Mohon tunggu...
Maia Poespasari
Maia Poespasari Mohon Tunggu... Ibu erte -

only an ordinary women

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Galau yang terkendali

31 Oktober 2016   06:58 Diperbarui: 31 Oktober 2016   06:58 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sebuah buku ada saran bijak  bahwa ketika galau, sedih, susah melanda cobalah ubah itu menjadi sesuatu yang kreatif. Kreatif yang menghasilkan duit. Yang hobi nulis bisa menelurkan tulisan via kegalauannya itu. yang hobi masak bisa nyampur bahan menyiapkan cupcake galau kreasi terbaru, atau mungkin menciptakan lagu sendiri siapa tau ada yang melirik ngajak rekaman...hihi ngarep.com.

Saya pribadi saat ini tengah berada di skala galau sedikit diatas angka 50. Artix masih galau terkendali. Masih ada harapan dan keyakinan bahwa kegalauan akan segera menguap dan berganti kabar baik dan kesenangan.

Dan saran mengatasi galau ala buku tersebut sedang saya coba ikutin yaitu mencoba menulis. Apa saja asal hati tenang, pikiran plong dan otak kosong oleh pertanyaan lalu akan terisi oleh pemikiran pemikiran baru.

Sebenarnya ada satu titik pemahaman yang saia dapat di tengah pengendalian rasa galau ini. Perlahan saia faham dan mengerti, kegalauan mampir setelah timbul kesenangan. Artinya kegalauan datang setelah saia merasa senang. Senang karena hubungan berjalan baik, komunikasi bagus lalu tiba tiba tersandung sebuah halangan transparan bernama teguran.

Ya saia faham saia tengah di tegur oleh Sang Pemberi Hidup. Sangat sangat di tegur. Euforia meluap luap di diri saia telah luber kelewat jauh sehingga Allah menegur saia. Saia insyafi itu semua. Saia memohon maaf atas kesalahan fatal ini.

Artinya mulai detik ini saia harus selalu fokus. Pada kesenangan yang datang silih berganti agar tidak tercebur kesalahan sama di kemudian hari. Meski begitu saia yakin , teguran ini tanda sayangNya pada saia. bahwa sebelum terlampau tercebur Ia telah mengingatkan nsaia. Dan saia bersyukur masih sempat memahaminya.

Salam hangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun