Mohon tunggu...
Sidiq Firmanto
Sidiq Firmanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penulis lepas dan penerjemah ngeblog di http://nglengkong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sinetron Kolosal

18 Juni 2013   14:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:49 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Belum selesai menghela nafas, kita kembali disuguhi sinetron bertema kolosal – yang lagi-lagi ditayangkan di stasiun televisi bermaskot ikan terbang. Dan kali ini mendapat “giliran” adalah kisah Damarwulan, yang bersetting menjelang akhir kerajaan Majapahit. Mungkin tidak banyak hal baru, selain mungkin nama tokoh-tokohnya, karena pemerannya hampir semuanya sama dengan sinetron kolosal sebelumnya. Bahkan mungkin monster, makhluk-makhluk aneh juga akan sama.

Mengenai sinetron kolosal, sebenarnya memang sebuah tema yang jarang diangkat ke dalam film layar lebar. Berbagai faktor mungkin menjadi pertimbangan, seperti harus melakukan riset terlebih dahulu, sehingga meskipun terdapat pengembangan cerita, pengembangan cerita itu tidak mengganggu atau menyimpang terlalu jauh – ini yang sering ditemui dalam sinetron kolosal.

Selain itu mungkin dibutuhkan dana yang besar untuk membuat film kolosal yang bermutu. Berbeda dengan Cina yang hampir tiap tahun merilis film kolosal mereka, dunia film Indonesia yang seharusnya kaya akan potensi untuk dijadikan sebuah film bermutu, nampaknya masih “menghitung”, dengan modal sedikit dapat meraup untung besar. Horor dengan adegan sensual contohnya. Padahal, bayangkan saja, sejak awal abad ke-2 wilayah Indonesia sudah berdiri Kerajaan Salakanagara yang bahkan berhasil memukul angkatan laut Cina yang saat itu ditakuti. Belum lagi kisah-kisah lainnya.

Sebenarnya bagus ketika kisah-kisah berlatar sejarah diangkat ke televisi, baik berupa sinetron ataupun dokumenter, tetapi untuk sinetron, mungkin pihak-pihak yang terkait masih harus melakukan riset yang lebih banyak dan teliti. Konsultasi dengan sejarahwan juga penting, sehingga tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi benar-benar memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang sejarah Indonesia. Jangan sampai sejarah Indonesia yang masih simpang siur menjadi lebih menyimpang karena kurangnya penelitian dengan alasan mungkin mengejar target.

No offense just share.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun