Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surti Juga Manusia

30 Oktober 2024   22:24 Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar golagong kreatif.com

Laki-laki kurus tinggi yang kurang dagingnya itu lagi serius membaca, entah buku apa. Ia sedang membaca untuk pembekalan kelas menulis beberapa menit lagi. Ia mengajar secara sukarela di sini, terminal Kadu Banen, bebarapa kilometer dari jantung kota Pandeglang. Kota di mana aku lahir dan hidup, dan jualan. Pesertanya lintas profesi, para pedagang juga anak jalanan dan lainnya. Intinya, siapa saja yang mau, kamu pun boleh ikutan juga. Syaratnya satu, kamu manusia.

Aku ingat pertama kali melihat dia. Dia yang kurus tak berbalut daging itu. Amat itu namanya. Mungkin kamu bertanya, kok tahu. Tahu lah, karena aku tanya sama si penjual tahu bulat yaitu Maria, dia temanku. aku juga penjual sih, jualan apa ya. Oh iya, jualan koran dan buku-buku.

Ceritanya di siang yang panas membakar bumi itu, aku mules pengen nabung ke toilet. Jualan itu aku titipkan pada penjual tahu bulat yang juga temanku, Maria. Aku mules karena makan bakso yang sambalnya terlalu banyak aku ambil, 10 sendok. Maria sampai marah-marah ke aku, eh juga pedagangnya Mas Parman, gak tahu apa harga cabai lagi pedas katanya. Yee, mungkin mereka gak tahu dari pagi jualanku belum laku juga. Makanya memakan sambal pelampiasannya. Hehe.

Baca juga: Tak Usai Pergi

Hasilnya ya gini, mules.

Setelah aku puas setor dengan sisa tenaga yang ngos-ngosan, aku melihat jualanku berkurang banyak. Tentu aku curiga, apa ada yang mencuri atau ada yang borong daganganku. Maria khusyu dengan gadget-nya, kayaknya sih menonton podcast Abang Botak yang kaya itu. Padahal apa enaknya coba, yang ada pusing, tapi dia mah suka karena bikin pinter. Pinter mah belajar, Neng.

Lima puluh langkah dariku ada seorang laki-laki lagi asyik membaca buku-buku, kuat dugaanku itu buku jualanku. Tentu aku mulai curiga, jangan-jangan laki-laki itu ...., maka aku harus bertindak. Aku gak boleh diam, walau aku wanita jarang mandi dan hidup sederhana. Apaan membaca tanpa izin. Aku kumpulkan sisa tenaga yang terkuras karena membuang hajat tadi. Enak saja main baca.

Sebelum itu terjadi.

"Hey, Susi, mau ke mana kamu," Maria menepuk pundak ku.

"Aku tak boleh diam pada orang menjamah kehormatanku. Ini zaman eman juga punya sapi, maka aku harus berani. Kamu gak boleh menahanku," aku berkata lugas ke Maria. Maria nampak terpukau, mungkin dia gak menyangka bahwa aku juga berani dan cerdas.

"Apa maksudmu SURTIII!!!?" Maria setengah teriak di telingaku, aku kaget.

"Kamu lihat barang daganganku berkurang, kamu dari tadi diam saja, terus ada laki-laki di sana yang sedang membaca buku punya aku. Gak bayar, apa itu bukti dia mencuri kehormatan ku. Di kira aku, gak berani," ujarku berapi-api.

Sebagian orang yang kebetulan lewat dekatku menghentikan langkah. Maria tampak kesal sekaligus gemas. Kalau aku pentul bakso mungkin sudah habis di lahap olehnya. Syukur aku bukan bakso, aku manusia juga. Kebetulan nasibnya jadi penjual buku.

"Harusnya kamu nanya dulu ke aku Sur," Maria berbicara dengan penuh kegemesan dicampur greget. Giginya gemetar seperti Vampir yang ketemu mangsanya. Aku jadi ikutan heran sama tingkahnya.

"Emang kenapa?"

"Itu laki-laki itu membeli buku kamu sayang, dia bukan mencuri seperti yang kamu bayangkan. Ini uangnya sama aku, harusnya tanya ke aku loh cantik," aku jadi geli dengan sikapnya.

Tapi omomganya ada benarnya juga sih. Seterusnya kok aku merasa malu ya, entah kenapa. Maria mungkin benar aku yang ceroboh, coba saja kalau sampai terjadi aku damprat, bisa-bisa heboh kota kami. Aku berterima kasih ke Maria karena sudah menjual barang daganganku, meski pun masih heran juga, kok dia gregetan ke aku.

Mulai saat itu Amat rajin dolan ke aku, eh ke terminal ini untuk melaksanakan niatnya mengajari kami agar melek literasi. Membeli buku itu startegi awal ia membaca medan, apa memungkinkan melakukan gerakan sosial itu. Aku pikir waktu itu literasi itu sejenis makanan apa gitu, eh ternyata lain ya. Di sini baru terasa pentingnya ilmu. Pentingnya belajar selagi muda, selagi tua juga punya minat juga sehingga bisa menikmati hidup.

Kata Amat, kemajuan zaman seharusnya membuat kita lebih kreatif lagi. Kita harus jadi bagian yang mewarnai bukan jadi bahan permainan. Atau seumpama kerbau yang dicocok hidung. Latah dengan fenomena sosial yang menggerus mental dan moral kita. Sesekali aku sharing sih sama lelaki kurus itu, wawasannya lumayan. Walau banyak yang gak aku pahami, aku sih cuma senyum sok manis sama manggut-manggut sok paham. Aslinya, mana paham.

Karena teman-teman sudah pada kumpul, beberapa saat lagi acara mau di mulai. Aku akhiri saja cerita ini.

Ini pertemuan ke sepuluh, ya minggu depan katanya akan menghadirkan Mas Gol A Gong, sastrawan besar itu. Itu gurunya sewaktu ia menimba ilmu di komunitas Rumah Dunia itu loh. Kamu tahu, aku sih belum, nantilah aku cari di internet. Katanya sih gitu, cuma yang aku heran apa itu nama aslinya benar Gol A Gong, kok unik gitu.


"Surti," Nurjen memotong lamunanku, "Bang Amat manggil kamu tuh. Katanya ada sesuatu yang bakal ia omongkan," pungksanya.

Aku jadi deg-degan mendengarnya. Kira-kira apa yang bakal laki-laki kurus itu katakan padaku. Masa iya, ia kesemsem padaku. Mustahil ah, aku mah apa tuh mandi aja jarang. Pintar juga jauh antara Banten sama Madura dibanding si Nining. Tapi kira-kira apa ya, jadi resah gini. (***)

Pandeglang, 30 Oktober 2024   21.57

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun