Hampir dua jam Ayu mematut-matut diri di depan kaca lemari. Lagu andalan di playlist android sudah terputar hingga Fiersa Besari, yang kepikiran ia hapus, mesti tampil juga. Dalam sekuen lain, ia bakal merealisasikannya.Â
Mengambil android, menghentikan Fiersa dengan paksa di tengah usaha membawakan lagu Kedua, dan melemparkannya pada kekosongan sebagaimana tadi ia melempar wadah seblak yang telah tandas isinya. Namun, Ayu tak dalam sekuen itu sekarang. Fokusnya telah tumpah seluruh pada urusan sandang.
Baju demi baju dijajalnya. Seolah mendadak kerasukan roh Fashion Guru, entah Victoria Beckham, Ivan Gunawan, atau siapa.
"Ini? Terlalu mencolok."
"Oke sih tapi ada rendanya."
"Itu bagus, sayang sempit di bagian pinggang."
"Kalau pakai yang ini, celananya kok tak ada yang matching." dan sebagainya, dan seterusnya, dan kurang-lebihnya.
Ia hendak ke pesta. Ya, kampus menggelar pesta topeng di ruang auditorium. Acara rutin tiap tiga tahun sekali dan dihadiri semua mahasiswa berikut perangkat akademika lainnya.Â
Kadang, alumni yang baru lulus juga ikut hadir secara sembunyi-sembunyi. Toh setelah alunan musik mengeras, santapan dihidangkan dan setiap orang larut dengan lingkaran obrolannya masing-masing, tak ada yang peduli apa ada penyelinap atau tidak. Begitulah, kata Teh Kiki. Ayu tak tahu. Ini pesta topeng pertamanya.
"Loh, belum berangkat?" suara ibu masuk kamar.
Yang ditanya menggeleng tanpa menoleh.