Mohon tunggu...
Mahzal Hadi
Mahzal Hadi Mohon Tunggu... Guru - guru di SDN 1 Medas Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah

Guru di SDN 1 Medas Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

23 Oktober 2021   22:45 Diperbarui: 23 Oktober 2021   22:54 5695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam menjalankan peran dan nilai seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran maka guru harus peka terhadap ekosistem yang ada di sekolah baik itu ekosistem biotik maupun ekosistem abiotik. Dimana eksosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu. JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Guru harus memiliki kemampuan dalam memetakan segala aset yang ada pada ekosistem sekolah sebagai bagian dari faktor pendukung dalam keberhasilan pelaksanaan pembelajaran, bukan hanya mengandalkan aset yang sudah ada, apalagi menunggu aset ada baru berbuat padahal sekecil apapun aset jika diberdayakan maka akan memberikan dampak positif yang besar dalam perkembangan dan pengembangan program sekolah dan juga sebaliknya sebesar apaupun aset yang dimiliki jika kurang diberdayakan maka tidak akan bisa memperikan pengaruh yang berarti dalam perkembangan dan pengembangan sekolah. Jika dikoneksikan dengan nilai-nilai dari seorang guru yaitu mandiri, kolaboratif, reflektif, inovatif dan berpihak pada murid maka sudah seyogyanyalah seorang guru harus berpikir berbasis aset dimana pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

                Berpikir berbasis aset akan menghidupkan kreatifitas, menghidupkan kolaborasi yang positif, menunjukkan kemandirian, senantiasa berinovasi dan merefleksikan setiap program yang dilaksanakan yang pada akhirnya akan berlabuh pada pemenuhan kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran yang berpihak dan berpusat pada murid. sebagai bentuk implementasi dari kepemimpinan guru dalam pengelolaan sumber daya di kelas yaitu dalam bentuk pembelajaran kontekstual yang memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar yang juga merupakan bentuk implementasi pembelajaran berdiferensiasi, memanfaaatkan murid-murid yang lebih pandai dalam suatu mata pelajaran sebagai tutor sebaya bagi siswa lainnya, memanfaatkan kelas sebagai media penyaluran bakat minat siswa melalui majalah dinding kelas, pojok baca kelas, dan program-program lain yang berpihak pada kebutuhan belajar siswa. Adapun dalam lingkup sekolah guru sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya adalah melalui kolaborasi komunitas praktisi di sekolah untuk senantiasa berbagi praktik baik (best practice) dan serta memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh setiap guru dan staf kependidikan lainnya dalam rangka pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid, contohnya memanfaatkan rekan yang ahli dalam bidang IT untuk membimbing rekan guru lainnya untuk bisa memanfaatkan IT dalam kegiatan pembelajaran seperti pemanfaatan internet dalam membantu kegiatan pembelajaran, menyiapkan bahan ajar, LKPD, media pembelajaran, dan administrasi-administrasi pembelajaran lainnya atau mungkin keahlian-keahlian lain yang dimiliki oleh rekan sejawat lainnya yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan program sekolah. Semua itu bisa kita lakukan jika kita memiliki kepekaan terhadap keberadaan aset yang ada di sekolah dan bisa memberdayakan aset tersebut dalam usaha pengembangan program sekolah.  Selain memanfaatkan unsur biotik dalam pengembangan program sekolah tidak kalah pentingnya juga unsur abiotik yang ada di ekosistem sekolah seperti perpustakaan sekolah dimanfaatkan keberadaannya dalam mendukung program literasi sekolah, mushola sekolah dimanfaatkan dalam pemupukan nilai-nilai keagamaan pada guru dan murid, labolatorium sekolah, dan gedung seni/gedung budaya yang bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan hobi, bakat, minat dan ketertarikan siswa.

Dalam lingkup yang lebih besar pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah dengan memanfaatkan masyarakat sekitar sebagai bagian dari aset sekolah yang bisa diberdayakan dalam pengembangan program sekolah melalui komunikasi positif dengan komite, orang tua wali, dan  masyarakat sekitar dimana unsur-unsur tersebut juga merupakan bagian dari pusat pendidikan bagi anak selain keluarga dan sekolah. Hal ini sesuai dengan pemikiran Bapak Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat sehingga harus bisa diberdayakan untuk pengembangan program sekolah yang berpihak dan berpusat pada murid. Sebagai bentuk implementasi dari pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari aset sekolah adalah sebagai sumber belajar kearifan lokal, budaya-budaya lokal, serta adat istiadat yang sudah mengakar di masyarakat sehingga anak akan berwawasan global tanpa melupakan kebudayaan dan kearifan lokal. Selain sebagai sumber belajar nilai-nilai budaya dan agama banyak hal yang bisa digali di masyarakat sebagai bagian dari aset sekolah dalam pengembangan program yang berpihak pada murid seperti dengan memanfaatkan para pelaku usaha dan pengerajin-pengerajin yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber belajar dalam menuntun siswa menyalurkan hobi, bakat, minat dan ketertarikannya.

                Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya dimaksudkan untuk memperkuat posisi kontrol guru dalam kompetensi manajerialnya serta mengubah mindset guru agar tidak terus berfikir berbasis kekurangan dimana pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar. Oleh karena itu, guru harus memiliki ketajaman intuisi berfikir dalam memetakan aset/modal yang dimiliki sekolah sebagai sebuah ekosistem agar bisa menghadirkan keamanan dan kenyamanan dalam ekosistem sekolah yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya bibit-bibit yang akan menjadi generasi penerus di masa depan. Dimana dengan adanya interaksi dan kolaborasi positif antara tiga pusat pendidikan yaitu keluarga (orang tua), sekolah (guru), masyarakat (lingkungan) akan mampu menghadirkan pendidikan yang lebih baik dan lebih bermakna yang diharapkan mampu menuntun anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai bagian dari masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun