Kutepuk pelan pundaknya lalu bergegas ke Toyota Camri yang kuparkir di bahu jalan.
****
Dulu aku pernah menyukai Yuri, sekitar lima tahun lalu sebelum ia menikah dengan suaminya yang pertama. Kala itu aku sedang menjalani PPDS Jantung dan Yuri perawat di ICCU. Kami sempat jalan bersama.
Kemudian Yuri di jodohkan oleh orangtuanya dengan Tomo, suaminya yang pertama. Seorang pengusaha muda, rekan ayah Yuri. Kami pun berpisah baik-baik. Di kantor, kami tetap bersikap profesional.
Setahun kemudian Tomo meninggal akibat kecelakaan kereta api. Lalu Yuri mulai sering curhat kepadaku. Hubungan kami pun kembali menjadi dekat.
Aku tidak tahu perasaan apa yang kumiliki terhadap Yuri. Namun, ketika ia hendak menikah lagi setahun kemudian, aku tetap mendukungnya. Kali ini ia menikah dengan Yadi, seorang arsitek yang dikenalnya lewat facebook. Dua tahun kemudian Yadi pun meninggal, terjatuh dari gedung proyek yang dikerjakannya.
Saat itu di kalangan perawat beredar isu bahwa Yuri adalah perempuan bahu laweyan, dan kabarnya ada tanda toh putih di punggung kirinya. Menurut mereka Yuri tidak boleh menikah, karena suaminya akan mengalami kesialan hingga kematian.
Aku tidak percaya pada takhayul dan aku tidak pernah melihat punggung Yuri.
Lalu beberapa bulan kemudian aku menerima undangan pernikahan dari Yuri dan Bryan.
Â
***
Sebulan berlalu. Pekerjaanku bertambah banyak dengan pasien yang ditinggalkan Bryan.
"Dok, ini inform consent Pak Rudy. Dokter bisa menjadwalkan tindakan operasinya untuk besok?"