Menyimak berita melalui media tentang fenomena seks di kalangan remaja belakangan ini memang amat mengerikan karena ada kecenderungan angkanya meningkat dan usia pelakunya pun semakin rendah. Kita ambil contoh hasil penelitian Komnas Anak pada tahun 2008 saja menyatakan bahwa 62,7% remaja SMP sudah tidak perawan lagi. Kemudian masih dari sumber yang sama yaitu data bulan Mei 2012 di peroleh informasi bahwa 30% remaja setingkat SMA dan SMK di Tebing Tinggi, Sumatera Utara terlibat prostitusi terselubung !.
Kalau di Tebing Tinggi saja di dapat angka sebesar itu bagaimana dengan kota besar lainnya di Indonesia ?.
Kita tentu dapat membayangkan betapa cemas nya para orang tua pada saat ini terutama yang memiliki anak remaja perempuan terkait dengan kondisi yang terjadi di atas. Sedangkan bagi orang tua yang memiliki anak remaja yang sudah terlanjur terjerumus dalam pergaulan bebas yang salah, tak pula kunjung menemukan jalan keluar dari masalah yang menimpa mereka itu. Alhasil masalah kenakalan remaja ini menjadi masalah sosial di lingkungan tempat mereka tinggal.
Banyak sudah pakar yang memberikan argumen atau pemahaman tentang sebab-sebab terjadinya seks bebas di kalangan remaja ini, misalnya karena kurangnya pengawasan orang tua, atau karena dampak dari kemajuan teknologi, dan ada juga yang mengatakan karena kurangnya pendidikan agama terutama di sekolah-sekolah. Akan tetapi aneh nya grafik kenakalan remaja cenderung naik dari waktu ke waktu.
Kita dapat membagi fenomena seks bebas di kalangan remaja ini dalam dua kelompok besar yaitu pertama adalah kelompok remaja yang melakukan aktivitas seks atas dasar suka sama suka berdasarkan alasan kedekatan emosional di antara mereka belaka, atau karena alasan ekonomi seperti yang terjadi di Tebing Tinggi itu. Artinya mereka melakukan semua itu secara sadar tanpa paksaan. Sedangkan yang kedua adalah remaja yang melakukan kekerasan seksual dengan ancaman fisik seperti perkosaan.
Kedua bentuk kasus di atas di duga sangat berkaitan erat dengan fakta semakin tak terbatasnya arus informasi yang dapat di akses generasi muda kita saat ini melalui berbagai media yang tersedia terutama internet.
Namun apa pun bentuk nya, mereka sesungguhnya tetaplah korban apalagi bagi remaja yang menjadi korban perkosaan, derita yang berkepanjangan akan mengiringi perjalanan hidup mereka dan menjadi trauma yang sukar di hilangkan begitu saja. Itulah sebabnya hal ini perlu mendapat perhatian serius dari kita semua.
Sebelum kita lanjutkan ulasan ini lebih jauh ada baiknya kita mundur sejenak untuk bertanya terlebih dahulu kepada diri kita masing-masing terkait persoalan di atas. Bahwa setiap orang tua terutama yang memiliki remaja putri patut lah cemas dengan perkembangan pergaulan remaja di luar rumah akhir-akhir ini. Akan tetapi alasan atau motif apa sesungguhnya yang membuat mereka cemas ?.
Apakah alasan para orang tua yang cemas dengan pergaulan bebas anak-anak nya itu adalah karena seks pra nikah adalah sesuatu yang amat di larang oleh agama dan selanjutnya keluarga yang mengalami musibah seperti ini merupakan aib bagi keluarga mereka secara keseluruhan. Atau apakah karena alasan masa depan sang anak di mana seorang anak perempuan yang mengalami 'kecelakaan' sebelum menikah secara resmi akan berdampak sangat buruk bagi perkembangan jiwa dan masa depan anak tersebut nanti.
Kalau setiap keluarga masih menggunakan alasan di atas sebagai benteng dalam melindungi anak-anak mereka agar jangan terperosok dalam pergaulan bebas maka boleh lah kita patut berbangga hati karena itu artinya keluarga tersebut masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan kesucian. Akan tetapi masalahnya adalah bahwa hanya sebagian kecil saja dari keluarga itu yang betul-betul tahu dan mengerti bagaimana melindungi anak-anak mereka dari efek buruk pergaulan bebas, sedangkan sebagian keluarga yang lain tak tahu harus berbuat apa terkait aktivitas anak mereka di luar rumah walaupun keluarga tersebut masih memegang teguh nilai luhur sebagai mana di sebutkan di atas.
Satu hal lebih mencemaskan dari semua itu adalah kondisi di mana kita sebagai sebuah kelompok masyarakat modern cenderung permisif dengan persoalan virginitas seorang perempuan sebagai sesuatu yang tak perlu di persoalkan lagi. Artinya sebagian dari kita beranggapan bahwa soal 'keperawanan' bukan lagi menjadi sesuatu yang penting untuk dipertahankan. Kita sudah memasuki fase masyarakat yang menilai sesuatu dari harganya dan tidak mampu lagi menghargai sesuatu dari nilainya.