Perlahan kubuka mata. Badan terasa sakit semua. Kucoba menggerakkan kaki, tapi rasanya ngilu dan perih. Kupandangi sekeliling terlihat lelaki berbadan kekar, berkepala botak dengan tato di sekujur tubuhnya. Lelaki itu menoleh kepadaku. Matanya tajam menyorot.Â
"Minum !!" bentak lelaki botak itu sambil menyodorkan gelas berisi air berwarna hijau. Rasa takut dan curiga muncul dibenakku. Dengan hati-hati kuraih gelas yang diberikannya. Ragu-ragu aku meminumnya. Namun, baru seteguk kuminum, lidahku terasa kelu, tenggorokanku seperti terbakar dan pahitnya seperti empedu. Lelaki botak itu memerintahkan aku untuk menghabiskan air tak enak itu. Terpaksa kutahan rasa pahit yang sangat. Seketika itu pula aku tak sadarkan diri.Â
Sinar mentari pagi menerpa wajahku melewati jendela kamar yang terbuka. Aku terbangun. Tak kurasakan lagi sakit badanku seperti sebelumnya. Kakiku pun sudah tak perih lagi, tapi kemana lelaki botak itu? Kubaca tulisan pada secarik kertas yang ada di atas meja sudut ruangan itu: gunakan uang ini seperlunya, dan di sebelahnya tergeletak beberapa lembar uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H