Hidup itu perjuangan, Kata-kata ini yang selalu terngiang di telingaku. Ya, Aku harus berjuang. Bukan hanya untuk diriku, tetapi juga untuk keluarga kecilku.
Sepeninggal suamiku 10 tahun yang lalu, membuatku terpuruk. Selama itu pula Aku berjuang sebagai tulang punggung keluarga. Kebutuhan hidup dari makan, sekolah dan yang lainnya. Sekuat tenaga berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari berjualan keliling hingga menjadi kuli cuci dan menyetrika telah kulakukan demi kehidupan dua buah hatiku. Rasa letih tak kuhiraukan, lelah tak juga ku pedulikan. Semua rasa itu hilang bila mengingat tekadku untuk anak-anakku agar berhasil. Aku tak ingin anak-anakku bernasib sama dengan orang tuanya, berpendidikan rendah dan penghasilan apa adanya.
Di tengah malam diriku selalu bermunajat, untuk kebaikan dan keberhasilan anak-anakku. Ikhtiar selalu terus ku upayakan. Meski kaki dibuat kepala dan kepala buat kaki. Kepahitan hidup yang kujalani, cukup untuk diriku bukan anak-anakku. Aku ingin mereka berhasil, mereka sukses dunia akhirat.
Suatu ketika anakku yang pertama meminta biaya buku di sekolah, sementara tak ada sepeserpun uang yang ku punya. Sedih rasanya, namun diriku tetap berusaha untuk ikhtiar memenuhi kebutuhan keluarga. Untungnya kedua anak-anakku mendapatkan beasiswa untuk kuliah.
Alhamdulillah, perjuanganku tak sia-sia dan telah membuahkan hasil. Kedua anakku telah lulus kuliah dan sekarang mereka bekerja di bidangnya masing-masing. Bersyukurnya Aku, single parent berhasil mengantarkan buah hatiku menjadi anak yang sukses dunia akhirat. Lebih bersyukurnya, sampai saat ini Aku ikut menyaksikan dan merasakan kebahagiaan akan keberhasilan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H