Setelah gagal di pemilu kemarin, banyak yang penasaran sekaligus bertanya-tanya, akan ke mana langkah Anies Baswedan? Apakah akan tetap di luar pemerintahan menjadi oposisi, atau kembali masuk ke pemerintahan dengan tawaran-tawaran yang sudah masuk?
Di pemilu tahun ini memang agak unik, bukan aneh loh ya. Bagaimana tidak unik, yang bertarung di pilpres kemarin itu hampir punya ikatan emosional belaka.
Kita tak tahu, Pak Mahfud itu bawahan Pak Jokowi di pemerintahanya bertarung dengan anak sulungnya. Pak Anies juga bawahannya bertarung pula dengan Pak Prabowo yang mengantarkannya di kursi Jakarta 1. Gibran juga berhadapan dengan seniornya di PDI-P, Pak Ganjar.Â
Yang membuat lebih seru dan bikin panas Gibran tidak mengikuti titah partai lantas masuk bursa cawapres dan resmi mendampingi Pak Prabowo. Padahal waktu itu Gibran masih ber-KTA besutan partai berlambang banteng itu. Â
Eh, tahu-tahu berhadapan langsung face to face bersama rekannya di PDi-P. Itu pun diawali dengan gonjang-ganjing soal etis  yang dilanggar. Hadeuh, dinamika politik memang selalu bikin deg-degan.
Apalagi Anies di Pilpres ini terlihar all out. Beliau tampil menjadi calon yang paling berani, garang dan menggigit. Prabowo justeru terlihat lebih kalem apalagi setelah dapat trah "gemoy" maka lebih santai dan emosi stabil. Nampak sekali karakter Gibran menular. Betapa ayem!
Hemat saya, pilpres kemarin itu menyimpan banyak pelajaran di antaranya tentang sportifitas. Sebuah sikap di mana kita siap dan kalah saat bertanding, dalam pertandingan mungkin kita lawan tapi bukan musuh.
Apa bedanya? Bedanya, kalau musuh ada dendam di hati sedangkan dendam itu hanya sebatas di kontestasi. Setetelahnya, kembali berbaur lagi sesama anak bangsa
Sikap Anies dan Cak Imin
Setelah sama-sama mengikuti rangkaian pemilu dan MK memutuskan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang, Anies dan Cak Imin legowo mengucapkan selamat meskipun ada kekecewaan karena melihat ada kecurangan yang terlihat. Tapi hakim telah memutuskan, mau gimana lagi.