jiwa Karena Kebanyakan Les , sebelumnya judul yang senada pernah saya baca di Yahoo. Apapun yang berlebihan memang tidak baik, tidak hanya les. Terlalu banyak belajar, terlalu banyak main game, terlalu banyak olah raga, terlalu banyak bersosial media juga begitu. Apapun yang kita lakukan berlebihan, baik untuk hal yang kita sukai, apalagi hal yang dipaksakan, dampaknya pasti negatif.
Melalui tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman, karena saya berkecimpung di dunia bimbingan belajar dalam kurun waktu yang lama. Di saat saya sekolah dulu, saya juga pernah ikut les. Pengalaman inilah yang saya gabungkan. Tulisan ini saya buat sebagai pertimbangan bagi orang tua untuk mengambil keputusan, kapan saatnya anak perlu les dan tidak, terutama untuk pelajaran sekolah.
Perlu les karena ketinggalan pelajaran
Ini adalah urgent, di saat anak sudah ketinggalan pelajaran dan anak merasa sudah tak bisa mengejar. Orang tua di rumah juga tak bisa memberi pendampingan belajar sesuai kebutuhan, pada saat ini anak harus mengikuti tambahan pelajaran, baik dalam bentuk les maupun tambahan yang diberikan guru di sekolah. Ketertinggalan yang menumpuk akan berakibat fatal. Kemampuan anak sudah tidak sesuai dengan tuntutan belajar dan dampaknya bisa kemalasan, putus asa, menghindari belajar bahkan frustasi. Ada orang tua yang memaksakan mengajari, lalu salah, makin fatal. Karena menimbulkan ambivalensi dalam memahami pelajaran, jadinya anak makin kebingungan. Ada baiknya kalau mau mengajari anak, orang tua juga harus ikut belajar sesuai cara dan metode belajar terbaru, jangan menggunakan cara zaman orang tua dulu. Beberapa sudah nggak cocok lagi.
Perlu les karena orang tua tidak bisa mendampingi anak belajar
Banyak orang tua berpikir bahwa kalau sudah sekolah, ya beres belajarnya. Di rumah orang tua hanya mengawasi secara verbal, “Kamu sudah belajar, Nak?” dan anaknya menjawab, “Sudah!” Lalu tidak ada pengecekan lagi, orang tua punya kesibukan sendiri. Tahunya anak setiap hari berangkat sekolah. Kalau anak sudah besar, bahkan mengawasi secara verbal melalui sosmed, tanpa tatap muka lagi! Tahu-tahu raportnya kobongan. Anaknya yang dimarahi, sekolahnya yang dianggap tidak becus. Lhoooo.....! Bahkan anak-anak TK sekarang yang mengajari baca dan kosa kata adalah Ipad. Apa yang terjadi, keluar suara robot. Saya mendapatkan murid TK saya yang setiap kali orang bicara ditirukan dengan nada suara robot, sampai bingung saya. Ada apa ini? Setelah saya telusuri karena dia suka menirukan pada program yang ada di Ipad-nya yang sering dibukanya untuk bahan belajar di rumah. Tidak salah menggunakan teknologi dalam belajar, tetapi pendampingan diperlukan.
Seharusnya orang tua memang turun tangan mengajari anak-anaknya secara langsung, terlibat dan ikut nyemplung belajar, mengawasi, mendampingi, mengarahkan, memotivasi bahkan berdiskusi sampai berdebat tentang bahan ajar anak-anaknya. Keterlibatan itulah yang bisa membuat anak dan orang tua terlibat dalam pertalian belajar. Di zaman yang serba kurang waktu ini, apalagi yang tinggal di kota besar. Tak jarang anak sampai jarang tatap muka dengan orang tuanya. Mamanya bangun siang karena pulangnya sudah malam, anaknya sudah tidur. Sepulang dari kantor malam hari, itupun masih harus tanda tangan tugas-tugas anaknya yang sudah disiapkan Si Anak. Esok pagi anak berangkat sekolah tak sempat ketemu mamanya, karena masih tidur. Urusan ke sekolah oleh sopir atau antar jemput, sepulang sekolah diurus pembantu. Mereka hanya bertemu di hari Minggu. Ya memang ini kehidupan yang tidak ideal, tetapi apa iya lalu Si Ibu mau diminta berhenti bekerja urusi anak-anaknya. Ternyata sebagian ibu justru menjadi stress kalau hanyadi rumah mengurusi anak-anaknya saja, meskipun penghasilan suami sudah cukup. Hal ini saya pernah dengar sendiri dari pengakuan orang tua murid saya. Pada kasus yang lain, pasangan suami istri yang sedang meniti karier dan punya impian besar, kredit rumah, kredit mobil, kredit barang-barang konsumtif lainnya. Ya, mana cukup kalau tidak keduanya bekerja.
Pada kasus lainnya lagi, kemampuan orang tua sudah tidak sebanding dengan perkembangan pembelajaran saat ini. Dulu orang tua tinggal di daerah, standar belajarnya jauh dengan di kota, apalagi sekarang anaknya dimasukkan sekolah favorit yang standar belajarnya tinggi. Otomatis orang tua tidak bisa mengikuti lagi dan tak paham.
Jika demikian, jangan sampai anak ditelantarkan. Pada kondisi di atas bimbel biasanya diperlukan untuk pedampingan belajar dengan jadwal yang tepat.
Perlu les karena butuh latihan
Pada anak-anak tertentu, memang membutuhkan latihan tambahan untuk mendalami materi yang sedang dipelajarinya. Penjelasan guru belum benar-benar dipahami karena batasan waktu dan target mengajar, serta kurang cepatnya daya tangkap seorang anak. Akibatnya kesulitan pada saat mengerjakan PR, tugas mandiri dan ulangan. Dengan latihan rutin, anak menjadi paham lika-liku soal, sehingga kemampuannya terasah dan prestasi menjadi meningkat.
Perlu les untuk tujuan tertentu
Tak bisa dipungkiri tujuan seorang anak atau orang tua mengikuti les bermacam-macam. Memang ada yang bertujuan meraih juara, dapat tembus sekolah atau perguruan tinggi yang yang diinginkan. Selagi tujuannya baik, sebenarnya juga tidak apa-apa, karena mereka mendapatkan ilmu dan kemampuannya meningkat. Itu tidak salah. Asalkan harus selektif juga, jangan sampai terjebak pada bimbel yang pakai cara-cara licik, seperti promosi yang bombastis. Ada juga yang bisa memberi bocoran soal, ini bisa merusak mental anak.
Perlu les untuk mengetahui bakat
Pada anak kecil, tidak ada salahnya anak diberi kesempatan mencoba beberapa les untuk mengetahui bakatnya di mana? Seperti les menari, les balet, les piano, les vocal, les bela diri, les berenang dan lain-lain. Sekali lagi, yang penting tidak diforsir dan dipaksakan. Jangan hanya mengantar dan menjemput saja, tetapi juga perlu dipantau, dia punya bakat di bidang itu atau tidak. Minatnya bagaimana, perkembangan prestasinya ada atau tidak? Sehingga tidak perlu semua les diikuti, tapi ternyata tidak ada penonjolan yang bisa dijadikan pijakan bakatnya. Saat ini saya amati, banyak ibu-ibu muda yang terbawa arus dengan komunitasnya. Mengikutkan anak les atas dasar “ikut-ikutan”, atau “kata orang”. Sementara keseriusan dalam belajarnya kurang diperhatikan. Banyak juga yang mengikutkan anaknya les atas dasar gengsi. Wah.... janganlah! Kasihan anaknya buang tenaga dan tak dapat apa-apa.
Hentikan les pada kondisi di bawah ini :
- Anak selalu ngambek saat mau berangkat les, perlu dikonsultasikan ke guru les untuk mengetahui hambatan anak. Bisa jadi tidak cocok metodenya atau perlunya mengatasi hambatan pada anak. Harus ditemukan masalahnya, sehingga tujuan mengikutkan les dapat dicapai.
- Tidak ada kemajuan hasil belajar.
- Les yang tidak tertib, baik jadwal, maupun sistem pembelajaran.
- Tidak ada penilaian yang menunjukkan hasil perkembangan belajar.
- Tidak memberi kesempatan orang tua berkonsultasi.
Anak-anak dengan kondisi di bawah ini tidak perlu les
- Cepat menangkap pelajaran dan tidak kesulitan mengerjakan tugas-tugas belajar.
- Tertib, mampu dan bertanggung jawab mengerjakan tugas-tugasnya secara baik.
- Mempunyai kegiatan lain yang dapat mendukung belajarnya, seperti belajar kelompok, belajar ke perpustakaan, menimba ilmu dari browsing dan belajar otodidak.
- Sulit beradaptasi dan semaunya sendiri. Anak pada kondisi ini membutuhkan guru yang khusus, atau hanya orang tua sendiri yang bisa mengatasinya. Karena membutuhkan penanganan khusus dan waktu yang tidak terbatas.
- Pada kasus tertentu, justru ikut les membuat anak merasa "terpasung" kreativitasnya. Tak perlu dipaksakan ikut les pada kondisi ini. Orang tua cukup mengarahkan saja. Justru anak dapat berkembang alami dan menemukan jalan meraih prestasinya.
Bimbingan belajar adalah sarana untuk membantu anak belajar, bukan menjamin sukses belajar, apalagi menjamin nilai tinggi. Kalau anak nilainya tinggi itu karena kerja kerasnya belajar dan meningkatnya pemahaman belajarnya. Anak malas atau mempunyai hambatan diri yang lain tak akan ada pengaruhnya meskipun diikutkan les. Justru orang tua perlu waspada dengan bimbel yang berani memberi jaminan macam-macam.Hambatan diri ini harus diatasi dulu, baru ilmunya bisa masuk.
Ada banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi anak sukses dalam belajar. Salah satunya memang nilainya tinggi. Tetapi untuk memahami suatu pelajaran adalah lebih penting daripada sekedar mencapai nilai tinggi tapi sebenarnya kurang paham. Bimbel yang baik adalah membantu anak memahami materi pelajaran sebagai bekalnya kelak, untuk membantunya mengatasi masalah-masalah di kehidupan. Saat ini anak-anak yang mengikuti bimbel rata-rata adalah mereka yang kurang paham atas materi yang dipelajarinya, sebagian setengah paham, sebagian lagi gagal paham. Pembelajaran di kelas dibatasi waktu, sehingga mereka harus menempa diri lagi untuk memahaminya di luar kelas. Bisa melalui bimbel, belajar kelompok, otodidak pun bisa kok! Kalau mau.
Les, adalah sarana menimba ilmu di luar sekolah, tempatkan anak-anak kita pada posisi yang nyaman. Keseimbangan antara belajar, berlatih, mengejar ketertinggalan dan kegiatan yang lain-lain sangat diperlukan. Kalau les sampai menyebabkan anak masuk rumah sakit jiwa, adalah karena orang tua salah menetapkan jadwal bagi anaknya. Mereka diikutkan les justru untuk membantu perkembangan belajarnya, bukan malah membebaninya. Orang tua yang harus tahu kondisi dan kemampuan anaknya, baru menentukan pilihan les yang dibutuhkan. Apalagi pada anak kecil, mana tahu dia pilihan yang terbaik baginya. Meskipun dana orang tua banyak dan berkeinginan anak akan memiliki kemampuan yang unggul tetapi jangan sampai mengorbankan kondisi anak. Orang tualah jangan terkecoh promosi les, padahal belum tentu ada manfaatnya bagi anak kita. Saat ini ada beragam macam les dengan promosi yang kadang-kadang di luar akal, tetapi bahasa promosi ini mampu menyedot murid dalam jumlah banyak dan menarik hati orang tua. Setelah beberapa saat kemudian bubar, apakah orang tua pernah memikirkan efeknya bagi anak atas langkah coba-coba ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H