Hanya dalam beberapa jam, saya memperoleh kisah-kisah yang menurut saya sangat patut untuk kita renungkan, dan menjadi pembelajaran bagaimana menghadapi kemajuan negara ini di masa-masa mendatang. Yang pertama, semalam, saya bertemu dengan teman-teman yang menjadi kawan seperjuangan di Karang Taruna Desa. Tetapi kami tidak membahas masalah atau program-program Karang Taruna. Dalam obrolan santai di Pendopo Kecamatan Pajangan tersebut, tiba-tiba seorang teman berkisah tentang sebuah flashdisk yang ia temukan di kampus. Saat itu ia sedang duduk di sebuah tempat yang memang disediakan untuk para mahasiswa melepas lelah atau sekedar beristirahat. Pada saat itulah ia melihat sebuah benda kecil tergeletak di kursi berdekatan dengan tempat ia duduk. Langsung terjadi pergolakan batin, antara ambil flashdisk itu, atau biarkan flashdisk itu tetap di tempat karena itu bukan haknya. Dan akhirnya sebagai seorang mahasiswa jurusan matematika, ia akhirnya mendapat jawaban setelah menghitung rumus-rumus dosa dikurangi pahala, atau pahala dikurangi dosa.
"Daripada diambil orang lain mending tak ambil. Toh jika dicari pasti kukembalikan." Katanya dalam hati.
Dan memang, selang sehari setelahnya terdapat sebuah kertas tertempel di papan pengumuman, yang memberitahukan bahwa sebuah flashdisk telah hilang dari pemilik yang sebenarnya. Dan seperti kata teman saya tersebut, flashdisk tersebut kembali ke pemilik aslinya tanpa kurang suatu apapun.
Itu kisah pertama.
Selang beberapa jam, tepatnya tadi sehabis duhur sekitar jam 13.30 WIB, saya mendapati kisah yang serupa. Atau setidaknya mirip.
Masih dengan orang yang sama, karena kegiatan tadi pagi adalah tindak lanjut diskusi semalam. Di sebuah rumah yang cukup sejuk meskipun berada di kawasan perkotaan, Sapen, Yogyakarta, kami melanjutkan ngobrol-ngobrol ringan tentang apa saja. Dan tidak disangka, kali ini teman saya yang satunya lagi berkisah mengenai pengalamannya bertemu dengan para pengusaha-pengusaha ternama Yogyakarta, termasuk pengelola mall-mall yang marak akhir-akhir ini.
Kemudian ia mulai bercerita bahwa beberapa tahun ke depan, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, pasti akan terdapat mall. Tetapi kemudian, ia melanjutkan, "Kalau yang mendirikan mall itu kita, meskipun masyarakat sekitar terkena imbasnya, tetapi paling tidak kita masih bisa rutin ber-zakat. Coba kalau orang lain, belum tentu."
Itu cerita yang kedua.
Penggunaan "kita" dan "orang lain", pasti teman-teman sudah paham semuanya. Dan faktanya memang seperti itu bahwa negeri kita ini sudah sedemikian parahnya, hingga untuk memperbaiki Indonesia yang seperti sekarang ini, kata Noe, "Sulit, perlu campur tangan Tuhan. Dengan kata lain, keajaiban."
Seperti mengiyakan ucapan putranya, Cak Nun pun mengatakan, "Bahwa apa yang perlu diperbaiki adalah yang ada dalam diri kita, bukan yang di luar diri kita."
Salam asah asih asuh, rahayu rahayu rahayu, wilujeng wilujeng wilujeng, kuat kuat kuat.