Seminggu terakhir ini diskursus publik di media massa dan sosial diramaikan dengan perdebatan tentang kerumunan masyarakat yang terjadi di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Yang menjadikan hal ini begitu menarik perhatian publik adalah kerumunan yang terjadi disebabkan karena kedatangan Presiden Jokowi yang notabenenya adalah seorang kepala negara.
Memang kepala negara semestinya menjadi teladan teratas dan influencer terdepan dalam rangka penanganan pandemi terkait dengan protokol kesehatan.
Selain itu, diskursus ini juga dilatarbelakangi oleh kasus kerumunan yang akhirnya menyeret Habib Rizieq Shihab (HRS) untuk masuk ke tahanan.
Terjadi perdebatan pada ruang publik, apakah kedua kasus tersebut serupa? Apakah Presiden Jokowi telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan seperti halnya yang dituduhkan ke HRS?
Perdebatan Masyarakat
Ada sebagian masyarakat yang dengan tegasnya mengatakan Presiden Jokowi telah melanggar aturan protokol kesehatan. Apalagi ketika kejadian Presiden keluar melalui sunroof mobilnya dan membagikan hadiah kepada masyarakat yang berkerumun.
Logikanya, jika ada pembagian hadiah, orang-orang pastinya akan berdatangan berkerumun mengharapkan keberuntungan untuk mendapatkannya.
Di sisi lain, sebagian masyarakat mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak melanggar aturan protokol kesehatan. Kerumunan masyarakat tersebut disebabkan karena spontanitas dan antusiasme warga yang ingin melihat dan bertemu dengan presidennya.
Selain itu, tujuan Presiden Jokowi keluar dari sunroof mobil dan membagikan hadiah ke masyarakat justru untuk mengurai kerumunan. Ketika itu, Presiden Jokowi terlihat mengajak masyarakat memakai masker, bahkan isi hadiah yang diberikan salah satunya adalah masker.
Argumen spontanitas dan antusiasme warga ini juga yang digunakan untuk membedakan kasus kerumunan ini dengan kasus kerumunan HRS yang dianggap telah mengundang kerumunan. Spontanitas atau undangan inilah yang diperdebatkan.