Sebenarnya tulisan ini baru saya alami beberapa menit yang lalu dalam sebuah obrolan ringan dengan seorang tetangga di sebuah acara hajatan saudara. Tetangga saya tersebut merupakan santri beberapa pondok di Jawa Barat dan Jawa Timur. Saya tidak tahu apakah obrolan ini termasuk dalam kategori tertentu, tetapi kami asyik membicarakan permasalahan tentang gaib, karena kebetulan sekitar seminggu yang lalu di dekat rumah ada fenomena gaib, maka itu menjadi topik pembuka. Kemudian melebar sampai ke wilayah yang lebih luas, meskipun masih dalam ranah hal-hal gaib.
Kami membicarakan tentang jin dan khodam yang sering dimanfaatkan manusia untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Perbedaan jin dan khodam (khodam menurut tetangga saya ada dua, jin dan malaikat) yang dimanfaatkan manusia adalah, jika seseorang menggunakan jin maka apa yang ia perbuat entah itu baik atau buruk tidak masalah. Berbeda dengan khodam malaikat, yang tidak bisa diajak untuk berbuat yang menjadi larangan agama. Kemudian muncul pertanyaan, apa bedanya pesugihan dan kiai yang memanfaatkan jin untuk memperkaya (membuka klinik pengobatan dengan tarif yang ditentukan, dsb)?
Juga mengenai jin-jin yang paling hebat di Nusantara ini berjumlah enam, sayang ketika saya tanyakan siapa saja mereka, tetangga saya hanya teringat satu. Kemudian jin yang mendiami lautan lebih hebat dari jin yang mendiami daratan. Soal ini, tetangga saya berkisah bahwa ada "orang pintar" di daerah Papua yang menyebutkan nama Kanjeng Ratu Kidul. Juga telah banyak diketahui bahwa jimat atau pusaka akan luntur kesaktiannya jika dibawa menyeberang lautan, karena hanya yang tergolong sakti yang mampu terbang di atas samudra..
Obrolan bergeser ke beberapa orang yang sering disebut "orang pintar", yang sering dihadapkan pada sebuah kasus pencurian dan diminta tolong mencari pelaku. Di sini seharusnya ada semacam kode etik untuk tidak memberitahukan siapa pelaku pencurian kepada korban, karena hal tersebut kemungkinan akan menyebabkan perselisihan dan dendam. Di sinilah, ungkapan "tidak tahu kadang lebih baik."
Ikhtiar, atau usaha seseorang, entah itu proses mencari kesembuhan atau mencari barang hilang sebenarnya tidak ada yang sia-sia. Bagi si pasien atau si dokter atau si "orang pintar." Bagi seseorang yang mencari kesembuhan, kadang sangat sulit mencari sebuah kesembuhan, meskipun ada hikmah bahwa sebenarnya dengan "tertundanya" kesembuhannya akan lebih keras lagi ikhtiarnya, dan juga doanya kepada Tuhan. Begitu juga dengan dokter yang kemungkinan gagal menyembuhkan pasien, dengan kegagalan maka ia akan belajar lebih giat dan meminta pertolongan kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh agar dapat menolong sesama. Kemudian, saya mendapat sebuah doa ketika kita menjenguk seseorang yang sedang sakit, disamping doa semoga lekas sembuh; doanya dalam bahasa Indonesia seperti ini:
"Ya Allah, kuatkanlah iman (pasien) agar ketika sembuh nanti ia akan menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya."
***
Semakin larut obrolan kami menuju pada sosok orang-orang suci, mulai dari wali hingga rosul. Mulai dari sosok legendaris Nabi Khidir AS, yang mempunyai enam ciri-ciri fisik antara lain memancarkan cahaya di belakang telinga dan mempunyai telapak tangan yang sangat lembut seperti tanpa tulang. Kemudian juga ikhtiar bagaimana cara agar bisa bertemu beliau, yang ada tiga syarat, yang pertama istiqomah dalam menunaikan sholat tahajud, yang kedua jangan menyimpan makanan untuk esok hari, sayang yang ketiga tetangga saya lupa. Menjadi rahasia umum jika Nabi Khidir AS masih hidup sampai hari ini. Dan ternyata masih ada tiga Rosul yang sampai saat ini masih hidup, yaitu Nabi Idris AS, Nabi Ilyas AS, dan Nabi Isa AS.
Kemudian juga tingkatan-tingkatan wali, dimana wali yang berada di tingkatan paling bawah berjumlah 300 orang, kemudian di atasnya berjumlah 70 orang, lalu 40 orang, 24 orang, 11 orang, 7 orang, 2 orang, dan 1 orang (mohon koreksinya jika keliru). Satu orang wali tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah walinya paa wali, atau yang disebut Wali Qutub, Syekh Abdul Qodir al-Jailani.
Sebenarnya obrolan kami masih banyak, tetapi saya belum bisa menuliskannya karena takut ada yang keliru karena obrolan kami kemudian menuju ke area tasawuf dimana saya belum paham benar. Tetapi mungkin dari obrolan di atas ada nilai-nilai yang bisa diambil untuk kehidupan sehari-hari. Semoga tulisan ini tidak "menyesatkan." Wallahu'alam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H