Mohon tunggu...
M. Mahrus Afif
M. Mahrus Afif Mohon Tunggu... -

Sekali hidup, Selamanya berarti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cemas, Suatu Anugrah atau Musibah?

14 Oktober 2014   02:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:09 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selamat malam kompasianer,, Merenung di salah satu tempat penuh inspirasi, menghadap secangkir air hitam itulah kopi, Disitulah muncul secuil kata kata yang tertuang dalam paragraf awam ini, Menikmati seorang didepan mata yang sedang gundah gelisah harap cemas memikirkan permasalahan hidup yang tak pernah selesai, Masalah demi masalah tertuang sambil sesekali meneguk air hitam ini, Entahlah, begitu sial hidupnya, Banyak masalah yang dihadapinya, Dengan gayanya yang cemas dan sedikit gupuh, Saya berusaha menenangkannya walau hati sendiri sedang ikut rapuh, OSI Coffe, Oct ‘14 Berbicara tentang masalah yang dihadapi teman saya tadi dan respon perilaku yang dia keluarkan yaitu cemas, saya tertarik untuk mengulas beberapa hal mengenai perilaku cemas. Beberapa hari yang lalu didalam perkuliahan Psikologi Abnormal UIN Maliki Malang kebetulan saya memoderatori mata kuliah tersebut yang sedang membahas tentang Cemas dalam abnormal.

Dalam pandangan psikologi cemas merupakan suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subyektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor yang tidak menyenangkan yang sifatnya subyektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman, dan konflik dan biasanya indifidu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan, (Lazarus, 1969). Dalam diskusi di kelas tersebut ada pertanyaan yang menarik bagi saya, diantaranya cemas itu bisa menular apa tidak? Dari beberapa pernyataan diatas, jelas cemas digolongkan dalam faktor emosi, adanya aktivitas yang kurang nyaman baginya yang menyebabkan dia merasakan cemas. Melanjutkan sajak diatas untuk mengulas pertanyaan tersebut saya akan cerita sedikit tentang masalah yang dihadapi teman saya, beberapa waktu yang lalu teman saya membeli prodak gadget baru model tablet. Kebetulan kita saat ini tinggal di pondok pesantren yang dalam salah satu peraturannya adalah melarang santrinya menggunaka gadget model tablet didalam pesantren, seketika teman saya merasa terancam karena tidak bisa leluasa dalam menggunakan gadget tersebut. Dari beberapa stimulus tersebut, dia merespon dengan mengeluarkan berbagai perilaku was-was, mondar-mandir, sampai sembunyi-sembunyi untuk sekedar melihat pesan yang masuk.

Dalam ranah psikologi, cara merespon cemas tersebut tertuju pada cara motorik, yaitu sering menunjukkan gerak tidak teratur, gemetar, individu sering menunjukkan beberapa perilaku seperti gelisah, melangkah mondar-mandir, dan gugup. Selain itu juga tergolong dalam cara afektif, yaitu seperti merasa tidak enak dan khawatir mengenai bahaya yang akan datang. Hal tersebut persis yang dihadapi teman saya. Melanjutkan cerita. Selain permasalahan gadget, dia juga bermasalah tentang sejumlah uang miliknya hilang, beberapa waktu yang lalu LCD leptopnya juga pecah karena kejatuhan almari. Hal tersebut menambah permasalahan yang dia hadapi. Beberapa dia ceritakan ke saya, dan saya berusaha memberikan nasihat dan berusaha memetakan permasalahan yang dia hadapi. Perlahan diapun juga bisa mengatur jadwal dia dalam menggunakan gadget, kapan dia menggunakan dan kapan dia mematikan. Luapan-luapan emosi kecemasan tersebut perlahan mulai tidak tampak pada dirinya seiring managemen waktunya yang semakin bagus, di samping itu juga banyak tekanan musibah yang dia hadapi membuatnya semakin bersemangat untuk melawan rasa cemas itu dan mengubahnya hari-harinya menjadi hari yang produktif.

Pada ulasan tersebut, cemas bisa dikatakan sebagai suatu alarm perilaku menuju perilaku stess. Karena cemas yang berkepanjangan dan tidak ada solusi untuk mengatasinya akibatnya terburuknya penderita akan mengalami stress. Dan adanya sahabat sebagai tempat berkeluh kesah, adanya motivasi untuk memperbaiki hidup, dan adanya managemen waktu yang solutif diyakini menjadi solusi yang pas bagi orang-orang yang cemas. Hal tersebut telah terjawab pertanyaan diatas bahwa setiap manusia pasti mengalami cemas dan setiap manusia pun mampu mengatasi sendiri perilaku-perilaku yang ditimbulkan dari cemas. Adanya faktor eksternal menjadi pengaruh yang besar dalam menangani kecemasan dalam diri. Cemas merupakan luapan emosi negatif yang berlanjut pada perilaku stress, namun apabila kita bisa memanfaatkan dan mengatasinya, cemas menjadi suatu hal yang positif dan bisa menjadi semangat untuk merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik. Itu sedikit ulasan mengenai perilaku cemas, trimakasih kepada teman saya yang menginspirasi adanya tulisan ini. wallahu’alam. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun