Satu tahun lebih kita menanam mimpi dan asa. Kita membangun percaya di atas ketidakberdayaan. Membangun ingin di antara niscaya. Di antara ragu dan entah, kita percaya dan berusaha saling percaya.
"Bagaimana kalau sampai lima tahun," kataku waktu itu menyoal tindaklanjut kebersamaan kita.
"Bila aa serius dan inginnya begitu, kenapa tidak," jawabmu diplomatis.
"Serius?"
"Seriuslah," ejekmu dengan ketidakpercayaanku.
"Bagimana, hem... kalau sekiranya, hem, hempas cuma hanya cerita," aku cemas dengan kata-kataku.
"Maksudnya?"
"Hem, ya, kalau kita berakhir tanpa akhir yang membahagiakan!" Seruku terdengar getir.
Untuk beberapa saat, kursor di layar WhattShap itu bergerak, terhenti. Terus begitu. Â Aku tahu, kamu kebingungan menjawabnya. Tapi aku tahu, kamu ingin menyampaikan sikapmu seperti apa. Tenang saja aku menunggumu kok.
"Kan kata aa, kita hanya beriktiar," ujarmu dengan emot senyum, yang terasa hambar. "Kita bersama selamanya itu nikmat, dan kalau pun tidak, kita belajar tentang proses memahami sebuah kebersamaan."