"Nenek, Abang Insyaallah lebaran tahun ini ke tempat nenek. Ayah dan mamah sudah setuju," kata Syamil ketika neneknya menelpon. Wajah Syamil ceria sambil terus bercerita kepada neneknya, termasuk mau melakukan apa saja di kampung nanti. Saking semangatnya tak terasa sudah satu jam ia menelpon. Suara azan Magrib menghentikan obrolan mereka lalu Syamil bersiap menunaikan salat Magrib berjemaah.
Sejak adanya pandemi dua tahun terakhir  ini, keluarga Syamil tidak bisa mudik ke kampung halaman nenek yang berada di desa Cibogor Cisayong, Tasikmalaya. Desa yang indah dan nyaman, apalagi di belakang rumah terhampar sawah yang luas, lalu ada kolam ikan di samping rumah. Suasana tenang dan sejuk di sana yang membuat Syamil kerasan. Mandi di sungai, makan bersama di tengah sawah, semua itu yang dirindukan. Terlebih lagi nenek memanjakan cucu-cucunya dengan hidangan-hidangan yang istimewa.
Sore itu seorang lelaki berjalan perlahan tanpa semangat di lorong sebuah kantor. Matanya memancarkan kesedihan mendalam. Sepucuk surat masih ada dalam genggamannya. Pikirannya tak tenang. Tak menyangka kabar yang diterimanya barusan. Terdengar desahan nafas panjang disusul suara lirihnya lewat gawai yang memberitahukan isteri di rumah kalau rencana mudik ke kampung dibatalkan. Lelaki itu juga minta Syamil diberitahukan juga. Sekali lagi ia memandangi surat PHK dari kantornya yang mulai efektif berlaku minggu depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H