Setiap tahun berganti, sebuah momen yang selalu dirayakan oleh orang di seluruh dunia. Saat pergantian tahun tiba, dunia terasa begitu meriah, berpesta menyambut kedatangan tahun baru. Semua orang larut dalam kegembiraan. Pria dan wanita, tua dan muda, baik yang tinggal di desa maupun di kota, semua berkumpul untuk menanti datangnya tahun yang baru.
Ketika jarum jam menunjukkan pukul 00.00, pesta pun dimulai. Berbagai suara menggelegar seketika. Pijaran kembang api menghiasi langit dengan warna-warni yang indah. Orang-orang berkumpul di tempat-tempat perayaan yang telah disiapkan. Semua mengenakan pernak-pernik khas untuk menghangatkan suasana. Suara terompet dengan nada kebahagiaan menambah semarak malam yang terasa begitu panjang.
Itulah suasana tahun baru yang selalu kita saksikan setiap tahunnya. Perayaan tahun baru yang membawa warna baru dalam kehidupan. Perayaan yang membuat orang bahagia menikmati kehidupan. Namun, sering kali perayaan ini membuat orang lupa akan realitas hidup walau hanya sesaat. Perayaan yang terkadang membuat orang tak sadar betapa pentingnya kehidupan yang dijalaninya dari tahun ke tahun. Perayaan yang terkadang juga membuat orang lalai untuk memahami makna mendalam dari sebuah pergantian tahun.
Pergantian tahun sejatinya memiliki makna yang dapat kita renungkan. Dari sekian banyak makna, setidaknya ada dua makna yang dapat kita ambil hikmahnya: mawas diri dan pemahaman tentang waktu. Mawas diri mengarah pada introspeksi batin yang mengarah ke dalam, sedangkan pemahaman waktu mengacu pada kehidupan lahiriah yang mengarah ke luar. Mawas diri berkaitan dengan ruhani, sementara pemahaman waktu berhubungan dengan jasmani.
Mawas diri berarti introspeksi atau menilai diri sendiri, berhati-hati dalam tindakan dan ucapan. Sebenarnya, kita tidak hanya diajak menilai, tetapi juga merenungkan nilai-nilai tersebut. Dalam ajaran agama, mawas diri sering diartikan sebagai muhasabah. Muhasabah adalah proses merenungi pikiran, tindakan, dan niat untuk menyelaraskan diri dengan keridhaan Allah.
Seorang ulama pernah berkata, "Setiap Muslim harus menghitung dirinya sendiri sebelum Allah menghitung mereka. Perjalanan menuju Allah dimulai dengan introspeksi, dan hanya mereka yang terus-menerus mengoreksi diri yang akan mencapai puncak kebenaran."
Pada pergantian tahun, selalu ada akhir dan awal. Kita menutup satu tahun untuk membuka tahun yang baru. Mawas diri dimulai sejak awal perjalanan, dan harus terus dilakukan hingga akhirnya kita mencapai puncak perjalanan itu. Puncak kebenaran yang dinaungi ridha Ilahi.
Selain mawas diri, pergantian tahun juga memiliki makna dari dimensi waktu, pemahaman kita akan waktu. Pergantian tahun adalah waktu tertentu yang ditujukan untuk sebuah maksud. Maksud disini tidak hanya dimaknai dengan bergantinya masa, tetapi bisa dimaknai dengan maksud yang lebih mendalam untuk direnungi.
Ya, pergantian tahun bukan sekadar peralihan kalender, tetapi sebuah momen untuk merenungi masa depan dengan penuh harapan dan doa. Harapan untuk memperkuat hubungan dengan Allah, memperbaiki amal, dan meningkatkan pelayanan kepada sesama. Harapan-harapan ini akan lebih bermakna jika diiringi dengan doa yang dipanjatkan pada sepenggal waktu yang penuh keberkahan, dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.
Inilah waktunya, inilah saatnya. Pergantian tahun mengingatkan kita akan pentingnya memahami waktu. Waktu tidak hanya bermakna untuk dunia, tetapi juga memiliki makna mendalam bagi akhirat. Seorang ustazd pernah berkata, "Setiap menit dari hidup ini adalah benih yang akan bertunas di akhirat. Barang siapa membuang waktunya untuk hal yang sia-sia, ia telah kehilangan hasil panennya."