dalam dekap cahaya panas
dadamu dihunus sebilah tembaga
tubuhmu roboh tepat di samping sebuah guci warna jingga
“Sabar! Kau harus sabar!” ucapmu pelan
tiba-tiba dadaku sesak
lalu kaupegang tanganku erat-erat
“Kau jangan sedih. Anakku akan datang menemanimu nanti.”
katamu lagi bersama mata yang sayu
sebelum jantungmu berhenti berdetak
kulihat air matamu bagai luapan sungai
menyapa kakiku
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!