Penulis 1: Maisya Syifa Ramadina
Penulis 2: Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H., M. Irfan Adriansyah, S.Pd.
Di tengah derasnya arus teknologi dan budaya digital, sebuah frasa sederhana, "we listen, we don't judge", menjadi topik hangat di media sosial. Frasa ini mencerminkan kebutuhan mendesak masyarakat modern akan ruang aman untuk berbagi cerita tanpa takut dihakimi. Dengan lebih dari 25.000 tagar di Tiktok, konsep ini menggema di kalangan mereka yang mendambakan hubungan yang lebih bermakna dan autentik.
Namun, mendengarkan tanpa menghakimi bukan hanya soal memberi ruang bagi orang lain untuk berbicara. Ini juga menyangkut penghormatan terhadap sisi tersembunyi seseorang baik berupa cerita, pengalaman, atau pandangan yang selama ini ditutupi demi menjaga harmoni. Jika dilihat lebih dalam, konsep ini memiliki relevansi dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua tentang kemanusiaan, sila ketiga tentang persatuan, dan sila keempat tentang musyawarah. Dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan, pendekatan ini dapat menjadi alat untuk mempererat relasi antarmanusia di tengah tantangan zaman.
Walaupun konsep ini tampak sederhana, terdapat sejumlah kendala yang sering dihadapi dalam penerapannya, antara lain:
1. Ketakutan akan Penghakiman
Banyak individu yang ragu untuk terbuka karena khawatir akan penilaian negatif atau stigma sosial. Hal ini sering menghambat komunikasi yang jujur dan konstruktif.
2. Harmoni Semu
Hubungan yang terlihat harmonis di luar sering kali menyembunyikan konflik atau perasaan terpendam akibat kurangnya dialog yang mendalam.
3. Kekurangan Empati
Budaya digital yang serba cepat mendorong reaksi instan, sehingga mendengarkan dengan penuh empati kerap kali terabaikan.
Oleh karenanya, nilai-nilai luhur Pancasila menawarkan panduan yang relevan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini mengajarkan penghormatan terhadap martabat manusia, termasuk menghargai cerita dan pandangan yang berbeda. Dengan mendengarkan tanpa menghakimi, kita memperkuat nilai keadilan dan kemanusiaan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Perbedaan dalam hubungan harus dilihat sebagai kekayaan, bukan penghalang. Mendengarkan dengan empati dapat membantu menjaga persatuan sejati yang berbasis pada saling pengertian.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mendengarkan tanpa prasangka adalah inti dari musyawarah. Melalui dialog terbuka, kita dapat menyelesaikan konflik dan mencapai kesepakatan yang bijaksana.
Untuk mewujudkan konsep "we listen, we don't judge" yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila, beberapa langkah dapat diterapkan.
1. Membangun Ruang Aman dalam Hubungan
Ciptakan lingkungan di mana setiap individu memiliki ruang yang nyaman untuk berbagi tanpa rasa takut dihakimi. Ini dapat dimulai dari keluarga, teman, hingga tempat kerja.
2. Latih Keterampilan Mendengar Aktif
Fokus pada lawan bicara tanpa menginterupsi. Dengarkan dengan empati, pahami perspektif mereka, dan tanggapi dengan bijaksana.
3. Mendorong Budaya Musyawarah
Dalam menyelesaikan konflik, gunakan pendekatan musyawarah yang melibatkan semua pihak. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan tetapi juga mencerminkan nilai demokrasi yang inklusif.
4. Kampanye Sosial Berbasis Nilai Pancasila
Memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan pentingnya mendengar tanpa menghakimi sebagai langkah mempererat hubungan antarmanusia. Kampanye ini dapat menginspirasi masyarakat untuk mengadopsi sikap yang lebih humanis dan harmonis.
Mengintegrasikan prinsip "we listen, we don't judge" dalam kehidupan sehari-hari dengan bijak dapat meperkuat kepercayaan dalam hubungan, memupuk persatuan berbasis solidaritas, dan menciptakan budaya dialog yang inklusif serta adil.
Konsep "we listen, we don't judge" bukan sekadar tren komunikasi, tetapi cerminan dari nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan mempraktikkan prinsip ini, kita tidak hanya membangun hubungan yang lebih baik, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih manusiawi dan harmonis. Dalam dunia yang dipenuhi prasangka dan ketergesaan, mari kita luangkan waktu untuk benar-benar mendengar. Karena mendengar dengan tulus bukan hanya sebuah tindakan, melainkan sebuah wujud penghormatan terhadap kemanusiaan.
Dengan langkah kecil ini, semoga kita dapat mewujudkan harmoni yang sejati di tengah keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H