Mohon tunggu...
Mahmud
Mahmud Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mahasiswa FTP-UB Ciptakan Inovasi Guna Tingkatkan Ekspor Pala

9 Juli 2018   08:21 Diperbarui: 9 Juli 2018   09:02 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia sebagai negara utama penghasil pala di dunia, memiliki pasar yang luas dan peminat yang tinggi pada pasar internasional. Hal tersebut sebagaimana  yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulut Darwin Muksin di Manado, "Beberapa negara di Eropa, sangat meminati komoditas pala asal Sulawesi Utara, sehingga akan terus ditingkatkan tahun 2018 ini," dikutip dari CNN. 

Berdasarkan data dari direktorat jendral perkebunan  Indonesia mampu menghasilkan 34.602 ton pala di tahun 2017. Sedangkan data ekspor Indonesia menunjukkan 1.736 ton di tahun 2013. 

Angka ini diprediksi terus meningkat, mengingat pemerintah mulai berkomitmen turun tangan dalam menggencarkan hasil produksi pala Indonesia. Sedangkan tujuan ekspor pala Indonesia menurut Kementrian pertanian 2014 antaralain Uni Eropa, Vietnam, Amerika Serikat, Jepang dan India. Apabila dilihat dari nilai ekspor tahun 2014, nilai ekspor terbesar adalah ke UE yang mencapai 39.20 %, diikuti Vietnam sebesar 18.34 % dan Amerika Serikat sebesar 13.86 % .

Walaupun memiliki pasar permintaan pala yang tinggi, namun setidaknya terdapat lebih dari 20 kasus penolakan biji pala Indonesia  saat diekspor. Penolakan ini dilatar belakangi karena adanya kandungan senyawa toxic berupa aflatoxin pada Biji pala. 

Aflatoksin sendiri merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Sehingga keberadaanya menjadi momok yang tidak hanya merugikan baik dari kesehatan bakan hingga perekonomian. 

Hal tersebut yang mendorong  Annisa Aurora, Rio Bangga, dan Ulfatu  Mahmuda yang juga sebagai  mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, dibawah bimbingan Joko Prasetyo S.Tp, M.P membuat alat yang dapat menurunkan cemaran aflatoksin kususnya pada biji pala berbasis High Electric Pulse dan Sinar Ultraviolet.

Inovasi ini mempunyai manfaat yang signifikan pada total residu aflatoksin biji pala. Dimana keberadaan aflatoksin yang melebihi batas, dapat menjadi celah besar kepercayaan pasar pala internasional terhadap kualitas produk Indonesia. 

Terlebih 99% biji pala, dihasilkan oleh  lahan petani local. Sehingga keberadaan aflatoksin secara tidak langsung mengancam perekonomian masyarakat. Keberadaaan inovasi ini, diharapkan mampu menjadi solusi yang efektif dan efisien khususnya dalam menunjang kualitas ekspor pala Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun