Pergi jumatan ke masjid yang jaraknya hanya 100 meter dari rumah, naik motor. Pulang pergi sekolah yang jaraknya kurang dari 500 meter, naik motor atau mobil pribadi. Pergi ke minimarket yang hanya berjarak 200 meter, naik motor. Dan seterusnya, dan sebagainya.
Berbagai kegiatan yang hanya perlu pindah tempat dalam radius ratusan meter, semuanya dilakukan dengan bantuan kendaraan bermotor. Orang Indonesia seperti sudah tidak dapat dipisahkan dari sepeda motor atau mobil pribadinya. Ujungnya, kita sering dituduh sebagai bangsa yang malas jalan kaki. Dalam kondisi sekarang saat dunia lebih aware dengan perubahan iklim, orang Indonesia menjadi salah satu tersangka yang disalahkan karena penggunaan kendaraan bermotor yang berlebihan.
Namun, benarkah demikian? Benarkah orang Indonesia malas jalan kaki?
Setiap kali perdebatan ini muncul di media sosial, ada saja yang membandingkan orang Indonesia dengan orang Jepang atau Belanda. Lalu akan muncul orang yang membandingkan suhu udara antara ketiga negara tersebut hingga berujung mengungkapkan alasan orang Indonesia malas jalan kaki, yaitu karena suhu udara yang tidak mendukung.
Alasan tersebut dalam sekejap kehilangan relevansinya mengingat tetangga kita, Singapura, warganya suka jalan kaki. Iklim, cuaca, dan suhu udara antara Indonesia dan Singapura jelas tidak jauh berbeda. Sama-sama terletak dekat garis katulistiwa membuat dua negara ini memiliki suhu rata-rata 26-30 derajat celsius.
Lalu mengapa orang Singapura lebih banyak jalan kaki daripada orang Indonesia?
Setidaknya ada dua alasan tentang mengapa orang luar negeri berjalan kaki lebih banyak daripada orang Indonesia. Alasan yang pertama adalah kemudahan akses transportasi umum.Â
Jaringan transportasi umum baik roda besi maupun roda karet di Singapura jauh lebih tertata daripada di Indonesia. Transportasi umum yang baik membuat masyarakat yang butuh mobilitas dalam kota memilih untuk berjalan kaki menuju halte atau stasiun terdekat. Dampaknya, jumlah kendaraan pribadi di jalan raya semakin menurun. Jalan pun jadi nyaman untuk dilalui dengan berjalan kaki. Mobilitas yang hanya ratusan meter dapat diselesaikan tanpa kendaraan pribadi karena di jalanan ada banyak sesama pejalan kaki.
Sementara itu, jalanan di Indonesia terlalu banyak dilewati sepeda motor. Jalan kaki berdampingan dengan sepeda motor tentu tidak aman. Resiko terserempet atau tertabrak yang dapat menyebabkan cedera menjadi lebih tinggi dibandingkan berjalan di jalan yang sedikit pengendara sepeda motornya.
Kegemaran orang Indonesia mengendarai sepeda motor pun tidak dapat disalahkan begitu saja. Ada hubungannya dengan alasan kedua, yaitu karena memang itu cara tercepat untuk mencapai suatu tempat.