Tetapi itu saja tidak cukup. Lebih dari itu dibutuhkan kematangan. Urusan kemantangan ini, Jepang jelas lebih unggul.
Sebelum tampil di Jakarta, di kejuaraan dua tahunan Benua Asia ini, Jepang telah melanglang buana. Pada 2018, anak-anak Jepang U-19 ini sudah mengunjungi Spanyol, Purtogal, Indonesia, dan Meksiko. Di kota-kota negeri itu mereka menggelar laga uji coba. Mencoba kekuatan untuk merangkai kematangan.
Garuda Nusantara? Selama 2018 tak kemana-mana. Hanya Solo, Jogja, Padang, dan Jakarta. "Kekuatan tim ini sebagian besar pemain tampil di kompetisi," kata Indra Sjafri saat ditanya wartawan soal kans tim asuhannya menembus babak semifinal Piala Asia U-19 2018. Namun, jangan bandingkan dengan anak-anak Jepang. Sudah sejak puluhan tahun lalu kompetisi usia muda hidup. Ada dimensi yang berbeda.
Itu berbeda jika kita berbicara soal sepak bola usia muda berpuluh tahun silam. Pada 1961, pada pertemuan pertama Indonesia U-19 vs Jepang U-19, Jepang dibuat tak berbaya. Bob Hippy dan kawan-kawan melumat Jepang dengan skor 2-1. Pada tahun itu, Indonesia untuk pertama dan rupanya terakhir kalinya juara Piala Asia U-19.
***
Jepang bukan mustahil dikalahkan. Seperti 1942, sambutlah mereka. Tiga laga, seperti halnya tiga tahun masa penjajahannya, harus disudahi. Sudah saat Jepang dipaksa pulang. Indonesia harus memproklamirkan ke dunia posisinya.
Romusha, kisah yang melegenda itu bisa dijadikan motivasi. Paksa. Paksa diri mencapai batas kemampuan. Taklukkan Jepang. Ingat, ada masa yang sudah tertulis bahwa Jepang pernah dikalahkan. Rekor sejarah ada untuk dilampaui. Tahun ini, kiranya jadi momentum untuk melampaui pencapaian 1961 itu.
Indonesia bisa. Forza Garuda!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H