Mohon tunggu...
Maida Tri Fatharani
Maida Tri Fatharani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Menjelajah dan meneladani sejarah Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indeks Pembangunan Gender, Fatamorgana Keadilan bagi Perempuan

17 Januari 2024   18:13 Diperbarui: 18 Januari 2024   06:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  Isu kesetaraan gender lagi lagi dikemas dengan berbagai cara. Kini dalam balutan indeks pembangunan gender yang bertujuan untuk mengakomodasi keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, dan partisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan. Terlihat manis namun penuh racun yang mematikan. Sesungguhnya perempuan hendak dieksploitasi jiwa raganya dan mencerabut para ibu pendidik generasi bangsa dari rumahnya. Sikap demikian adalah wujud dari paradigma kapitalisme dalam memandang perempuan dan solusinya.

 Perempuan dianggap semakin berdaya dengan meningkatnya indeks pembangunan gender. Padahal sejatinya perempuan makin banyak mendapat permasalahan dalam hidupnya. Seperti tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual, kelelahan jiwa raganya yang mengakibatkan perempuan lebih rentan akan bahaya depresi berat, hingga persoalan generasi. Kurangnya perhatian ibu terhadap anak-anaknya sehingga anak-anak mencari perhatian di luar rumahnya yang berujung membahayakan diri mereka sendiri dan merepotkan orang tua, kekerasan terhadap anak-anak karena ibu terlalu banyak beban jiwa dan pikiran, dan masih banyak lagi persoalan generasi lainnya. Ini membuktikan bahwa dengan berdaya yang semacam ini membuat perempuan sangat menderita.

  Sedangkan islam memandang perempuan sebagai manusia yang memiliki hak-hak kemanusiaan secara utuh dan Islam menjaga karakteristik karakteristik kewanitaannya secara sempurna serta tidak mengabaikan kedua-duanya. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : "Barang siapa yang mengerjakan amal amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun." (QS. An Nisa' : 124)

  Islam juga menempatkan perempuan dalam peran masyarakat, sosial, ekonomi, pendidikan, politik, dan lain sebagainya dengan kedudukan yang adil dan bijaksana.

Dalam masyarakat, perempuan bukanlah setengah masyarakat sebagaimana klaim sebagian orang, tetapi islam memandang perempuan adalah setengah masyarakat dan perempuan melahirkan yang setengahnya lagi. Berarti perempuan adalah masyarakat secara keseluruhannya.

 Jika di tengah-tengah masyarakat dia harus memikul tanggung jawab, maka dia mesti dipersiapkan untuk memikul tanggung jawab tersebut. Berarti dia harus dididik dengan sebagus bagusnya dan diajari dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah). Dan perempuan juga termasuk dalam kewajiban ini. Di antara aspek yang menguatkan hal tersebut adalah bahwa seorang perempuan pernah datang kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam lalu berkata, "Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas mu. Maka khusus kan untuk kami satu hari dari dirimu." Lalu beliau menetapkan suatu hari untuk mereka di mana beliau menemui mereka dan menasehati mereka serta memerintahkan mereka.

  Apabila perempuan telah terpelajar dan terdidik, maka tidak mungkin sama sekali menggugurkan kapabilitas ekonomi dan sosialnya. Dari segi kapabilitas ekonominya, islam memberinya hak untuk memiliki, mewarisi, bertransaksi jual beli, menerima, memberi, dan seterusnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Quran surah An Nisa' ayat 4 dan 7. Islam tidak melarang wanita untuk bekerja, dengan syarat yang sudah ditetapkan oleh tasyri'. Semua itu bertujuan untuk menjaga kesehatan jiwa dan raganya yang mana perempuan juga memiliki tanggung jawab utama  dalam mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya. Sebab dua tanggung jawab ini adalah tugas yang besar dan berat.

  Dalam segi kapabilitas sosialnya, Islam memberi perempuan hak memilih lelaki yang disukainya sebagai suami tanpa paksaan dari siapapun termasuk dari para walinnya. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan perawan harus dimintai izin oleh ayahnya mengenai dirinya, dan izinnya adalah diamnya." (HR. Muslim)

  Tak tertinggal pula dalam hal politik, Islam memberikan ruang bagi perempuan dengan batas-batas tasyri'. Sebagaimana baiat 3 perempuan Anshar kepada Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa salam untuk memimpin Madinah. Protes seorang shahabiyah atas batas mahar pernikahan  untuk perempuan yang ditetapkan Khalifah Umar bin Khattab. Dan surat sayyidah Nafisah ra. terhadap penguasa Mesir, Ahmad bin Thowlun, untuk mengingatkan kedzoliman yang dia lakukan.

  Ustadz Al Bahi Al Khauli dan bukunya Al Islam wa Al Mar'ah Al Mu'ashirah, mengatakan, "ketika Islam mengembalikan perempuan kepada kedudukannya, Islam bertolak dari watak dan tabiatnya. Maka Islam mendeklarasikan sifat kemanusiaannya di mana dia sama dengan laki-laki dalam seluruh hak dan kewajiban manusia serta mendeklarasikan sifat-sifatnya yang khusus yang membedakannya dari laki-laki dengan menganggapnya sebagai wanita yang memiliki sifat-sifat khusus dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang berbeda. Dalam tasyri'nya bagi kedua dimensi ini pada perempuan, Islam tidak mengabaikannya dari kondisi yang ditetapkan fitrah bagi seorang insan dan tidak melampauinya sejauh yang digariskan alam bagi seorang wanita."

 Maka adakah sistem kehidupan yang mampu memperhatikan perempuan dan memuliakannya melebihi yang telah diberikan oleh Islam?! Kemuliaan, keadilan, kebahagiaan, dan kesetaraan hakiki bagi perempuan hanya bisa dirasakan dalam naungan sistem kehidupan Islam, bukan sistem yang lain.

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun