Misalnya, terkadang remaja banyak menghabiskan waktu menunggu berbuka dengan hal-hal yang tidak produktif. Mereka menyebutnya "ngabuburit." Ngabuburit sendiri berasal dari istilah bahasa Sunda yang artinya menunggu waktu petang.Â
Sebenarnya, ngabuburit juga bisa dilakukan dengan cara yang produktif. Ngabuburit di masjid bisa dilakukan dengan mengaji atau berdiskusi agama.Â
Selain itu, remaja juga bisa mengorganisasikan kegiatan bakti sosial, membagikan takjil atau paket iftar sambil ngabuburit menunggu waktu berbuka.
Di era gawai seperti sekarang ini, banyak juga remaja yang ngabuburitnya di gawai saja, atau bisa kita sebut ngabuburit digital.Â
Hal ini pastinya ada sisi positif dan negatifnya. Selama itu dilakukan secara terkontrol dan dilakukan sebagai variasi kegiatan sehingga tidak terindikasi kecanduan, maka hal itu bisa saja dilakukan.Â
Terkontrol juga bisa diartikan dengan memilah dan memilih hal-hal positif yang bisa dilakukan melalui gawai.
Selain dilema ngabuburit, mengontrol nafsu makan ketika berbuka terkadang menjadi dilema tersendiri. Nafsu makan yang tidak terkontrol terkadang membuat kita bertingkah layaknya seperti orang yang balas dendam ketika berbuka.
Semua makanan yang ada dihadapan dilahap sehingga tak tersisa ruang sedikitpun di dalam perut. Akibatnya, waktu berbuka yang seharusnya bisa diisi dengan banyak berdoa, malah harus dihabiskan dengan mengurusi masalah pencernaan karena kekenyangan.
Ya, begitulah buka puasa, momen yang paling dinanti bagi siapapun yang berpuasa. Ada hikmah dan dilema, semua bercampur aduk mewarnai waktu berbuka yang penuh kebahagiaan.Â
Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H