Stigma masyarakat sejak dulu terbentuk secara tidak sadar dan turun-temurun. Bisa jadi pemikiran orang sekarang adalah hasil dari buah pikiran orang-orang terdahulu yang terus melekat dan sampai sekarang terus berkembang. Pemikiran manusia terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Begitu pula dengan pandangan masyarakat mengenai desa dan kota.
Dalam pola pikir masyarakat banyak anggapan yang timbul yang membahas mengenai desa dan kota. Pola pikir ini mengantarkan masyarakat pada kenyataan yang sebenarnya mengenai stigma-stigma yang bermunculan pada lingkungan sosialnya.
Salah satu contohnya adalah stigma mengenai desa yang hanya terdapat sawah dan wilayah yang tertinggal. Pandangan mengenai desa yang identik dengan sawah-sawah ini sudah berasal dari sejak dulu. Mengapa sawah? Karena sawah menjadi tempat yang cocok sebagai cerminan dari masyarakat desa.Â
Masyarakat di desa terkenal dengan kerukunan antar sesama, saling menjunjung sikap tolong menolong dan gotong royong, selain itu di desa masih terkenal orang-orangnya yang ramah, suka membantu antar tetangga dan masih banyak lagi ciri-ciri kehidupan sosial yang sangat tercermin dari kehidupan masyarakat di desa.
Lain halnya dengan kota, kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang berada di pusat administratif dan biasa mendapatkan cap atau labeling sebagai pusat dari segala macam sarana. Secara segi sosial sebenarnya kota mengalami kekurangan yang sangat kompleks bila dibandingkan dengan desa.Â
Di kota tingkat kerukunan antar sesama tetangga sangat kurang, dikarenakan jarangnya bertemu dikarenakan kesibukan yang terlalu padat. Di kota pun masyarakatnya terkenal individual dan jarang bersosialisasi kepada masyarakat yang lain, hal ini lah yang menyebabkan masyarakat kota lebih senang menyendiri dan melakukan apapun sendirian. Itu merupakan stigma yang muncul dari keadaan kota.
Stigma-stigma yang muncul dari pola pikir masyarakat sebenarnya tak luput dari labelling yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dan terus berlanjut hingga sekarang. Dan ini memberikan dampak yang sangat besar terutama bagi pola dan sistem kehidupan yang dijalani oleh masyarakat, baik masyarakat desa maupun masyarakat kota.
Desa sering dianggap identik dengan sawah-sawahnya yang banyak dan luas. Sawah memiliki arti yang sangat bagus bila dilihat dari segi kehidupan. Secara fisik, tanah persawahan memiliki tingkat yang sama yang menandakan semua orang itu memiliki kedudukan yang sama.Â
Sawah memiliki petak-petak sawah, di sini dapat diartikan bahwa meskipun kehidupan masyarakat itu berpetak-petak sesuai dengan kelompoknya tetapi mereka memiliki keragaman untuk saling ada dalam hidup berdampingan.
Kota pun memiliki ciri khas labeling yakni penduduk kota lebih suka menyendiri dan melakukan segalanya sendirian tercermin dari semakin banyaknya gedung-gedung bertingkat. Meskipun penduduk tinggal bersebelahan tetapi masih terdapat jarak di antar mereka. Ditambah lagi semakin tinggi gedung itu menandakan bahwa masyarakat kota juga semakin tertutup dalam lingkungannya.
Stigma-stigma seperti itu akan terus muncul dan tidak akan bisa mudah hilang dalam ingatan dan pikiran masyarakat. Karena sejatinya pikiran kita sekarang terkonstruksi oleh pemikiran orang-orang terdahulu. Maka dari itu pemikiran mengenai desa dan kota juga tidak akan berubah untuk beberapa masa ke depan.