Mohon tunggu...
Mahliana De Uci
Mahliana De Uci Mohon Tunggu... Freelancer - dan bagaimana saya harus mengisi kolom ini?

Gemar menonton bola dan main PES. Asli Majalengka.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Paranoia: Antara Lelucon dan Teka-teki?

13 November 2020   12:45 Diperbarui: 13 November 2020   12:50 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah engkau memandang curiga pada semua hal yang terjadi di sekeliling? Aku pernah mengalaminya. Curiga yang tak sehat dan tak begitu penting, setelah ditengok lagi dari kejauhan, tapi pernah terjadi. Memandang ada persekongkolan amis ditujukan padaku apapun motif sasarannya. Terjadi hanya dalam 2 hari namun cukup lama untuk menggoyahkan daya tahan psikis remaja tanggung. Izinkan, ku tulis sekeping ilustrasi kecil dari 48 jam menjadi paranoid.

Tinggal di kota orang, di kamar kosan ukuran 3x3 dengan gaya memanjang, coba pejamkan mata di dalam. Sementara pada waktu bersamaan, beberapa tetangga dan tamunya terdengar mengobrol, agaknya tepat di bawah 3-4 sarang burung milik anak kos, persis samping kamarku.

"Gitu jadi, udah kerja sekarang terus sombong, heh? Jarang main sini."
"Iya lah, ngapain main-main. Ga ada kopi."
"Woh, pelit amat lah, beliin dong."
"Makanya kerja!"
Tawa berderai.

Dan aku, di dalam jadi partisipan gaib, terlibat secara pasif, seolah hanya punya hak dengar dan interpretasi, membatin apakah itu sebuah sindiran atau bukan. Jujur, selama ini kosan praktis kugunakan sebagai tempat tidur, mandi, dan ganti pakaian. Beli makan di luar, antar-jemput pakaian ke laundry, nongkrong di warung kopi dan sisanya, yang masih banyak, kuhabiskan di tempat kerja.

Di akhir pekan, yang berarti tak ada urusan kantor walaupun secuil, bergantian kualokasikan berwisata atau sekalian bermalam di hunian kawan masa kuliah maupun kenalan sedaerah. Begitu jarang di kos hingga ketika akan memesan barang secara online, kuberikan saja alamat sekretariat pusat kegiatan mahasiswa di kampus meski telah lulus darinya hampir setahun ke belakang.  

Secara relasi, sejauh empat bulan, sejak aku pindah ke area kos ini dan memperkenalkan diri pada para penghuni lama, tak ada yang salah antara aku dan tetangga si pemilik suara, namun juga tidak spesial. Biasa saja. Silih sapa jika berpapasan, minimal bertukar anggukan. Suatu kali, kami pun sempat ngobrol perkara perempat-final Liga Champions dan peluang PSG mempermalukan dirinya lagi di edisi ini. Jadi, sungguh, hawa kecurigaan itu tak memiliki sandaran kuat jika dipikir secara jernih kelak setelahnya.

Klangg, klangg, klangggg
"Eh burungmu kenapa tuh? Masuk angin o? Grabag grubug."
"Enggak, dia takut mukamu kali."
"Padahal yang punyanya buto (raksasa) ya, lebih nyeremin."
"Buto juga romantis. Kusiapin makanan, kuperhatiin mandinya, ini-itunya."
"Akhirnya dijual juga, toh?"
"Yaaaa kalo harganya cocok!"
Lagi, tawa menggelegar.

Kini, di dalam, aku tak lagi terlentang di atas kasur. Rasa kantuk dihisap semacam kecemasan. Dengan keringat dingin hasil lembur semalam perlahan rembes dari pori-pori pundak, terduduk kupeluk lutut di lantai kamar. Pose naluriah manusia melindungi diri, membuat bentuk dirinya terlihat lebih kecil.

***
Dalam epilog "Pertempuran Joker dan Riddler" karya Tom King, Mikel Janin, June Chung dan tim, Joker layangkan tanya setelah halau Batman yang tak kuasa kendalikan dirinya dan hendak tancapkan belati ke Riddler. "Tahu bedanya lelucon dan teka-teki? Kau akan mengerti (kenapa aku menahanmu) jika tahu jawaban pertanyaan itu." Hingga menjelang tirai penutup kisah digerai, Batman tak juga mampu pecahkan pertanyaan itu. Terlalu banyak kemungkinan. Terlalu banyak bahan pertimbangan.

Barulah setelah menceritakannya pada Cat Woman, ia terbebas dari misteri sang badut. Begini jawabnya, yang saya nukil utuh dari episode kisah bergambar tersebut:

"The answer could be clever or funny. Political or deep or anything. It could be, but it's not... The answer is who cares?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun