Teruntuk kamu yang gelisah, aku tulis ini. Seseorang yang selalu aku pikirkan tapi pikiran terus menduga-duga dengan sebait ragu pun sebari gulana.
Malam semakin pekat, angin terasa menusuk jiwa, dan semua sudah terjadi. Aku juga belum beranjak untuk terlelap. Terjaga memikirkan apa yang terjadi. Begitu cepat. Semalam ini belum terlelap, menatap sunyi, gelap dan temaram lampu malam.
"Ada apa denganmu," kataku pada diriku. Aku menjawab, aku baik-baik saja. Aku tidak sedang punya beban, kalau pikiran pasti ada namanya manusia hidup. Kemelut akan selalu menyapa tak sepeduli seberap kuat kita menghindarinnya, ia akan hadir karena bagian dari aturan baku kehidupan.
Aku resah dengan resahku. Aku cemas dengan cemasku. Aku kesal dengan kesalku. Aku marah dengan marahku. Aku jengkel dengan jengkelku. Aku pun bingung dengan bingungku. Mau ku apa, apa mauku. Semua berputar di antara dua kepentingan semu.
Barangkali ini soal takdir saja yang aku takutkan. Ketakutan yang membuatku cemas, membuat khawatir. Membuatku bertanya terus begitu bertanya. Aku merasa pilu dengan kenyataan yang serasa menikamku dari kebebasan.
Entahlah. (***)
Pandeglang, 8 desember 2024Â Â 00.56
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H