Dari beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 29 Agustus 2011, ada sedikit kekhawatiran seperti tahun-tahun yang lalu, karena seringkali Negara tercinta mengalami perbedaan perayaan Hari Raya Iedul Fitri, dimana hari lebaran tersebut sangat berarti bagi seluruh umat muslim di Indonesia, sebab dihari tersebutlah kegembiraan untuk saling maaf-memaafkan, meminta maaf dan memberi maaf adalah salah satu resep dan rahasia turun temurun untuk membuat lega dan merasa bebas serta bahagia karena memulai hidup yang baru seperti bayi yang baru lahir, ditambah pula memberikan zakat fitrah sebagai penjelmaan dari saling berbagi kebahagiaan
Kekhawatiran yang akhirnya menjadi nyata, setelah menunggu sidang itsbat (keputusan) penentuan tanggal 1 syawal (hari raya Iedul Fitri) yang ternyata diundurkan jam-nya, semula awalnya akan dilaksanakan jam 19.00 WIB tepat menjadi mundur sekitar 20 menit, yang ternyata masih menunggu laporan dari seluruh saksi yang ditunjuk resmi oleh departemen agama
Saya dan keluarga mengharapkan kabar yang jelas dan tegas dari sidang itsbat tersebut, bahkan ibu saya mengatakan akan mengikuti Muhammadiyah yang memang sudah menetapkan bahwa Iedul Fitri jatuh pada hari selasa tanggal 30 Agustus 2011, sambil menunggu persiapan yang dilakukan oleh Departemen Agama, ada kabar dari narasumber TVone bahwa ada 2 orang saksi dari FPI & salah satu ormas Islam yang belum dikenal masyarakat umum, dikatakannya bahwa daerah Cakung telah melihat hilal sekitar 3,5 derajat diatas horison, kemudian diperbaharui oleh 1 orang saksi lagi bahwa hilal telah terlihat sekitar 4 derajat diatas horison, dengan menggunakan mata telanjang, sungguh senang mendengar berita tersebut, terutama karena membayangkan soto madura & ketupat yang sudah disiapkan untuk esok hari, dengan hati cukup senang kami menunggu berita pastinya dari Menteri Agama
Pembukaan sidang itsbat akhirnya dimulai oleh Menteri Agama, kemudian diberikan waktu kepada salah satu Direkturnya untuk membacakan laporan pemantauan dari seluruh titik pantauan didaerah yang ditunjuk, disitu dijelaskan bahwa tidak ada satupun saksi dititik pantauan yang berhasil melihat hilal, setelah menyampaikan laporannya secara mendetail, kemudian Menteri Agama melanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang memberikan penjelasan mengenai Fatwa tahun 2004 mengenai himbauan untuk mengikuti petunjuk dan keputusan Menteri Agama pada masa yang bersangkutan, dilanjutkan dengan pendapat dari peneliti LAPAN yang memberikan keterangan bahwa metode melihat hilal / masuknya bulan baru dapat dilakukan dengan ilmu pasti mempergunakan teknologi super canggih, kemudian metode hisab dan rukyat dapat dijadikan sebagai metode yang saling terkait antara yang satu dengan lainnya
selanjutnya diberikan kesempatan kepada para ulama serta seluruh organisasi masyarakat Islam yang hadir pada sidang itsbat tersebut, masing-masing memberikan pendapat dan pandangannya mengenai pelaksanaan hari raya Iedul Fitri tersebut, sebagian besar mendukung pantauan yang dilakukan oleh saksi-saksi yang ditunjuk secara resmi oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, seluruhnya belum melihat hilal / bulan baru yaitu 1 syawal 1432 Hijriah, yang menarik adalah 2 Organisasi Masyarakat yang biasanya selalu berbeda dalam cara pandang dan pendapat didalam menentukan suatu aturan ataupun hal-hal syariat lainnya, yaitu Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, N.U menggunakan metode Rukyatul Hilal (melihat munculnya bulan baru), sedangkan Muhammadiyah menggunakan Hisab (perhitungan bulan), ada beberapa ormas yang menggunakan metode Hisab maupun metode Rukyat, sedangkan Menteri Agama Menggunakan kesepakatan Imkanurrukyat MABIMS (kesepakatan Menteri Agama dari negara malaysia, Brunei, Indonesia, dan Singapura)
Hasil pemantauan dan pengamatan dari titik-titik yang telah ditetapkan diseluruh Indonesia mengungkapkan hasil yaitu, belum terlihatnya Hilal atau bulan baru sebagai penentuan tanggal 1 syawal, ada 1 tempat yang bersaksi telah melihat sekitar 1,3 derajat, namun belum sesuai dengan kaidah terlihatnya Hilal yaitu minimal 2 derajat diatas horison, karena itulah menurut sebagian ulama wajib dikesampingkan dan ditolak kesaksiannya, kemudian akhirnya waktu yang semakin larut dan membuat saya hanya terdiam sambil mengira keputusan tersebut pasti akan ditetapkan secepatnya, dan keputusannya pastilah akan diputuskan bahwa tanggal 1 syawal 1432 Hijriah akan jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, ternyata benar saja perkiraan tersebut, yang akhirnya mengakibatkan kerugian bagi Ibu saya karena masakannya akan menjadi kurang nikmat, bahkan cenderung mudah basi, walaupun ibu saya berniat tidak akan puasa dan akan berlebaran esok harinya, namun saya tanyakan akan sholat dimana, beliaupun terdiam karena tidak tahu masjid mana yang mengadakan sholat pada tanggal 30 Agustus 2011, padahal sudah diijinkan untuk mencarinya, namun esok subuhnya tetap membangunkan dan menanyakan saya, apakah ingin sahur, saya jawab "iya, saya akan bangun untuk sahur"
Semenjak hari membingungkan tersebut, saya berniat untuk mempelajari dan membeli peralatan sederhana, tujuannya agar tahun depan dapat mengetahui apakah tanggal 1 Ramadan sudah masuk, kala sudah mendapatkan keyakinan yang nyata dengan mata & kepala sendiri, maka saya melaksanakan ibadah puasa, tentunya dengan melihat dulu pendapat Ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, PERSIS, dan lainnya sebagai pembanding keputusan, tujuannya agar mendekati kepada kebenaran dan keyakinan terhadap perintah ALLAH SWT, dasar ilmu hisab dan rukyat bisa dimulai dari sini --> Dasar Ilmu Hisab dan Rukyat Untuk Menentukan Lebaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H