Generasi Z dan Generasi Milenial adalah generasi yang paling banyak menggunakan internet untuk berselancar di dunia maya. Mengutip data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (2024), dari 221.563.479 jiwa pengguna internet di Indonesia, sebanyak 34,40% adalah Gen Z kemudian disusul oleh Gen Milenial sebanyak 30,62%.Â
Menurut Pertiwi (2023) rata-rata remaja Gen Z menghabiskan 6-7 jam sehari untuk berselancar di media sosial.
Media sosial menjadi sarana bagi generasi muda untuk menjalin komunikasi, mengekspresikan diri, menyalurkan hobi, hingga mencari hiburan. Di era digital ini, aplikasi media sosial pun beragam jenisnya, ada Instagram, Tik Tok, X, Facebook, Youtube, dan lain sebagainya. Mayoritas generasi muda memiliki sebagian bahkan seluruh aplikasi-aplikasi tersebut dalam gawainya.
Media sosial memiliki dua wajah. Satu sisi, ia bisa memberikan dampak positif apabila dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga dapat menjadi sarana eksplorasi diri dan sarana membangun jejaring yang menguntungkan. Namun di sisi lain, ia juga bisa memberikan dampak negatif manakala tidak digunakan dengan bijak.
Di era digital saat ini, banyak sekali hal yang ditawarkan di jagat maya. Banyak aspek baru yang muncul akibat digitalisasi kehidupan masyarakat. Berbagai aspek dapat dikembangkan dan diangkat di media sosial, dari mulai aspek yang berkaitan dengan sosial, politik, ekonomi, budaya, pendidikan, hiburan, dan lain-lain.Â
Dengan banyaknya aspek yang diangkat tersebut, terciptalah interaksi dan pola komunikasi baru antar manusia. Kehidupan jagat maya khususnya media sosial, menarik banyak sekali orang untuk terlibat di dalamnya dari berbagai latar belakang.
Siapapun, dimanapun, dan kapanpun dapat menggunakan media sosial secara bebas dan terlibat di dalamnya tanpa harus saling mengetahui latar belakang sosial, ekonomi, ataupun pendidikannya. Fenomena tersebut tentunya menjadi tantangan baru, sebab interaksi di media sosial meski tidak saling bertemu secara langsung tetap memiliki kesamaan dengan pola interaksi di kehidupan nyata.Â
Dalam berinteraksi di dunia nyata, sesama manusia harus saling menghormati, menghargai, berperilaku sopan santun, dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan lainnya yang telah disepakati secara umum, begitu pula dalam berinteraksi di media sosial.
Generasi muda saat ini aktif di berbagai platform media sosial. Dunia digital, ternyata juga memiliki etika khusus yang perlu diperhatikan dan diterapkan oleh generasi muda. Etika digital secara umum berarti aturan, norma, kaidah, atau prosedur yang digunakan oleh individu sebagai pedoman atau prinsip dalam perbuatan dan perilakunya (Santoso, 2022). Ketika disandingkan dengan kata digital, maka diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang mengatur penggunaan teknologi digital ataupun internet.
Etika digital ini menjadi penting sebab diperlukan nilai dan norma yang diterapkan dalam interaksi antar pengguna media sosial. Dengan adanya etika digital yang mengatur hubungan sesama pengguna, jagat maya terutama media sosial akan menjadi tempat yang kondusif, aman, nyaman, terbuka untuk semua, dan tiap pengguna harus mempertanggung jawabkan apa yang ia ucapan ataupun ia tuliskan.
Di antara hal-hal yang melanggar etika digital adalah menyebarkan berita hoaks, menyebarkan ujaran kebencian, menyebarkan konten negatif, dan melakukan perundungan. Hal-hal tersebut sangat erat kaitannya dengan etika berbahasa yang digunakan sebagai pesan verbal.Â
Secara tidak langsung, pola bahasa yang digunakan sehari-hari di dunia nyata juga akan mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam media sosial. Etika komunikasi dalam dunia digital ini, sayangnya masih belum maksimal sebab masih banyak dijumpai pengguna media sosial khususnya generasi muda yang tidak menerapkan etika tersebut karena minimnya pengetahuan mereka tentang teknik berkomunikasi di dunia digital.
Kesantunan dalam berbahasa sangat mencerminkan kepribadian seseorang. Nilai dan budaya bangsa Indonesia selama berabad-abad telah tertuang dalam bahasa Indonesia sebagai identitas nasional yang resmi. Pengguna media sosial dari kalangan generasi muda akan menjadi cerminan bagaimana nilai dan budaya bangsa Indonesia diinterpretasikan melalui bahasa yang digunakan dalam etika digital.Â
Etika digital harus diterapkan sebagaimana nilai dan norma masyarakat Indonesia yang juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti menjunjung tinggi nilai saling menghormati, saling menghargai perbedaan pendapat, tidak berkata kasar, berkata sopan, santun, serta jujur. Apabila etika digital itu dilaksanakan, khususnya dalam berbahasa di dunia maya, kasus-kasus seperti perundungan, penyebaran berita hoaks, pelecehan, ujaran kebencian akan dapat diminimalisir.
Dikutip dari laman Halodoc (2023), penggunaan media sosial memiliki resiko yang cukup tinggi bagi kesehatan mental generasi muda terutama yang berkaitan dengan masalah internal diri. Masalah yang paling sering terjadi adalah membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial sehingga menimbulkan rasa rendah diri.
 Konsumsi media sosial yang tinggi disertai dengan resiko yang tinggi pula, menjadikan etika digital semakin penting untuk diterapkan oleh generasi muda. Agar media sosial tidak hanya memberikan dampak negatif tetapi justru harus memberikan dampak positif bagi generasi muda.Â
Dengan diterapkannya etika digital khususnya etika berkomunikasi, media sosial akan menjadi sarana pengembangan diri yang dapat dimanfaatkan oleh generasi muda dengan sebaik-baiknya serta dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan bebas untuk bertukar ide, berjejaring, mengeksplorasi diri, dan melakukan kegiatan positif lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H