Pada masa awal Pergerakan Kemerdekaan Indonesia sebelum masa Indonesia merdeka, ada seorang tokoh yang tidak muncul ke permukaan waktu itu, namun memiliki pemikiran yang brilian tentang Indonesia ke depan. Dia adalah Tan Malaka. Dengan latar belakang pendidikan di Belanda (1920-1927), terpengaruh kuat oleh faham Belosevich, Russia karena sangat benci dengan sistem kolinialisme yang di terapkan penjajah di seluruh dunia, pernah menjadi ketua perwakilan Komintern (Komunis Internasional) untuk wilayah Asia dengan penunjukan langsung dari Soviet waktu itu, di buang dari negeri sendiri hingga menjadi pengkelana di luar negeri.
Tan Malaka adalah pemikir konsep pertama bahwa setelah masa kolonial berakhir nantinya, pasca Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Nusantara yang di jajah Belanda akan menjadi suatu negara merdeka yang bernama Indonesia. Konsep ini di pikirkannya, jauh sebelum tokoh-tokoh pergerakan Indonesia lainnya memikirkan tentang hal yang sama. Ia memprediksi Nusantara akan menjadi Republik Indonesia nantinya, dengan menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia), tahun 1925, jauh lebih dulu sebelum Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Vrijie (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda, Den Hagg(1928), dan Soekarno yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933). Tidak hanya itu, bahkan Tan Malaka yang mengimpikan Indonesia yang merdeka 100%, bebas dari penjajahan,juga mencetuskan ide untuk membentuk suatu peradaban baru di Asia Tenggara, dilatarbelakangi, kesamaan iklim negara-negara tersebut, kesamaan budaya, kemiripan ras manusianya yang dia beri nama sebagai ASLIA dengan pusatnya adalah Indonesia (Manifesto Jakarta, Tan Malaka, 1945).
Dimasa itu ASLIA sebagaimana yang dipikirkan Tan Malaka meliputi  daerah Birma, Thai, Annam, Philipina, Semenanjung Malaya, seterusnya Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sunda kecil dan akhirnya Australia Panas. Bagian Australia yang  dimaksudkan itu luasnya kira-kira 1/3 dari keseluruhan wilayah Australia. Dalam masa sekarang, apa yang diimpikan Tan Malaka yang waktu itu disebut sebagai ASLIA (Asia dan Australia) berwujud dengan nama yang berbeda ASEAN (ASLIA dikurangi Australia).
ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1968, dengan mula-mula anggotanya adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Lalu menyusul negara-negara lainnya seperti Brunei, Kamboja, Laos, Birma, Vietnam juga menjadi anggota ASEAN. Tujuan awal pendiriannya ASEAN untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial dan evolusi sosialkultur kawasan. Dan yang lebih utama pada masa itu adalah untuk menjaga perdamaian dan melindungi kawasan dari bahaya Komunis.
ASEAN meliputi wilayah dengan luas kurang lebih 4,4 juta km persegi, sama dengan 3% dari luuas permukaan bumi seluruhnya. Daerah perairannya 3 kali lebih luas dari daerah daratannya, total penduduknya 602 juta jiwa (2011), 8,8 % dari total populasi dunia. Jika digabungkan, total GDP negara-negara ASEAN mencapai lebih dari 2,3 triliyun dollar amerika (2012), yang berarti menempati peringkat ke tujuh ekonomi besar dunia setelah Amerika, Tiongkok, Jepang, Jerman, Perancis, UK.
Jika melihat partisipasi negara anggotanya, Indonesia menempati peringkat pertama dengan luas wilayah 1,9 juta km persegi dengan total penduuduk 252 juta jiwa, diikuti oleh Birma dengan luas wilayah 676.000 km persegi dengan populasi penduduk 51 juta jiwa, kemudia Thailand dengan luas wilayah 513.000 km persegi dengan populasi 67 juta jiwa, Vietnam dengan luas wilayah 332.000 km persegi berpenduduk 90 juta jiwa, Malaysia, 329.000 km persegi, berpenduduk 30 juta jiwa, Filipina dengan luas wilayah 300.000 km persegi berpenduduk 100 juta jiwa. Laos, 236.000 km persegi, berpenduduk 6,8 juta jiwa. Kamboja. dengan luas wilayah 181.000 km persegi, berpenduduk  15 juta jiwa.Brunei Darussalam, luas wilayah 5.765 km persegi berpenduduk 415.000 jiwa dan terakhir Singapura dengan luas wilayah 718,3 km persegi dengan penduduk 5,5 juta jiwa.
Melihat data-data diatas, maka wajar Tan Malaka berkesimpulan bahwa pusat dari "ASLIA-Tan Malaka" nantinya adalah Indonesia, berkaca pada keberhasilan Russia (mendominasi dengan luas wilayah dan sumberdaya) menggandeng negara-negara tetangganya untuk membentuk Uni Soviet. Namun kenyataan berbicara lain, Indonesia yang diharapkan sebagai pemain utama digerogoti tetangganya secara perlahan. Meski dilihat dari GDP, Indonesia tetap menempati peringkat atas sebesar US$870 milyar, Thailand, US$ 387 milyar, Malaysia US$ 313 milyar, Singapura US$ 297 milyar, Filipina US$ 272 milyar, Vietnam US$ 170 milyar, namun jika melihat GDP per kapita, Indonesia jauh di bawah Malaysia dan Singapura. Masalahnya bukan karena jumlah penduduk Indonesia yang banyak dibanding Malaysia dan Singapura, namun disini sudah kepentinganlah yang berbicara. Seperti, pengusaha Malaysia yang agresif menguasai 2 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia (25% dari total perkebunan kelapa sawit seluruhnya di Indonesia), atau  akusisi perusaan telekomunikasi Indonesia yang dilakukan Temasek, perusahan holding Singapura. Atau usaha perusahaan penerbangan Singapura yang ingin mendominasi penerbangan di Indonesia.
Tepat dengan momen dimulainya AFTA (ASEAN Â Free Trade Area), awal 2015, semakin jelas bahwa ASEAN segara menjelma seperti Uni Soviet di kawasan Asia Tenggara. Ini terlihat dengan mulai banyaknya kebijakan pemerintah yang mengarah kesana, seperti membuat lembaga dikementrian yang berkoordinasi pada ASEAN, Dan kebijakan pemerintahan di era Jokowi yang layaknya seperti sebuah "perusahaan" yang akan merger, melakukan pemangkasan anggaran belanja negara, seperti menaikkan harga minyak (mengurangi subsidi negara pada minyak), segera akan menghapuskan pensiun pada PNS, TNI dan POLRI.
Jika sudah begini, apakah ASLIA yang Tan Malaka cita-citakan sudah tercapai? Perlu diketahui, Tan Malaka memulai ide tentang ASLIA- nya dengan Indonesia terlebih dahulu merdeka dan berdaulat 100%, masyarakat makmur, tidak tertindas apalagi oleh bangsa sendiri. Namun apa lacur, kenyataannya adalah jauh panggang dari api, jangankan kemakmuran yang dirasakan, masyarakat semakin hari semakin tertekan oleh masalah yang seharusnya tidak terjadi.
Lalu siapa yang berkepentingan dengan ini semua? Jawabnya adalah lembaga keuaangan dunia, karena ASEAN pun sebenarnya adalah satu dari sepuluh penggabungan kawasan diseluruh dunia, termasuk didalamnya Uni Eropa, Uni Soviet Baru, Uni Afrika dll. Lalu bagaimana kita bisa terlepas dari ini semua? Jawabnya adalah tinggalkan mata uang kertas, kembali menggunakan emas sebagai alat tukar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H